RIAU AIR LINES FLIGHT IS OWNED RIAU PROVINCE
Festival Bakar Tongkang is a leading cultural tourism Riau Province of Rokan Hilir (Rohil). Festival Bakar Tongkang has become a national and even international tourism. Fuel Barge ceremony is a traditional ceremony Tionghoa community in the capital district of Rokan Hilir Bagansiapiapi.

Pekanbaru Medical Center Facilities
  • Outpatient
    • Emergency Services
    • Outpatient Clinics
    • Health Screening
  • Inpatient
    • In-patient ward
    • ICU/HCU/NICU
  • Medical Support Facilities
    • Diagnostic services
    • Digital Imaging : Conventional, USG 4 Dimension, ECG, Spirometry, Mammography, etc.
    • Laboratory
    • Pharmacy
    • Cath-Lab
    • Endoscopy & Bronchoscopy
    • Delivery Room
    • Physical Therapy
    • Hemodialysis
    • Laparascopy
    • Cystoscopy
  • Public Facilities
    • Auditorium
    • Cafetaria
    • Children’s Playground
    • Musholla
    • Retail Shop
    • Parking
Address :
Pekanbaru Medical Center (PMC) Hospital
Jl. Lembaga Pemasyarakatan No. 25
Pekanbaru 28282 – Indonesia
Phone : (+62-761) 848100, 859510
Fax : (+62-761) 859510
ANJUNGAN SENI IDRUS TINTIN grandly in the National Arena to Purna MTQ 17 Pekanbaru is now changing its name to the KOMPLEKS BANDAR SERAI RAJA ALI HAJI By building ARCHITECTURE MALAY .

Monumen Lokomotif (Monument locomotive) and Tugu Pahlawan Kerdja  is located in the Marpoyan, Simpang Tiga Pekanbaru inaugurated on August 17, 1958. The location of one of the historic monuments Pekanbaru city is now surrounded by graves. This cemetery is a  worker who built the railroad locomotive at the time of colonization

These locomotives operate only once in his life and become a dead halt, and now he became one of the tourist trade mark Pekanbaru.  to respect workers locomotive maker locomotive built around Monument  Tugu Pahlawan Kerdja 




Bajaj is a old transport, which is now being considered to disturb the beauty of the city. In Riau bajaj can be found on the street Tengku Umar Pekanbaru
Images in the Big City Police Office (Poltabes) Pekanbaru Jl. Ahmad Yani Pekanbaru. The picture is a series of tests to get a driver's license (SIM) is performed by the Parties Poltabes Pekanbaru

Muara Takus Temple is a Buddhist temple located in Riau, Indonesia. This temple complex is located in the village of precisely Barelang, District XIII Koto Kampar Regency or the distance is approximately 135 kilometers from the city of Pekanbaru, Riau. The distance between this temple complex in the village center Barelang approximately 2.5 miles and not far from the edge of the Kampar River Right.                   This temple complex surrounded by a wall measuring 74 x 74 meters outside the walls there are also arealnya sized ground 1.5 x 1.5 kilometers surrounding this complex sampal to Kampar Kanan river.


Within this complex there are also old temple buildings, temples and Mahligai Youngest Stupa and Palangka. Temple building material composed of sandstone, river rock and brick. According to sources original, bricks for this building built in the village Pongkai, a village located on the downstream side of the temple complex. Former mining land for the bricks until now regarded as a highly respected residents. To carry bricks to the temple, done in relay from hand to hand. This story must be true although not yet give the impression that temple building was the work together and conducted by the crowds.
Hampir setengah abad setelah tenggelamnya Kerajaan Pekaitan dan Batu Hampar, munculah Kerajaan baru di Rokan Hilir, yaitu Kerajaan Bangko. Kerajaan Bangko didirikan oleh seorang ulama asal Aceh bernama Syarif Ali. Kerajaan ini berdiri kira-kira pada pertengahan abad XVI. Syarif Ali mendirikan kerajaan Bangko di wilayah yang merupakan bekas Kerajaan Batu Hampar. Salah satu sumber menyebutkan Syarif Ali adalah keturunan Sultan Malikussaleh. Syarif Ali pergi berlayar dan terdampar disebuah daratan, daratan itu disebut Pembatang, ketika itu Pembatang telah bermukim seseorang yang bernama Datuk Rantau Benuang, ia mengajak Syarif Ali untuk bermukim di Pembatang dan menikahkannya dengan anaknya yang bernama Halimah Putih.

Sejak kedatangan Syarif Ali, Islam berkembang pesat didaerah Pembatang dan didaerah sekitarnya, lalu daerah di sekitar Pembatang di beri nama Bantayan, diambil dari nama desa di Aceh, tempat asal Tengku Syarif Ali. Sejak itu beliau menetap di situ dan mengembangkan agama Islam pada penduduk Negeri Bangko.
Kerajaan Rokan terdapat di Desa Rokan IV Koto Kabupaten Rokan Hulu.
Raja Raja yang pernah memerintah di Kerajaan Rokan IV Koto
Raja I. Sultan Seri Alam 1340-1381
Raja II. Tengku. Raja Rokan 1381-1454
Raja III. Tengku Sutan Panglima Dalam 1454-1519
Raja IV. Tengku Sutan Sepedas Padi 1519-1572
Raja V. Tengku Sutan Gemetar Alam 1572-1603
Raja VI. Yang Dipertuan Sakti Mahyuddin (Raja Pertama dari Pagaruyung) 1603-1645
Raja VII. Yang Dipertuan Sakti Lahid 1645-1704
Raja VIII. Tengku Sutan Rokan (Pemangku) 1704-1739
Raja IX. Yang Dipertuan Sakti Selo 1739-1805
Raja X. Andiko Yang Berempat (Wakil) 1805-1817
Raja XI. Dayung Datuk Mahudun Sati (Pemangku) 1817-1837
Raja XII. Yang Dipertuan Sakti Ahmad 1837-1859
Raja XIII. Yang Dipertuan SaktiHusin 1856-1880
Raja XIV. Tengku Sutan Zainal (Pemangku) 1880-1903
Raja XV. Yang Dipertuan Sakti Ibrahim 1903-1942

Bukti Sejarah Peninggalan Kerajaan Rokan  terletak di Desa Rokan IV Koto yaitu Istana Rokan ,jaraknya sekitar 46 km dari Pasirpengaraian. Istana Rokan adalah peninggalan dari kesultanan “Nagari Tuo” berumur 200 tahun. Istana dan beberapa rumah penduduk sekitar ini memiliki koleksi ukiran dan bentuk bangunan lama khas Melayu (Rumah tinggi).


Sumber : 
Catatan dari Gazali pewaris Kerajaan Rokan IV Koto (Salinan dari catatan Sejarah Rokan IV Koto)
Sejak pertengahan abad XV sesudah pudarnya Kerajaan Rokan pertama di Kotalama, maka berdiri kerajaan Rokan bernama Kerajaan Pekaitan yang mengambil nama berdasarkan nama negeri tersebut yaitu negeri Pekaitan. Rajanya bergelar Yang Bertuan Besar Sungai Daun yang memiliki nama asli Raja Kunto. Negeri Pekaitan terletak di seberang Bagansiapiapi (di sebelah barat Sungai Besar) ± 5 kilometer dari Muara Sungai Rokan.

Rajanya senantiasa ingin bersenang-senang dengan rakyatnya. Pesta yang ia adakan (kenduri) biasanya sampai 40 hari 40 malam dengan bermacam kegiatan seperti silat, tari, catur, sabung ayam dan sebagainya. Ibu kota kerajaan bernama Pekaitan, dengan kondisi kota yang luas dan ramai. Permukiman yang padat dan berderet dari Pekaitan sampai di Siarangarang. Panjang kota Pekaitan ± 25 kilometer dengan kondisi penduduk yang makmur dan bermacam mata pencaharian seperti pertanian dan perdagangan.

Berbagai macam rempah-rempah hingga daun nipah, rotan, damar dan berbagai hasil hutan lainnya diperdagangkan di Bandar Pekaitan. Bandar Pekaitan berdasarkan cerita sama besarnya dengan Pelabuhan Pasai dan Malaka yang selalu ramai dan selalu disinggahi kapal dagang dari berbagai negara seperti India, Arab, Tiongkok, Portugis dan negara Eropa lainnya. Perhubungan Nusantara pada saat itu dari Majapahit – Malaka – Pekaitan – Jambu Air – Pasai – Goa – dan Eropa serta sebaliknya. Para pedagan tersebut mengisi air minum dan membeli hasil bumi penduduk Pekaitan.
Pada masa dulu terdapat sebuah kerajaan yang gemilang bernama Tanah Putih. Konon, sebelum menjadi Tanah Putih negeri ini disebut Tanjung Melawan. Ada lagi kerajaan yang tempatnya berdekatan dengan Kerajaan Tanjung Melawan yaitu Kerajaan Tungtung Kapur. Catatan mengenai keberadaan awal berdirinya negeri Tanah Putih ini sangat sedikit. Informasi yang agak jelas hanyalah setelah Tanah Putih bergabung dengan Kerajaan Siak pada tahun 1730 bersamaan dengan bergabungnya Kerajaan Bangko dan Kubu.

Wilayah yang menjadi negeri Tanah Putih adalah Segerogah mengikuti Sungai Rokan, mudik ke Pasir Rumput berbatasan dengan daerah Kunto di Kota Intan, kemudian dari Sarang Lang mengikuti Sungai Rokan mudik kekiri masuk ke Batang Kuman, lalu ke Muara Batang Buruk sampai watas ( batas ) air mendidih di Kepenuhan. Kemudian dari Sungai Ragung sampai Batin Delapan, dari Tanjung Serogah ke Hulu daratan di Sungai Daun aran kekanan. Ke Sungai Mahna hingga ke Hulu kemudian ke Lengkuas berbatasan dengan Tambusai.

Rakyat Tanah Putih terdiri dari 4 suku. Keberadaan suku-suku di Tanah Putih yang disebut dalam Bab Al Kawaid antara lain :
•Suku Melayu Besar dengan kepala suku bergelar Dt. Setia Maharaja
•Suku Melayu Tengah dengan kepala suku bergalar Dt. Raja Muda
•Suku Mesah dengan kepala suku bergelar Dt. Meraja Lela
•Suku Batu Hampar dengan kepala suku bergelar Dt. Sura Diraja
Sedangkan Kepala Negeri Tanah Putih bergelar Datuk Setia Maharaja dari suku Melaya Besar.