Tradisi Manggelek Tobu ini merupakan tradisi penggilingan tebu menggunakan alat tradisional berbahan kayu yang disebut 'Gelek Tobu. Gelek Tobu membutuhkan kekompakan banyak.orang dan biasanya dibutuhkan 10 orang untuk menggiling tebu , tebu digiling dengan menggunakan sebatang kayu besar dan didodorong bersamaan oleh peserta, air sari tebu akan jatuh ke saluran yang diletakkan di bawah kayu penggilingan dan ditampung dalam sebuah wadah.  Tradisi Menggelek Tebu ini dapat Kita Jumpai Di Desa Pulau Belimbing dan Desa Pulau Jambu ,kuok Kabupaten Kampar. Tradisi Manggelek Tobu adalah warisan turun-temurun dan dahulunya Tradisi Manggelek Tobu ini dapat dijumpai di seluruh wilayah Kuok dan dulunya Kuok merupakan daerah penghasil Tebu di Kampar. Dulunya Gelek Tobu tempat anak muda mencari jodoh. Cinta bisa bersemi saat sama-sama menggelinding kayu penggiling pada acara-acara besar di kampung.
 
Seperti apa Tradisi Menggelek Tebu, dapat menyaksikan Video singkat berikut : 


Ada sebuah Cerita Unik yang dituturkan secara Turun Temurun di Lipat Kain Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar, 

Cerita Unik ini mengenai Kisah Datuak Godang atau Datuak Kombuak Sang Pendiri Negeri Lipat Kain, dikisahkan bahwa  Datuok (Datuk)  memiliki  dua  kendi dan saat ini Kendi tersebut tersisa satu yang keberadaanya berada di Halaman Rumah Keluarga Datuk Kombuok di sekitar Koto Desa Lipat Kain Selata.

Datuok Kombuok merupakan orang yang pertama datang ke Lipat Kain, perawakannya tinggi besar dan tegap. Datuok Kombuok mendiami Lipat Kain dengan   menebang hutan lalu mendirikan permukiman.




Datuak Kombuok memiliki dua kendi besar atau warga Lipat Kain menyebut dengan Takagh Godang , dulunya Kendi Besar ini digunakan untuk mengangkut air dari sungai ke desa untuk menyirami lahan ataupun memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesuburan dan keindahan Desa Lipat Kain  tersiar ke daerah lainnya sehingga warga  dari kampung lain berdatangan dan pindah ke Lipat Kain.
 

Datuok menutup usia dan kendi besar milik Datuok merasa sedih dengan berpulangnya Datuok dan  kendi tersebut menghilang, dan warga disibukkan dengan mencari kendi tersebut , pada suatu hari  dua kendi tersebut muncul muncul dari sungai dan  Kendi tersebut  bergerak sendiri dan mengejar orang-orang di desa, kemudian warga berkumpul dan   sepakat untuk menghancurkan kendi kalau kembali menyerang. Satu kendi akhirnya berhasil dipecahkan bibirnya sehingga tak bergerak lagi sedangkan kendi yang lain tidak berhasil ditangkap dan kembali ke sungai lagi.


 

Kendi kembali ke sungai hingga kini masih dicari masyarakat dan diyakini bahwa kendi tersebut  berisi emas peninggalan Datuok Kombuok dan nilainya disebut bisa menghidupi orang satu desa.

Kendi yang berhasil ditangkap dan bibirnya pecah tersebut, saat ini masih bisa dilihat dan Kendi tersebut menjadi  ikon Desa Lipat Kain Selatan dan Kendi ini menimbulkan ketakjuban  masyarakat sekitar dimana wadahnya tidak pernah dipenuhi air ketika hujan deras turun meski posisinya di tempat terbuka dan saat  kemarau  kendi ini selalu dipenuhi air.