Tampilkan postingan dengan label KESUSASTERAAN MELAYU. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KESUSASTERAAN MELAYU. Tampilkan semua postingan
Baghandu berasal dari bahasa daerah ( Ocu ), dan jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia bisa diartikan dengan “Bersenandung” atau makna-makna lain semisalnya bernyanyi, melantunkan, ayunan, buaian.

Sudah menjadi pemandangan umum bagi masyarakat Kampar pada masa dulu, bertani secara berpindah-pindah, hal ini didukung oleh alam nan hijau luas terbentang dan ketika penat saat bertani mereka  melepas kelelahan dengan Baghandu dan  melantunkan nyanyian dan nada-nada kehidupan. 

Salah satu baghandu yang melegenda adalah senandungan ibu-ibu meninabobokan buah hatinya. Hal ini diambil dari potongan Hadist Rasulullah Saw”tuntutlah ilmu itu dari ayunan hingga ke liang lahat”. Dengan dasar ini orang tua-tua Kampar mengenalkan dasar Islam kepada anak-anak balitanya dengan dua kalimat syahadat melalui ayunan atau Baghandu, bait berikut merupakan penggalan dari kalimat baghandu :

”Laa ilaa ha illallaah,
Muhammaa dur-Rasulullaah,
Tiado tuhan salain Allah
Muhammad du rasul Allah
Kok ai ba bilang ai,
Suda komi la jumat pulo,
Kok nak tontu nak agamo kami,
         Namonyo Islam, Muhammad nabi nyo...”
Sastra Lisan atau Syair Rantau Kopa berkembang di Wilayah Rokan Hulu dan Rokan Hilir, awalnya berkembang di rantau Kopar (Rokan Hilir). Dahulunya remaja muda dan mudi di Sepajang Sungai Rokan terutama di rantau Kopar berbalas pantun melalui rayuan kepada pemudi atau remaja putri.

Syair Rantau Kopar atau Syair Rantau Kopa atau Syair Antau Kopa demikian penyebutan yang lazim di Wilayah Rokan.

Ada juga penyebutan lain yang kami dapatkan melalui seorang khalifah Suluk bahwa  Kopa berasal dari kata Kepal dari cerita Tuk Penyarang dengan Putri Hijau hingga  sampai pada sebuah rantau yang bernama Rantau Koopar.

Irama Syair  Rantau Kopa tidak diciptakan khusus, tetapi sudah ada sejak dahulu dan dikenal dikenal secara turun temurun kini penutur Syair Rantau Kopa sangatlah langka.


Berikut Syair Rantau Kopa dalam bentuk video singkat :
Kesenian berdah Inhil bukan hanya sekedar Kesenian musik melayu tetapi telah menjadi simbol yang kuat terhadap nilai-nilai Islam yang telah menyatu kedalam budaya Melayu. Berdah dimainkan pada acara pesta pernikahan, Perayaan Hari Besar Islam, Qasidah, barsanji, Tepung Tawar serta acara lainnya. 


Berdah berisikan lantunan pujian dan sanjungan untuk 
Nabi besar Muhammad SAW , berdah dimaikan dengan rebana dan pemain rebana duduk bersila. Di Indragiri Inhil berdah cukup familiar di Masyarakat Mandah, bahkan berdah dijadikan mata pelajaran ekstra kurikuler bagi siswa dengan tujuan agar kesenian tradisional islami ini tidak punah.



Berdah Inhil pada event wisata religi gema Muharram 1438 Hijriyah lalu telah dicatat sebagai Rekor MURI dengan Rekor Penabuh berdah terbanyak yaitu 1001 penabuh, tidak hanya itu Berdah Inhil pernah menjadi salah satu ritual pada saat Tepung tawar Bakal Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno.

Salah cara yang dilakukan Riau agar Berdah ini Tetap lestari adalah dengan mengusulkan Berdah Inhil sebagai Warisan Budaya Tak Benda bersama 60 Warisan Budaya lainnya, namun Berdah gagal menjadi Warisan Budaya Tak Benda, selain di Inhil Berdah juga ada di kepulauan Riau, Sumatra Utara, dan Jambi.

Penasaran dengan Berdah, berikut cuplikan Singkat Video Berdah : 

 
Kesenian Iranon dengan Iringan Musik kelintang merupakan Kesenian masa lalu yang terdapat di Desa Kuala Patah parang Kecamatan Sungai Batang Kabupaten Indragiri Hilir.

Kesenian ini dibawakan oleh Ibu-Ibu, rata-rata mereka berusia lanjut, dan Kesenian ini biasa dilantunkan pada saat acara pernikahan. Kesenian Iranun merupakan kesenian dari Melayu Timur , dan Melayu Timur merupakan Suku Bangsa di Mindanao Filipina Selatan dan kemudian berkembang ke Sabah (malaysia) dan juga Indonesia (Jambi dan Riau)


Kesenian Suku Iranon  menggunakan alat musik Agong (gong), Gandang (gendang), Kulintangan/Ghulintangan (Kelintang), Bebendir dan Debak, serama, anduk-anduk dan kudidi (kedidi).
Koba merupakan salah satu tradisi lisan masyarakat Melayu yang tinggal di daerah pesisir Sungai Rokan (sekarang menjadi Rokan Hulu dan Rokan Hilir) serta di daerah Mandau (sekarang masuk daerah Bengkalis). Koba disampaikan dengan gaya bernyanyi, baik oleh laki-laki maupun perempuan. Orang yang menyanyikan koba disebut tukang koba. Koba di daerah Sungai Rokan menggunakan bahasa logat Rokan, sementara yang di daerah Mandau menggunakan logat sakai. Pertunjukan koba biasanya dilakukan di acara-acara perhelatan kampung seperti pernikahan, khitan dan sebagainya. Penyampaian koba oleh tukang koba dapat menggunakan music maupun tidak. Bagi yang menggunakan musik, alat musik yang digunakan biasanya menggunakan babano atau rebana dan gendang.

Koba dalam  Bahasa Rokan berarti Kabar sedangkan Bakoba berarti Memberikan Kabar, Koba ataupun Bakoba   berisi  nasihat kehidupan, cerita alam, hewan, makhluk halus, manusia, dewa, kayangan, kecantikan, ketampanan, kegagahan dan kadang diselingi dengan kisah-kisah lucu dan mengandung unsur edukasi dan nilai sejarah dan juga keagamaan.

Di Rokan Hulu, di Pasir Pengaraian , Kecamatan Tambusai, Rambah serta daerah lainnya KOBA ataupun BAKOBA dijadikan sebuah tontonan ataupun pertunjukan dalan sebuah acara Pernikahan, Koba dibacakan di malam hari baghda Isya dan pembacaanya dilakukan selama beberapa malam dengan cerita bersambung, dan ritual tersebut diawali dengan mensucikan diri atau mengambil wudhu oleh Tukang Koba kemudian tukang koba akan makan sirih lalu ia membacakan pantun singkat tentang proses perjalanannya hingga sampai ke tempat berkoba, dengan menyampaikan ungkapan terimakasih kepada Tuan Rumah yang memiliki hajat.

Beberapa waktu lalu kami (riaudailyphoto) berbincang dengan Pak Taslim yang didaulat menjadi Maestro Koba oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menurut Penuturan Pak Taslim yang bergelar Datuk Mogek Intan, Koba merupakan salah satu sastra Lisan yang ada di Rokan Hulu yang terancam punah, di usianya yang senja Pak Taslim cukup risau karena hingga saat ini belum banyak penerusnya yang mampu menjadi Peng-Koba. 


Cerita-cerita yang disajikan tukang koba, umumnya adalah pengembaraan tokoh atau pahlawan-pahlawan rekaan lokal, dengan bentang-ruang horisontal yang terbatas pada selat-selat, teluk, tanjung, sungai-sungai, dan daratan pesisir. Sedangkan bentang-ruang vertikalnya mencakup bumi hingga kayangan. Sebagian kecil dari korpus cerita koba dianggap sakral, karena menceritakan tokoh yang dikeramatkan oleh tukang koba. Untuk cerita yang demikian, penceritaannya tidak memerlukan perlakuan khusus. Namun saat menamatkannya, tukang koba melakukan ritual tertentu, dengan berdoa dan menyembelih ayam atau kambing pada petang sebelum cerita itu ditamatkan. Orang yang punya hajat juga harus menyediakan seperangkat persembahan kepada tukang koba, yang terdiri dari pisau belati, sekabung kain putih, dan limau purut.

Koba-koba yang terkenal misalnya Koba Panglimo Awang, Koba Gadih Mudo Cik Nginam, Koba Panglimo Dalong, dan Koba Dang Tuanku.


Sumber :
  • Wawancara Langsung Dengan Pak Taslim
  •  Menonton Langsung Pertunjukan Koba di Lancang Kuning Art Festival dan di Acara Pernikahan di Tambusai 
  • https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/koba/



    Penasaran apa itu Koba, bisa menyaksikan di video berikut : 
Pada Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Onduo menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda tersebut dengan Nomor Registrasi 201700483.
Onduo merupakan Lagu Pengantar Tidur anak anak Rokan Hulu, dulunya Para Orang Tua di Rokan belum menenal Lagu Nina Bobok, mereka menidurkan anak dengan Onduo, Masyarakat Rokan  menyebut Onduo dengan  lagu buai anak atau timang anak.

Anak  yang dibuai dinyanyikan Onduo dengan irama yang syahdu  membuat anak - anak kecil tertidur dengan cepat dan pulas, Onduo memiliki banyak filosofi  dan syairnya berisikan nasehat, tunjuk ajar,  kerinduan ,kasih sayang, serta harapan dan doa orang tua kepada anaknya kelak.

Dalam perkembangannya Onduo ditampilkan dalam acara mencukur rambut bayi , turun mandi, akikah, atau sebelum anak menika. Onduo berisi nasihat yang mengajarkan berbagai nilai kepada anak,seperti nilai nilai keagamaan yang terdapat dalam syair Onduo  yakni perintah salat dan puasa

Contoh Syair Onduo :
La ela hailla lo buyung/Tiduo tiduo lo sayang/Kayula morang la telinduong bulan/Simpa jo dahan diguyang gompo/Tiapla tahun Nobi beposan/Suruah sumayang dengan puaso/Kalau mongaji momuji Allah/bersembahyang mongampun duso


Modernisasi menggerus keberadaan Onduo, kini Emak Emak (Ibu) membuaikan anaknya dengan lagu - lagu anak melalui smartphone dengan mendengarkan lagu yang ada di Youtube, beberapa waktu lalu Balai Bahasa Riau menyelenggarakan Kegiatan Revitalisasi Tradisi Onduo dan kegiatan Ini diikuti oleh Murid dan Guru SMP di Kabupaten Rokan Hulu dengan Tujuan Onduo dapat terjaga hingga ke generasi mendatang.


Malalak merupakan tradisi lisan yang bersajak prosa liris, dan berbahasa Melayu Kampar Kiri, Tradisi atau kebiasaan Malalak sangat berhubungan dengan ungkapan perasaan atau ungkapan hati seorang penutur Malalak. Malalak itu juga dapat dikatakan sebuah nyanyian ratapan atau nyanyian kesedihan atau cetusan perasaan yang menceritakan riwayat hidup seseorang yang telah meninggal atau seseorang yang dirindukan. Jadi dapat dikatakan Malalak merupakan ratapan, jerit tangis, atau senandung hati yang diuntai dalam bentuk kata-kata yang halus dan spontan, sebagai ungkapan perasaan yang sedih



Malalak merupakan Senandung seorang wanita yang mendapat tekanan batin dari sang kekasih. Isi dan irama malalak lebih cenderung seperti ratapan dan tangisan nasib diri sendiri. Malalak berisikan luapan perasaan, gejolak jiwa dan rindu dendam seorang wanita untuk kekasih yang telah meninggalkannya. Alat musik yang mengiringi malalak adalah rebab ditampilkan dalam sebuah pertunjukan. 

Contoh syair Malalak: Indak dapek dondang di ayu tidak dapat dendang air Dondang di daghek’kan dendang didekatkan dilalukan juo dilewatkan juga Indak dapek di dalam dunio, tidak dapat di dalam dunia Di akhirat kan deyen tuntuik juo diakhirat akan ku tuntut juga Di dalam tanah jasad batamu di dalam tanah jasad bertemu

Penasaran dengan Syair Malalak ? berikut Video Tradisi Lisan Malalak dari Kampar Kiri 

 
Randai Kuantan Singingi  merupakan sebuah kesenian unik yang memperlihatkan berbagai cerita rakyat, yang dibawakan dalam sebuah pertunjukan teater seni tradisional. Kesenian ini dimainkan oleh sekelompok orang yang berjumlah sekitar 15 hingga 30 orang dalam sekali pementasan. Terdapat beberapa peran penting, seperti tokoh cerita serta peran pendukung lainnya, dalam pertunjukan kesenian yang juga dimainkan oleh mayoritas anak muda yang juga sering disebut dengan nama Randai Bujang Gadi.

 


Kesenian ini identik dengan berbagai tingkah serta atraksi dari para pemain yang mampu mengundang gelak tawa dari para peonton yang menyaksikannya. Hal ini dikarenakan terdapat berbagai lawakan-lawakan khas dan juga unik, yang pastinya akan menjadi sajian untuk kita nikmati dalam pertunjukan kesenian Randai Kuantan. Salah satu daya tarik yang mampu mengundang kelucuan dalam kesenian ini  adalah tokoh yang diperankan  oleh laki-laki yang  berperan sebagai wanita, dan begitu juga sebaliknya para pemain wanita yang memerankan diri menjadi laki-laki.
 

Selain di Kuantan Singingi , Randai juga ada di Sumatra barat ,jika di Sumatra Barat tarian randai dikombinasikan dengan Gerakan Silat. Menurut Budayawan Riau asal Kuantan Singingi UU Hamidy, bahwa Randai di daerah Kuansing, erat hubungannya dengan kedatangan perantau-perantau Minang. Randai mulai dikenal di perkampungan sepanjang sungai kuantan Indragiri Riau, kira-kira tahun 1937. Ketika itu keadaan ekonomi rakyat didaerah itu cukup baik. Harga getah cukup mahal, lagipula banyak petani atau peladang getah yang diberi subsidi oleh Belanda. Ekonomi yang baik ini telah mendorong datangnya perantau-perantau Minangkabau ke Kuantan Singingi.


Pertunjukan Randai menjadi spesial bagi Orang Kuantan Singingi, terutama bagi perantauan asal kuantan Singingi, perantauan Asal Kuantan Singingi  melestarikan Randai ini di tempat ia tinggal dengan rutin menggelar pertunjukan Randai dan mereka akan mengundang sesama  Perantauan Asal Kuansing untuk menyaksikan Randai. Perantauan Asal kuansing akan mengadakan Randai jika melangsungkan pernikahan, acara khitanan, syukuran kelahiran anak, Khatam Quran dan acara lainnya.

Pertunjukan Seni Randai menampilkan cerita yang disajikan dalam  Dialog  dan diiringi oleh Musik Calempong sambil berjoget dengan membentuk lingkaran, para penari atau Anak Randai  dengan semangat berjoget sambil berjalanan dan berkeliling membentuk lingkaran dan Induk Randai bercerita dan memimpin Jalannya Randai dan Para Penonton akan terbahak ketawa mendengar Dialog Induk randai dan Anak Randai dan tentunya Penampilan Anak Randai Laki Laki yang menjadi Wanita dengan berpakaian Wanita  dan juga Bando di kepala akan menjadi menarik perhatian penonto. Kacamata dan Syal serta peluit menjadi perlengkapan wajib dalam kesenian Randai, Anak Randai berjoget mengelilingi lingkaran sambil meniup peluit dengan membentuk irama tertentu dan menyatu dengan hentakan kaki.

Kini Dokumentasi Kesenian randai banyak dijual dalam Bentuk Kepingan CD baik dalam bentuk MP3 maupun Video, dan CD Randai tersebut menjadi lagu Wajib di Kendaraan Roda Empat bagi Perantauan Asal kuantan Singingi, Syafri Depi Pegawai Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru perantauan Asal Desa Simandolak Benai kuansing menuturkan ia menjadikan Lagu Randai sebagai Nada Dering Handphone, menurutnya Lagu Randai dengan judul Sayang den Du menjadi favorit ia dan Keluarga.




 Susunan Acara Penampilan Randai
  1. Pembukaan
    Para pemain berbaris dua-dua lalu memasuki arena, diiringi dengan musik lagu pembuka, misalnya, “Bunga Setangkai”. Barisan ini dipandu “tukang peluit” yang meniup peluitnya sesuai irama musik. Lalu mereka berjoget mengelilingi lokasi hingga membentuk lingkaran. Jika lagu telah selesai, tukang peluit meniup peluitnya sembari memberi kode telah selesai. Barisan randai yang ada lalu meneriakkan “hep heeep ta”, kemudian jongkok ataupun duduk dengan posisi melingkar.
  2. Sambutan
    Pemandu acara meminta induk randai dan tuan rumah yang memiliki hajatan untuk menyampaikan kata sambutan. Ia juga meminta ketua randai untuk menyampaikan petatah petitihnya. Kemudian, para anak randai berdiri dan berjoget mengelilingi arena, selanjutnya mereka duduk lagi.
  3. Bercerita
    Pemandu menyampai isi cerita yang akan dimainkan, lalu anak-anak randai pun berakting sesuai dengan alur cerita yang disampaikan. Setiap adegan diawali dengan cerita dari pemandu dan ditutup dengan tarian atau joged.
  4. Istirahat
    Setelah sekitar 2 jam, biasanya permainan diistirahatkan. Waktu istirahat ini biasanya diisi dengan lelang lagu dan joged oleh para bujang gadih (pemeran laki-laki atas peran perempuan) yang disaksikan para penonton.
  5. Penutup
    Pada saat penutupan, biasanya dinyanyikan lagu “Gelang Sipaku Gelang”. Para anak randai pun berjoged mengelilingi arena sembari berjalan ke luar. 

Kini Pertunjukan randai bukan hanya sekedar Kesenian tetapi telah menjadi Sebuah Identitas dan Jati Diri bagi Kuantan Singingi.


Pada Tahun 2016 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Randai menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201600309.


Pada pembukaan Festival Pacu Jalur ke-116 pada Tanggal 21 Agustus 2019   Museum Rekor Indonesia (MURI) telah menetapkan Sebuah Rekor Baru dengan Nomor Register : 9124 kepada Kabupaten Kuantan Singingi yang telah mempersembahkan tari randai yang diikuti oleh 1.574 penari dari seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi. 





Sumber :
  • https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/randai-kuantan-warisan-budaya-takbenda-indonesia-2016
  • Dialog dan Wawancara dengan Tokoh Masyarakat Kuantan Singingi
  • Youtube (Randai )




Helat Budaya Tepian Langit di Desa Rantau baru Kecamatan Pangkalan Kerinci
Desa Rantau Baru Kecamatan Pangkalan Kerinci yang biasa disebut dengan Melaka Kecil atau Rantau Baru Bawah, Rantau Baru adalah salah satu potret kampung khas Melayu yang masih relatif terjaga keasrian alamnya. Di sana terdapat sejumlah tasik seperti Danau Karang, Danau Sepunjung dan Danau Buntar yang alam semula jadinya masih cukup baik. Di Danau Sepunjung bahkan masih ada sekumpulan kayu sialang yang dihuni koloni lebah. Masyarakat sekitar masih kerap mengambil madunya. Pengunjung bisa merasakan pengalaman naik pompong menyusuri sungai dan tasik. Untuk menyusuri anak-anak sungai, bisa menggunakan sampan.

Di sepanjang sungai kita akan menemukan kehidupan khas negeri sungai seperti orang menjaring, membawa lukah dan lain sebagainya. Suasana sufi di Rantaubaru juga terwakili oleh adanya bangunan-bangunan suluk untuk mengaji dan lengkap dengan balai silat. Rantaubaru merupakan  gerbang lahir dan berkiprahnya ulama-ulama sufi terkemuka di kawasan Kampar Hilir, bahkan ada pameo yang melekat bagi masyarakat di pelalawan hingga saat ini  kalau mau jadi ulama menetaplah di Rantaubaru atau Melaka Kecil.


Desa Rantau Baru kecamatan pangkalan Kerinci yang merupakan perkampungan sufi, praktis selama 2 hari tanggal 3 dan 4 November 2012 menjadi pusat perhatian Seniman dan Budayawan Riau dan juga media massa baik itu media massa Lokal dan Nasional, dan ini juga tidak luput dari perhatian saya bersama teman-teman Blogger Bertuah Pekanbaru untuk berkunjung ke Desa Rantau Baru untuk menyaksikan pegelaran  Seni dan Budaya Melayu dengan tema “Helat Budaya di Tepian Langit, Ketika Laut Embun Bercerita”.

Akses menuju Desa Rantau Baru

Majalah SI KARI Majalah Humor dan Kartun Lokal Riau dengan slogan "Majalah Gelak Antar gelaksi" telah di soft launching pada tanggal 14 Maret 2012 di Rumah Seni dan Budaya Siku Keluang Jalan Dwikora Pekanbaru. SI KARI merupakan majalah aseli tempahan pekanbaru (produk lokal pekanbaru) karya dari SIndikat KArtunis RIau (Si Kari).  Mengusung Slogan "Majalah Gerak Antar Gelaksi", gelak sendiri berarti bunyi orang tertawa sedangkan gelaksi merupakan plesetan dari Galaksi. Slogan majalah SI KARI sebenarnya merupakan hiperbola dari harapan agar majalah ini suatu masa kelak dibaca se alam raya.


Bahasa yang digunakan dalam majalah SI KARI ini adalah bahasa tutur yang biasa kita dengar dalam pergaulan sehari-hari di Kota Pekanbaru, dimana Pekanbaru adalah Kota yang heterogen dihuni oleh warga dengan berbagai latar belakang suku yang mempunyai dialek yang berbeda beda seperti Melayu, ocu bangkinang, Minang, Jawa, Batak.  Majalah ini tidak hanya menyajikan Cerita Kartun dan Humor saja ,majalah SI KARI memiliki rubrik KARI PEDIA yang berisi kuliner Melayu dan Budaya Melayu dan juga memiliki Rubrik ZODIAKAKAKA dengan ramalan berdasarkan zodiak yang dipandu oleh Ahli Nujum yang memiliki jam praktek 24 jam kecuali jika tidak mood.



Dijamin bagi yang membaca Majalah SI KARI akan membuat tertawa terbahak-bahak, jika pun tidak terbahak-bahak segaris senyum pun jadilah. Majalah SI KARI terbit bulanan dengan harga Per eksemplar Rp. 15.000. Majalah SI KARI bisa didapatkan di Sekretariat SI KARI dengan alamat gedung Dewan Kesenian Riau (DKR) Kompleks Bandar Serai Raja Ali Haji (Purna MTQ) atau bisa menghubungi Marketing SI KARI dengan Donny Adam di nomor 081275465881.



Temu Sastrawan Nusantara Melayu Raya (Numera) di Padang, Sumatera Barat, INDONESIA, yang akan berlangsung pada 16-18 Maret 2012 murni kegiatan yang mengusung sastra dan budaya. Tidak ada unsur kepentingan lain di dalamnya, apalagi politik. Acara ini bersifat silaturahim sesama sastrawan dan terkhusus penulis-penulis muda yang diharapkan menjadi penerus tongkat estafet bangsa, mewarisi nilai-nilai budaya Melayu yang menjadi akar kebudayaan Indonesia, dan negeri-negeri serumpun Melayu lainnya.

  UNDANGAN :


Kepada
Yth. Bapak/Ibu/Tuan/Puan/Saudara (i)
Sastrawan Numera dan Penulis Muda
Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam,
Singapura, Thailand
 
di-
Tempat

Assalamualaikum Wr. Wb.

Kami doakan semoga Bapak/Ibu/Tuan/Puan/Saudara (i) dalam keadaan sehat walafiat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dengan baik.

Kami beritahukan bahwa Temu Sastrawan Numera (Nusantara Melayu Raya) untuk pertama kali akan dilaksanakan di Padang, Sumatera Barat, INDONESIA, pada 16-18 Maret 2012. TSN-1 ini bertema “Sastra, Bahasa, dan Budaya Melayu”. Rangkaian kegiatan meliputi: Seminar Internasional, Silaturahim Sastrawan, Lomba Baca Puisi, Bazar dan Peluncuran Buku, Malam Baca Puisi bersama Sastrawan Numera, serta Wisata Sastra.

Sehubungan dengan itu, kami mengundang Bapak/Ibu/Tuan/Puan/Saudara (i) para Sastrawan dan penulis muda dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, untuk mengikuti kegiatan ini. Panitia menyediakan penginapan, makan-minum, sertifikat, transport lokal, serta cenderamata selama 2 hari (16-17 Maret). Mengingat keterbatasan dana, panitia tidak menyediakan biaya transportasi peserta undangan dari tempat asal ke lokasi tujuan (PP).

Demikian Undangan ini kami kirimkan, atas perhatian, kerjasama dan partisipasi Bapak/Ibu/Tuan/Puan/Saudara, kami ucapkan terima kasih.

Wassalam,

Padang, 20 Januari 2012
Panitia Temu Sastrawan Numera-1


Catatan:
 Informasi dan permintaan Undangan dapat diajukan ke email: numeraindonesia@yahoo.com atau via pesan (sms) ke nomor 0813 7444 2075.

UNDANGAN TERBATAS!!!

***

SEKILAS│AGENDA TSN 1

TEMA


“Sastra, Bahasa dan Budaya Melayu”
LOMBA BACA PUISI PADANG
Lomba ini digelar pada tanggal 14 Maret 2012, lebih awal sebelum kedatangan rombongan sastrawan Numera, bertempat di Taman Budaya Padang*). Diikuti 50 siswa tingkat SLTA se Kota Padang. Peserta Lomba Baca Puisi akan membacakan puisi-puisi karya pemenang Lomba Cipta Puisi Padang 2011 yang diselenggarakan oleh Alumni Don Bosco (IADB) Padang akhir 2011 lalu. Koordinator lomba baca puisi Romi Zarman. Tiga pemenang mendapat kesempatan membaca puisi bersama Sastrawan Numera.
SEMINAR INTERNASIONAL
Seminar Internasional “Sastra, Bahasa dan Budaya Melayu” diikuti oleh seluruh peserta TSN 1 yang terdiri dari para sastrawan-sastrawan Indonesia-Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Singapura, Thailand, dll. Para sastrawan diundang secara terbuka untuk mengikuti acara ini. Selain sastrawan, pembicara juga terdiri dari Cendekiawan, Sejarahwan, Antropolog, yang ditunjuk mewakili masing-masing negara dipandu oleh moderator. Disamping para sastrawan, peserta seminar juga diundang guru-guru dari berbagai disiplin ilmu dengan jumlah maksimal 500 peserta. Penanggung jawab Acara Zusnelly Zubir, dan kepanitiaan dari Masyarakat Sejarahwan Indonesia (MSI) Sumbar.

SILATURAHIM SASTRAWAN
Silaturahim Sastrawan Numera bertujuan untuk mengkaji persoalan-persoalan terkait budaya dan sastra Melayu. Kegiatan ini khusus diikuti para sastrawan yang diundang dari negara-negara rumpun melayu. Kegiatan diskusi di Taman Budaya Sumatera Barat*). Diharapkan akan lahir berbagai pemikiran dan rekomendasi tentang persiapan kegiatan TSN di tahun-tahun yang akan datang. Boleh jadi Sumatera Barat menjadi tuan rumah kembali, tetapi tak tertutup kemungkinan juga daerah-daerah lainnya di Tanah Air ikut berpartisipasi menjadi Tuan Rumah. Tujuannya satu, agar semangat TSN dapat menyebar ke seluruh pelosok negeri.

BAZAR DAN LAUNCHING BUKU
Pada kesempatan ini juga akan diluncurkan Buku Puisi karya penyair-penyair muda Indonesia (150 puisi) yang lolos seleksi dan sebelumnya mereka mengikuti Lomba Cipta Puisi Padang 2011. Peluncuran ini bersamaan dengan acara Silaturahim Sastrawan yang bertempat di Taman Budaya Padang*). Pemenang lomba cipta puisi Padang yang sebelumnya diberangkatkan ke Malaysia dalam agenda Wisata Sastra juga diharapkan hadir dalam acara peluncuran ini. Selain itu, diadakan juga pameran buku karya para sastrawan dan penulis-penulis muda yang telah menerbitkan buku.

PERSEMBAHAN KARYA SASTRAWAN NUMERA
Persembahan karya Sastrawan Nusantara Melayu Raya berupa baca puisi, fragmen, dengan diselang selingi musikalisasi puisi dari Sumbar Talenta, Komunitas Sastra yang terpilih, komunitas teater yang terpilih, juga penampilan musik tradisi.

WISATA SASTRA
Seluruh peserta TSN yang diundang (selama 2 hari, 16-17 Maret) mendapat fasilitas akomodasi dan penginapan serta transportasi dari penginapan ke lokasi acara (transportasi dari daerah asal peserta (PP) ditanggung masing-masing peserta. Di penghujung acara peserta akan mengikuti agenda Wisata Sastra, di samping mengunjungi objek-objek wisata yang ada di Kota Padang.
PROGRAM│JADWAL KEGIATAN

JUMAT, 16 MARET 2012

Pukul 10.00 WIB – 18.00 WIB 
Peserta melakukan Registrasi dan Chek in ke penginapan.
   
Pukul 19.00 WIB – 22.00 WIB 
Welcome Dinner, jamuan makan malam di Palanta Rumah Dinas Walikota Padang. Dalam acara ini Walikota dan Ketua DPRD Padang menyampaikan Pidato Kebudayaan. Acara dibuka dengan tari Pasambahan, dibawakan anak-anak Talenta Sumbar.
Pukul 22.00 - ..Kembali ke penginapan.
SABTU, 18 MARET 2012-01-07

Pukul 8.00 WIB – 12.30 WIB 
Seminar Internasional. Tempat di auditorium Museum Adityawarman Padang. Pembicara: Sastrawan, Budayawan, Sejarahwan, Antropolog, Cendekiawan, yang ditunjuk mewakili negara-negara yang diundang. Beberapa panelis yang terpilih (akan ditetapkan dalam rapat). Peserta para sastrawan dan guru se Sumatera Barat.
Pukul 12.30 WIB – 13.30 WIB
 Istirahat, Shalat, Makan.
Pukul 14.00 WIB - 16.00 WIB 
Silaturahim Sastrawan Numera. Acara ini berbentuk diskusi sesama sastrawan, membicarakan berbagai persoalan terkait sastra Melayu dan perkembangannya. Perlu membicarakan juga masa depan sastra Melayu. Tempat di Taman Budaya Padang*).
Pukul 19.00 WIB – 24.00 WIB (Makan Malam di penginapan pukul 18.00) 
Malam baca Naskah Numera (puisi, cerpen, fragmen novel) karya sastrawan Indonesia-Malaysia dan sastrawan negara yang diundang lainnya. Pemenang Lomba Baca Puisi tingkat SLTA yang diadakan pada tanggal 14 Maret 2012, diundang khusus untuk ikut membaca puisi dalam kegiatan ini. Tempat di Ruang Teater Utama Taman Budaya Padang*).
MINGGU, 18 MARET 2012

Pukul 08.00 WIB – 12.00 WIB 
City tour Pantai Padang, Keripik Balado Mahkota/Christine Hakim, Jembatan Siti Nurbaya, Kota Tua, Teluk Bayur, Unand, Bypass. Wisata Sastra ke Rumah Puisi*).
Pukul 12.00 WIB -16.00 WIB (Acara bebas, penginapan bebas) 
Wisata belanja ke Kota Jam Gadang Bukittinggi. Peserta dipersilakan menikmati kuliner nasi Kapau di Pasar Atas Bukittinggi serta mengunjungi sejumlah objek wisata, seperti Taman Panorama dan Lobang Jepang.
Pukul 16.00 WIB – 18.00 WIB 
Kembali ke Padang. Peserta bermalam di penginapan (jika masih memerlukan penginapan, panitia dapat membantu menghubungkan dengan penginapan di Padang, namun biaya ditanggung oleh masing-masing peserta), dan keesokan harinya Chek Out dari penginapan untuk kembali ke daerah masing-masing.






PETUNJUK TEKNIS (JUKNIS) KEDATANGAN PESERTA
TEMU SASTRAWAN NUSANTARA MELAYU RAYA (TSN)
PADANG, 16-18 MARET 2012
Temu Sastrawan Nusantara Melayu Raya Raya (TSN) yang berlangsung di Padang, Sumatera Barat pada tanggal 16-18 Maret 2012, tinggal menghitung hari. Segala persiapan panitia untuk menyelenggarakan acara ini sudah hampir mendekati 100 persen kerja. Artinya, tinggal menerima kedatangan tamu dan menggelar sejumlah kegiatan-kegiatan yang direncanakan sebelumnya.
Sebagai PANDUAN PESERTA dalam mengikuti kegiatan ini, berikut kami sampaikan beberapa hal teknis terkait kedatangan dan kegiatan-kegiatan TSN:
A. KEDATANGAN
  1. Peserta TSN diharapkan sudah tiba di Padang pada tanggal 16 Maret 2012 dan melakukan registrasi ulang paling lambat pukul 17.00 WIB di Sekretariat Panitia.
  1. Penjemputan peserta TSN di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) Padang dilakukan oleh panitia dari pukul 10.00 s/d 13.00 WIB.
  1. Kedatangan peserta di bandara lewat dari pukul 13.00 WIB, panitia mengarahkan agar peserta naik angkutan umum, yaitu taksi (dengan tarif ongkos l.k. Rp50-70 ribu,- atau Bus DAMRI dengan tarif ongkos Rp. 20.000/orang.
  1. Lokasi pendaftaran ulang peserta (Sekretariat Panitia) dipusatkan di Asrama Haji Parupuak Tabing, Padang.
  1. Khusus Peserta TSN dari Luar Negeri (Singapura, Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam) diinapkan di Hotel Bunda, Jalan Bundo Kanduang, Padang (pembagian kamar akan diatur oleh panitia)
  1. Peserta TSN dari dalam negeri (Indonesia) akan diinapkan di Wisma Asrama Haji Parupuak Tabing, Padang (pembagian kamar akan diatur oleh panitia).
  1. Khusus peserta yang berdomisili di dalam kota Padang, panitia tidak menyediakan penginapan. Penginapan diprioritaskan untuk peserta di luar kota Padang dan luar negeri. (keadaan ini dimohonkan kemakluman).
B. RUNDOWN KEGIATAN
JUMAT, 16 MARET 2012 (PEMBUKAAN TSN)
Pukul 18.30 WIB - 19.00 WIB
- Peserta menuju Palanta Rumah Dinas Walikota Padang
- Peserta disambut dengan Tari Pasambahan
(Peserta dijemput oleh bus pengantar dari penginapan ke Palanta Rumah Dinas Walikota)
Pukul 19.40 WIB – 22.00 WIB
- Pembukaan TSN
- Pembacaan doa
- Sambutan Ketua Pelaksana
- Sambutan Ketua DPRD Kota Padang
- Welcome dinner
- Penyerahan cenderamata
- Hiburan
- Peserta kembali ke penginapan
SABTU, 17 MARET 2012
Pukul 08.00 WIB – 12.30 WIB
Seminar Internasional Budaya Nusantara Melayu
Tempat:
1. Aula Auditorium Museum Adityawarman
2. Teater Utama Taman Budaya Sumatera Barat
Pukul 12.30 WIB – 13.30 WIB
ISHOMA
Pukul 13.30 WIB – 17.00 WIB
Lanjutan Seminar dan Sesi Diskusi
Pukul 17.00 WIB – 19.00 WIB
ISHOMA
Pukul 19.00 WIB – 24.00 WIB
SILATURAHIM SASTRAWAN dengan agenda:
1. Peluncuran buku karya peserta TSN.
2. Malam baca puisi bersama sastrawan dan penyair muda.
3. Ramah Tamah.
Pukul 24.00 WIB – 00.00
Peserta kembali ke penginapan
MINGGU, 18 MARET 2012 (ACARA TAMBAHAN)
Pukul 08.00 WIB – 10.00
City tour kota Padang
Pukul 10.00 WIB – 13.00 WIB
Wisata Sastra ke Rumah Puisi Taufiq Ismail di Aie Angek, Tanah Datar.
Pukul 13.30 WIB – 16.00 WIB
Acara bebas.
Pukul 16.00 WIB – 18.00 WIB
Kembali ke Padang (selesai)
SAYONARA!
Keterangan:
1.   Fasilitas penginapan diberikan kepada peserta hanya untuk tanggal 16-17 Maret 2012.
2.   Bila pada tanggal 18 Maret 2012 malam peserta masih ingin menginap, biaya penginapan ditanggung oleh masing-masing peserta.
3.   Juknis ini bersifat TENTATIF, sewaktu-waktu dapat berubah sesuai situasi dan kondisi di lapangan.
Padang, 10 Maret 2012
Tertanda
PANITIA TSN
Catatan:
1.   Juknis ini dikirimkan ke alamat email masing-masing peserta serta diposting di blog panitia: www.numeraindonesia.blogspot.com yang ditujukan sebagai pedoman kedatangan peserta.
2.   Kegiatan-kegaiatan peserta di luar Juknis ini menjadi tanggung jawab masing-masing peserta.
CONTACT PERSON PANITIA:
Muhammad Subhan (0813 7444 2075)
Romi Zarman (0852 6396 1056)
Zusneli Zubir (0813 9224 0062)
Sastri Bakry (0877 9201 1258)

Di  Yogyakarta atau Kota lain di Jawa, Siswa SD begitu akrab dengan bahasa dan budaya Jawa, mereka sedari kecil sudah dididik untuk mengerti budaya Jawa, mereka sudah dididik untuk menggunakan bahasa jawa semenjak bayi. Di Bangku Sekolah mereka akan bertemu dengan Mata Pelajaran Bahasa Jawa. Tradisi ini terpelihara dengan sendirinya,sehingga  generasi muda mengerti dan tahu  warisan luhur nenek moyangnya.

Papan Nama RSUD Arifin Achmad yang menggunakan Tulisan Arab Melayu

Di Riau hal yang sama juga terjadi namun cara ini tidak berlangsung lama, dulunya di tahun 90an hingga awal 2000an Sekolah di Riau memiliki Mata Pelajaran Muatan Lokal Arab Melayu. Tulisan arab melayu menjadi program wajib kurikulum dasar muatan lokal yang meberikan arti dan makna bagi pelestarian budaya.  Mata Pelajaran Arab Melayu ini memiliki  makna sebagai interaksi dalam kehidupan masa lalu yang teraktualisasi pada pada cerita-cerita rakyat yang menggambarkan perilaku budaya yang ditampilkan dalam bentuk syair, hikayat, gurindam, pantun, petuah. 



Perkembangan kesusteraan Melayu ditandai dengan penggunaan Huruf Arab Melayu,masyarakat melayu merasa tulisan tersebut telah  menjadi milik dan identitasnya, awalnya tulisan ini disampaikan melalui media dakwah dalam penyeberan agama islam disemenanjung melayu.

Dulunya Huruf Arab melayu atau Jawi menjadi bahasa yang universal di nusantara, Surat-surat Raja-Raja Nusantara ditulis dalam huruf Arab melayu (Jawi),  Sebagian besar karya sastra nusantara seperti Hikayat Hang Tuah, Hikayat Raja-raja Pasai, dll ditulis dalam huruf Jawi, Cap atau stempel kerajaab pun ditulis dengan dalam huruf Jawi (Arab Melayu), mata uang di awal-awal penjajahan yang diterbitkan VOC pun dengan huruf Jawi. Kini tradisi tersebut telah hilang seiring waktu, Mata Pelajaran Muatan Lokal Arab Melayu di Riau hanya bertahan sebentar, generasi saat ini di Kota Pekanbaru dan Kota Lain di Riau maupun  Nusantara tidak akan mengenal dan mengerti dengan huruf Arab melayu.

Plang Nama Kantor Bupati pelalawan dengan Tulisan ARab Melayu

Kini dengan adanya Visi Riau 2020 yang  menjadikan Riau sebagai Pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara, sebagian besar masyarakat kembali  mengenal dan mengerti dengan tulisan arab melayu (jawi), Visi Riau 2020 mulai terlihat hampir sebagian besar nama-nama jalan di Riau dan kabupaten/kota ditulis dengan huruf arab Melayu.



PUAK MELAYU DI INDONESIA kini hanya dipandang sebagai bagian kecil dalam konsep nusantara. Padahal, di masa jaya kerajaan Sriwijaya dengan wilayah takluk yang begitu luas, sebenarnya konsep ke-Melayuan itu sempat menaungi sebagian besar wilayah Indonesia di masa silam.

Namun, jejak-rekam keperkasaan Melayu (baca juga: Melayu Nusantara) kini berbekas dalam wujud wilayah geografis yang sempit dengan indikasi-indikasi masih adanya peninggalan adat-tradisi dan nilai-nilai budaya.

Menoleh ke latar belakang sejarah yang panjang, orang-orang Melayu Nusantara yang menghuni sebagian wilayah teritorial di Indonesia berasal dari ras Weddoide yang kini direpresentasikan melalui suku-suku asli yang ada di Riau, Palembang dan Jambi, seperti suku Sakai, Kubu dan Orang Hutan. Setelah itu, antara tahun 2500-1500 SM datanglah golongan pertama ras Melayu dari bangsa Proto-Melayu yang menyeberang dari benua Asia

ke Semenanjung Tanah Melayu terus ke bagian Barat Nusantara termasuk Sumatera. Di Riau, keturunan Proto-Melayu ini dapat dijumpai melalui suku asli Talang Mamak dan Suku Laut.

Gelombang kedua kedatangan ras rumpun Melayu ini sekitar tahun 300 SM yang disebut Deutro-Melayu. Kedatangan bangsa Deutro-Melayu ini memaksa bangsa Proto Melayu menyingkir sehingga ada yang menyingkir ke pedalaman dan ada pula yang berbaur dengan pendatang. Bangsa Deutro Melayu inilah yang menjadi cikal-bakal rumpun Melayu yang ada di sebagian wilayah nusantara.

Sementara Prof. S. Husin Ali, Guru Besar dari Universiti Malaya menngatakan bahwa pendatang pertama di Semenanjung diperkirakan berasal dari kelompok Mesolitik dan Neolitik (sering disebut Proto-Melayu) yang berasal dari daerah Hoabinh di Indocina. Perpindahan ke arah selatan itu dimulai kira-kira 3000-5000 tahun yang lalu dan kebudayaan mereka sering disebut kebudayaan Hoabinhiano. Kelompok orang-orang ini terdiri dari orang-orang bertubuh kecil dan kuat, berkulit hitam dan berambut lebat. Mereka menyebar ke arah selatan Semenanjung dan beberapa di antara mereka menyeberang ke Pulau Sumatera, sedangkan lainnya terus ke Selatan sampai ke Kepulauan Melanesia di Lautan Pasifik.

Antara abad VII-XIII pada masa jaya kerajaan Sriwijaya yang pada mulanya berpusat di Muaratakus (Kampar, Riau) kemudian berpindah ke Palembang (Sumsel), wilayah kekuasaannya menyebar di seluruh Sumatera, Selat Melaka dan Semenajung Tanah Melayu. Di ujung kekuasaan Sriwijaya yang kian melemah, salah seorang Dinasti Syailendra bernama Sang Sapurba meninggalkan kerajaan Sriwijaya untuk melakukan perjalanan sambil membangun pengaruh di kerajaan-kerajaan yang sudah ada. Sang Sapurba sampai di Kerajaan Tanjungpura (Kalimantan), Bintan (Riau Kepulauan), Kuantan (Riau Daratan) dan membina hubungan baik dengan mengawinkan putra-putranya dengan putri kerajaan yang dikunjunginya. Selanjutnya, Sang Sapurba mulai membangun Dinasti Melayu melalui kerajaan-kerajaan yang ada seperti Kerajaan Bintan, Tumasik (Singapura), Melaka, Kandis, Kuantan, Gasib, Rokan, Segati, Pekantua dan Kampar.

Di Kerajaan Bintan, seorang anak Sang Sapurba yang bernama Sang Nila Utama dikawinkan dengan putri Kerajaan Bintan yang kemudian dinobatkan menjadi raja. Sang Nila Utama pula yang membangun kerajaan Tumasik. Kerajaan Tumasik dengan raja terakhir, Prameswara saat diserang Kerajaan Majapahit, selanjutnya mendirikan Kerajaan Melaka.

Kerajaan Melaka akhirnya ditaklukkan Portugis. Muncullah kemudian Kemaharajaan Melayu dibawah kepemimpinan Sultan Mahmud Syah I yang berkedudukan di Bintan kembali merebut bekas-bekas taklukan Kerajaan Melaka.

Bentangan sejarah masa silam itu, memberikan gambaran bagaimana perkembangan puak Melayu di kawasan Nusantara yang dominan berada di kawasan Semenanjung Tanah Melayu dan pesisir Timur Sumatera. Di masa jaya Kerajaan Melaka, seorang Panglima Angkatan Lautnya yang sangat termasyhur, Laksemana Hang Tuah mengikrarkan semboyan yang sangat memuja kejayaan bangsa Melayu. Ikrar Hang Tuah itu berbunyi:
Esa hilang dua terbilang
Tak Melayu hilang di bumi
Tuah sakti hamba negeri

Perkembangan puak Melayu setelah masa jaya kerajaan-kerajaan Melayu senantiasa memberikan peluang bagi kaum pendatang untuk berasimilasi. Di abad ke-18, lima orang putera Upu Tenderi Burang Relaka dari Luwe mengembara di Kepulauan Riau. Kelima orang itu adalah Daeng Perani, Daeng Menambun, Daeng Marewa, Daeng Celak dan Daeng Kemasi yang bergabung dengan para putera Sultan Abdul Jalil Riayat Syah II menggulingkan Raja Kecil yang memerintah Kemaharajaan Melayu di Bintan. Inilah awal mulanya para pendatang Bugis secara turun-temurun ikut memerintah atau menjadi pembesar kerajaan Bintan.

Proses migrasi dari para pendatang yang ada di sekitar kawasan Melayu Riau baik di masa bermunculannya kerajaan-kerajaan Melayu maupun setelah masa kemerdekaan, makin terbuka bagi para pendatang. Proses perbauran atau asimilasi tak terhindarkan sebagai proses alamiah terbentuknya puak Melayu Baru. Proses yang sama berlangsung pula di kawasan Melayu terutama di Sumatera dan Kalimantan seperti Palembang, Deli (Medan), Jambi, dan Pontianak. Puak Melayu Baru inilah yang membentuk pluralitas (kemajemukan) Melayu sehingga orisinalitas Melayu sangat sulit ditemukan sejak dulu.

Bila pemahaman ‘putra daerah’ Melayu dimaksudkan asal-usul orang Melayu yang pertama mendiami bumi Nusantara ini, tentulah dari ras Weddoide, Proto-Melayu dan Deutro Melayu yang kini tersisa sebagai suku-suku asli. Tapi pada generasi Melayu Baru, amat sulit mencari orisinalitas Melayu karena pengaruh perbancuhan ras dan suku yang datang silih-berganti di kawasan-kawasan bersempadan (perbatasan).

Bila daerah Melayu-Riau dijadikan studi kasus perbancuhan orang tempatan (penduduk yang menetap lebih awal di suatu kawasan) dengan orang-orang pendatang, maka sebenarnya orang-orang Melayu Riau tersebar dan dipengaruhi sekurang-kurangnya 5 sub-kultur dari hasil asimilasi budaya tersebut.

Kelima sub-kultur yang berbancuh dengan kultur Melayu itu adalah: Pengaruh Bugis dengan wilayah sebaran di Riau Kepulauan dan Indragiri Hilir, Pengaruh Minangkabau (wilayah Kampar dan Taluk Kuantan, Kuantan-Singingi), Pengaruh Banjar (wilayah Indragiri Hilir), Pengaruh Mandahiling (wilayah Pasir Pangarayan, Rokan Hulu), Pengaruh Arab (wilayah Siak Sriindrapura, Pelalawan, Indragiri Hulu).

Dalam wacana ‘putra daerah’ di era Otoda, pluralitas Melayu dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan redefinisi yang lebih fleksibel. Pengakuan politis dan sosiologis bagi seseorang untuk disebut sebagai orang Melayu dapat dipertimbangkan pola Malaysia yang mempertegas definisi orang Melayu di dalam konstitusi yang menetapkan seorang Melayu dicirikan dengan penganut agama Islam, berbicara dalam bahasa Melayu dan mematuhi adat-istiadat Melayu.


Bagi Melayu Riau, definisi orang Melayu versi konstitusi Malaysia ini menjadi dilema tersendiri karena adanya pluralitas Melayu yang dikebat oleh jalinan sejarah yang panjang. Bila persyaratan ‘berbicara dalam bahasa Melayu’ dijadikan kasus, pertanyaan yang muncul adalah bahasa Melayu di daerah pengaruh kultur apa? Sebab, orang-orang Melayu di Kampar dan Taluk Kuantan misalnya, sehari-hari ternyata menggunakan bahasa ibu yang dialek dan langgamnya mirip bahasa Minangkabau. Begitu pula, orang Pluralitas Melayu dalam Bentangan SejarahMelayu yang ada di Tembilahan justru sehari-hari dominan berbahasa Banjar dan Bugis. Bisa jadi, orang Melayu di Riau Kepulauan dan Siak Sri Indrapura yang justru berbahasa Melayu yang juga digunakan dalam bahasa pergaulan sehari-hari di negara tetangga, Malaysia dan Brunei Darussalam, yang kelak dijadikan sebagai cikal-bakal bahasa Indonesia.

Dilema lain berkaitan dengan penggunaan adat-istiadat atau nilai budaya Melayu yang juga cukup majemuk. Tradisi yang berlaku dalam kehidupan masyarakat Melayu di daerah sebaran dan pengaruh 5 sub-kultur yang ada ternyata sangat berbeda. Sebutlah tradisi nikah-kawin, kelahiran anak, pemberian gelar adat atau pengangkatan pemuka adat ternyata sangat bervariasi di masing-masing daerah di 5 sub-kultur tadi.


Barangkali jadi menarik pernyataan Prof. Tan Sri Ismail Hussein, budayawan Malaysia yang terkenal dengan konsepnya ‘memperbesar bilik-bilik kebudayaan Melayu’. Dalam pandangannya, rumpun Melayu Nusantara harus dipandang sebagai kesatuan budaya Melayu makro. Dalam kaitan ini, orang Minangkabau, Jawa, Sunda, Bugis, Bali di Indonesia dapat dipandang sebagai rumpun Melayu dalam arti yang luas.

Pandangan Tan Sri Ismail Hussein ini bisa terinspirasi atas pluralitas Melayu Baru di Malaysia yang kini sangat berbancuh dengan para pendatang dari kelompok pribumi termasuk pendatang-pendatang dari Indonesia yang mengalir deras sejalan dengan pertarungan nasib dalam mencari kerja. Di dalam sensus penduduk Malaysia, ada kecenderungan para pendatang Indonesia dari berbagai variasi suku dan ras yang ada dipandang sebagai orang-orang Melayu. Apalagi sebagian di antara mereka juga sudah terbiasa berbahasa Melayu atau logat dan dialek Melayu baik akibat pergaulan sehari-hari atau proses nikah-kawin dengan orang-orang tempatan.

Kesulitan dalam membuat pengakuan sebagai orang Melayu ini, pernah dilansir Prof. S. Husin Ali, seorang Guru Besar pada Universiti Malaya dalam bukunya, Rakyat Melayu: Nasib dan Masa Depannya. Prof. Husin Ali memberi tamsilan, sebuah pertanyaan dapat diajukan, dapatkah seorang Cina Melaka (baba) yang berbicara dalam bahasa Melayu, menyanyikan lagu-lagu Melayu (dondang sayang), mengenakan sehelai sarung di rumah, makan dengan tangan (tanpa sendok atau sumpit), serta duduk bersila di atas lantai dan menikahkan anaknya menurut adat Melayu, dianggap sebagai orang Melayu?

Selanjutnya, Husein Ali menambahkan, dan bagaimana dengan seorang perwira Melayu yang memperistri seorang gadis berkebangsaan Inggris, di rumah berbicara dalam bahasa Inggris, makan di atas meja dengan menggunakan sendok dan garpu, minum bir, mengenakan piyama waktu tidur dan mengawinkan anaknya menurut cara Barat dan mengadakan resepsi di Hilton? Bukankah ini bertentangan dengan Baba Melaka tadi? Tak seorang pun meragukan bahwa ia seorang Melayu atau mempersoalkan asal-usulnya jika pada masa pensiunnya ia menjadi seorang politisi yang memperjuangkan hak-hak Melayu, tetapi memanfaatkan posisinya yang penting itu untuk memperoleh surat izin untuk dirinya sendiri atau untuk ditunjuk sebagai dewan pengurus dari suatu perusahaan asing dan pada akhirnya diangkat sebagai seorang Datuk atau Tan Sri. Semuanya itu bisa dicapai, meskipun dengan pergaulan dan cara hidup non-Melayu.

Prof. Husin Ali juga mempertanyakan bagaimana dengan imigran yang berasal dari berbagai daerah di persada Nusantara Melayu ini yang karena latar belakang sejarah dan sosial budaya menjadi orang Melayu? Minangkabau, Aceh, Bugis, Banjar dan sebagainya. Kebanyakan dari mereka tinggal di negeri ini (Malaysia) semenjak kecil tetapi juga terdapat pendatang-pendatang baru. Banyak di antara mereka yang hanya menggunakan dialek bahasanya sendiri dan bukan bahasa Melayu. Dengan kata lain, persyaratan bahasa tidak mereka penuhi. Apakah dengan ipsio facto ini mereka bukan orang Melayu dan karenanya tidak berhak atas hak istimewa yang diperuntukkan bagi orang Melayu? Kelompok mereka dapat dianggap sebagai bagian dari rumpun besar Melayu Indonesia. Jika kita berbicara mengenai kebudayaan, mereka harus dianggap sebagai orang Melayu. Tetapi ini menurut definisi sosial-budaya dan bukan menurut definisi hukum yang sah. Dalam konstitusi (Malaysia) tidak ada pengakuan bahwa bahasa Jawa, Minangkabau dan Aceh masih berhubungan dengan bahasa Melayu.

Barangkali, konsep pluralitas Melayu menjadi penting untuk memperkecil penyempitan wawasan kebangsaan menurut ras atau suku secara mikro yang selalu ditumpangkan atas nama ‘putra daerah’. Bisa jadi, arogansi ras yang pernah diagung-agungkan Hitler dengan bangsa Aria di masa lalu justru makin memecah belah rasa kesatuan dan persatuan antar bangsa-bangsa dunia. Lebih-lebih lagi, tak ada sebenarnya dominasi suatu ras atas ras lain karena sesungguhnya semua bangsa-bangsa dunia pada mulanya adalah satu: we are the world.

Oleh :
Fakhrunnas MA Jabbar

Dalam masyarakat Melayu Indragiri Hulu, salah satu prosesi adat pernikahan adalah membacakan Surat Kapal atau bisa juga disebut dengan Syair Cendrawasih atau Cerita Kapal. Syair Cenderawasih merupakan syair yang khusus dibacakan ketika keturunan bangsawan menikah, baik sesama keturunan bangsawan (Raja) maupun salah satu diantaranya berdarah biru. Sedangkan Surat Kapal atau Cerita  Kapal khusus dibacakan dan dilantunkan bagi orang kebanyakan (masyarakat umum).

Surat Kapal menceritakan siapa calon pengantin, dimana pertemuannya, apa aktivitasnya, siapa keluarganya dan keturunannya dan melalui syair Surat Kapal ini calon pengantin diminta belajar banyak bagaimana filosofis perjalanan kapal. Seperti bagaimana melawan ombak perkawinan, riak-riak kecil perjalanan rumah tangga dan sebagainya.

Berikut contoh Surat Kapal di salah pesta pernikahan di Kecamatan Peranap, Indragiri Hulu :


1. Dengan bismillah saya mulakan
Assalamualaikum saya ucapkan
Tiada lain untuk tujuan
Surat kapal saya bacakan

2. Rumpun bambu di tepi perigi
Tumbuh rebung menjadi buluh
Ampun hamba tegak berdiri
Wujudnya hamba duduk bersimpuh

3. Pujian syukur kita panjatkan
Ke hadirat Allah pencipta alam
Melimpahkan rahmat siang dan malam
Kepada umat penghuni alam

4. Selawat dan salam beriring pula
Nabi Muhammad pemimpin kita
Salat lima waktu janganlah lupa
Salat disebut tiang agama

5. Dengan bismillah permulaan kalam
Kertas dan dawat berwarna hitam
Cerita dibuat siang dan malam
Menyampaikan hajat seorang insane

6. Kami kisahkan seorang pemuda
Duduk termenung berhati hiba
Niat di hati mencari intan permata
Di rawah kononnya ada

7. Duduk di teras di atas kursi
Ambil gitar bawa bernyanyi
Lagunya merdu bernada tinggi
Lagunya bernama si jali-jali

8. Encik Masbah seorang pemuda
Pergi berjalan kendaraan honda
Astrea grand ataupun supra
Cari hiburan senang hatinya

9. Amaliah terpandang pula
Kecik dan mungil pula manis wajahnya
Masbah tercantul hati dia
Ingin berkenalan malu pula

10. Besok harinya diulang lagi
Terus-terang saja tak sabar lagi
Malam tadi ku tidur bermimpi
Gadis kuidamkan di pelukan ini

11. Teringat semalam tidur bermimpi
Gadis yang tampak berjumpa lagi
Inikah jodoh Tuhan takdiri
Siang terbayang malam bermimpi