Dalam kehidupan sosial masyarakat, mereka sangat tunduk kepada pucuk suku atau Batin. Begitu juga dalam hal adat istiadat perkawinan. Batin menjadi saksi penting bagi masyarakat yang hendak menikah. Dan perayaan nikah kawin tersebut dirangkai dalam suatu upacara besar yang dikenal dengan Gawai Gedang atau helat yang besar. Gawai sendiri memiliki pengertian sebagai pesta perkawinan dalam bentuk gotong-royong (kebersamaan) dalam mewujudkannya. Masyarakat Talang Mamak melakukan begawai untuk maksud merayakan ikatan pernikahan warga kelompoknya.
Rangkaian pesta perkawinan atau Begawai dilaksanakan minimal 2-4 bulan atau maksimal 6-7 bulan. Biasanya dilaksanakan setelah panen padi berlangsung yang ditandai dengan memasak dan mendirikan bangunan panjang untuk tamu. Pekerjaan ini dilaksanakan secara bergotong-royong diikuti makan sirih bersama-sama disaksikan oleh batin atau penghulu. Pernikahan orang Talang Mamak menurut adat dan tradisinya selalu menampilkan atraksi dan prosesi berarak melingkar di mana kedua pasang mempelainya diangkat di pundak dan diikuti oleh para batin dan mangku-manti (orang khusus/pengawal) batin khususnya, dan diiringi kaum perempuan. Prosesi ini diringi musik Gendang, Tetawak dan Calempong. Di tengah-tengah lingkaran ini ada pula dua orang yang bersilat. Selesai berarak, batin dan pemangku adat berjalan menuju tangga naik rumah dan diikuti oleh para pengantin dan masyarakat. Di dalam rumah telah terhidang makanan. Maka barisan mempelai berpisah, mempelai laki-laki berada di depan dan pengantin perempuan duduk di belakang pengantin laki laki. Selain pengantin, orang yang khitanan juga ikut bersama-sama duduk dan makan.
Proses begawai secara umum terbagi dalam tahapan sebagai berikut:
1.
Laki-laki menyediakan pengasih atau air tapai yang disimpan dalam tanah
selama 3 bulan. Batang resam untuk pipa pengisap air dan selempang
untuk bersanding dan maharnya sebuah peci, 2 buah kelapa, segantang
beras atau sesuai kemampuan.
2. Kedua calon pengantin dihadapkan
pada batin dan wakilnya monti keluarga tertua dari pengantin perempuan
menyerahkan 3 bilah tombak didahului jabat tangan oleh batin (penghulu)
dengan pedang terhunus melambai-lambai kearah kasau jantan serta
memberikan pengumuman tentang sahnya perkawinan.
3. Akad nikah
dilangsungkan di bawah pohon bergetah dan setelah calon suami atau istri
dinasehati dan berjanji dengan saksi para tokoh-tokoh adat, dan
orang-orang ramai maka batinpun menoreh pohon getah sampai keluar
getahnya sambil membaca ikrar tanda sahnya perkawinan itu. Setelah
membaca ikrar tanda sahnya perkawinan, maka salah satu tiang rumah
digantung pau-pau yang terdiri dari sebilah keris yang dibungkus dengan
kain putih.
4. Pegawai nikah membuka upacara
5. Upacara
penutup, diberikan arahan agar jangan sampai kasau jantan (perceraian)
yaitu dapat diteroka dalam kata bersayap yang disebut managul manajal
arahan (nasehat) penghulu kepada pihak suami.
Dengan selesainya
nasehat dari penghulu, resmilah pasangan itu menjadi suami istri.
Perayaan begawai dilanjutkan dengan acara sabung ayam, pertunjukan
kesenian dan lainnya. Sabung ayam ini biasanya terus berlanjut di
hari-hari berikutnya hingga mencapai 80 pasang atau 160 ekor sabungan.
Pada Tahun 2020 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan 153 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Gawai Gedang Talang Mamak Indragiri Hulu menjadi salah satu dari Warisan BudayaTak Benda dengan Nomor Registrasi 202001116.
(sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=2043)
0 komentar:
Posting Komentar