Kampung Bandar Senapelan sebagai salah satu saksi sejarah kota Pekanbaru. Dahulunya di Kampung Bandar ini terdapat terminal dan kini terminal tersebut menjadi sebuah cerita ke anak cucu dan yang tersisa dari terminal tersebut  hanya dinding beratap dari batu yang merupakan sebuah Halte, dan halte ini terletak dibawah Jembatan Siak III.

Dulunya disekitar terminal juga terdapat jembatan dan jembatan ini merupakan satu-satunya (dan mungkin sebagai jembatan yang pertama melintasi Sungai Siak) sebagai sarana penyeberangan di era 1950 hingga 1970-an yang meghubungkan wilayah Senapelan dan Rumbai melalui Sungai Siak. Jembatan ini dilengkapi dengan fasilitas sebuah terminal oplet (mikrolet) dan halte terminal dimana halte ini digunakan sebagai tempat persinggahan bagi para penyeberang.
                                 

Dulunya Karyawan Chevron Pasifik Indonesia (dh Caltex) yang akan bekerja ke Rumbai mendominasi pengguna Jembatan ataupun Terminal, dan sebagian karyawan Caltex tersebut menggunakan sepeda dan sepeda tersebut diparkir atau dititipkan di Rumah Rodiah Thaher yang persis berada di Depan Terminal, lalu mereka melajutkan perjalanan ke Rumbai menggunakan Transportasi lain dengan melewati jembatan dan terminal ini berfungsi sebagai terminal transit.

Sejak peresmian pemakaian Jembatan Siak I  pada 19 April 1977, maka terminal transit bagi para pengguna angkutan kota Pekanbaru tempo dulu ini sudah tidak berfungsi lagi.

Kini kawasan di sekitar terminal lama dijadikan taman dan disekitar taman tersebut juga terdapat salah satu Cagar Budaya yaitu Rumah Singgah Sultan Siak.


Halte Terminal Lama Pekanbaru   ini  merupakan Salah Satu Cagar Budaya Tidak Bergerak yang ada di Kota Pekanbaru yang telah mendapat pengakuan dari Balai Pelestarian Cagar  Budaya Sumatera Barat dengan Nomor Register : 06/BCB-TB/B/01/2014.

Video berikut dapat menggambarkan seperti apa kondisi Halte tersebut :

 
Pada zaman Penjajahan Belanda diIndonesia terdapat Departemen Perhubungan atau dikenal dengan istilah Haven Master dan Haven Master ini mengurusi wilayah Perairan, pelabuhan dan saat ini identik dengan syahbandar.

Haven Messter pada dahulu cukup disegani, ia memiliki kekuasaan sebagai syahbandar dan juga kepala bea cukai. Di Pekanbaru dulunya terdapat Haven Meesterdan salah satu Bukti adanya Haven Meester di Pekanbaru adalah Rumah Peinggalan Haven Meester, rumah ini terdapat di Jalan M. Yatim dan sayangnya bangunan ini tidak terawat.

                              

Peran dan tugas Havenmeester ini sama dengan Syahbandar. Pada masa Sultan Syarif Hasyim, di bawah pemerintahan Hindia Belanda, cukai dan urusan pelabuhan tidak lagi dipungut oleh Kerajaan Siak, tetapi telah beralih ke bawah kekuasaan Belanda.

Pemerintah Hin
dia Belanda menugaskan seorang Ontvanger Belanda yang memiliki kewenagan sebagai Syahbandar (Havenmeester) dan Kepala Bea Cukai (Douane). Rumah Havenmeester kini sudah tidak terawat dan memprihatinkan. Bentuk bangunannya belum berubah, dikenal dengan sebutan Rumah Dinas Bea Cukai.
Pada masa Sultan Syarif Kasim II berkuasa,dimulailah penataan Pekanbaru menjadi ibukota Distrik. Pada masa ini mulai dibangun bangunan resmi seperti balai-kantor, rumah pejabat, gudang-gudang di pelabuhan,rumah penjara, dan jalan-jalan di dalam kota



Pemerintah Belanda juga turut serta membangun, salah satunya adalah pembangunan rumah kediaman Havenmeester. Rumah ini diperkirakan berdiri antara tahun 1917-1925; kira-kira pada masa pemerintahan Districtshoofd Datuk Pesisir Muhammad Zein dan dilanjutkan pada masa Pemerintahan Datuk Comelpada tahun 1921-1925.



Rumah Haven Meester ini  merupakan Salah Satu Cagar Budaya Tidak Bergerak yang ada di Kota Pekanbaru yang telah mendapat pengakuan dari Balai Pelestarian Cagar  Budaya Sumatera Barat dengan Nomor Register : 07/BCB-TB/B/01/2014
Bangunan ini merupakan salah satu bangunan Tua yang ada di Kota Pekanbaru, namun kami belum mendapat informasi yang valid mengenai keberadaan Gedung ini. Bangunan ini berlokasi di Jl. M. Yatim Pekanbaru.

Saat ini Gedung ini dikelola Departemen Hukum dan HAM Republik Indnesia Kantor Wilayah Riau dan difungsikan sebagai Pos Imigrasi Pelabuhan Pekanbaru.


Bangunan ini merupakan tipe bangunan lama, bangunan ini cukup unik terutama jendela , ukiran unik di ventilasi udara serta pintu dan semuanya mengikuti gaya bangunan kolonial



Gedung Kantor Imigrasi ini  merupakan Salah Satu Cagar Budaya Tidak  yang ada di Kota Pekanbaru yang telah mendapat pengakuan dari Balai Pelestarian Cagar  Budaya Sumatera Barat dengan Nomor Register : 10/BCB-TB/B/01/2014.

Bangunan ini juga dapat dilihat melalui video berikut :
 
Keberadaan Kompleks makam Raja-Raja Rambah ini tidak terlepas dari eksistensi Kerajaan Rambah. Kerajaan Rambah merupakan salah satu dari lima Kerajaan Melayu di daerah Rokan Hulu.

Kerajaan Rambah diperkirakan berdiri sekitar pertengahan abad ke XVII Masehi dan
sudah menganut Agama Islam. Kerajaan Rambah ini memakai sistem Raja Empat Selo yaitu tiga anak raja, satu anak raja-raja. Secara hierarki, Kerajaan ini masih memiliki pertalian saudara dengan Kerajaan Tambusai.
 


Pendiri Kerajaan adalah Raja Muda beserta rombongan Sutan Perempuan. Raja Muda adalah anak dari Raja Kerajaan Tambusai, sedangkan rombongan dari Sutan Perempuan berasal dari Penyabungan. Mereka mencari lokasi kerajaan dengan mengikuti arus sungai ke hulu. Mereka menemukan satu lokasi yang dianggap tepat dan menjadikannya sebagai kerajaan. 

Dari hasil pantauan pada salah nisan di kompleks makam ini, terdapat angka tahun yang menunjukkan 1292 H atau sekitar 1871 m. Dalam kompleks makam tersebut, setidaknya ada sebelas (11) Raja Rambah yang dimakamkan, diantataranya adalah :
  1.  Gapar Alam Jang Dipertuan Muda
  2.  Mangkoeta Alam Jang Dipertua Djumadil Alam
  3.  Alam Sakti
  4.  Poetra Mansyoer
  5. Soeloeng Bakar yang Dipertuan Besar
  6. Abdoel Wahab Yang Dipertuan Besar (Alm. Kajo)
  7. Ali Domboer Jang Dipertuan Besar (Alm. Saleh)
  8. Sati Lawi Jang Dipertuan Besar (Alm. Pandjang Janggoet)
  9. Sjarif Jahja Jang Dipertuan Moeda 
  10. Ahmad Kosek Jang Dipertuan Djoemadil Alam
  11.  Muhammad Sjarif Jahja Jang Dipertuan Besar (Alm. Besar Tangan Sebelah)

Pemakaman ini merupakan kompleks pemakaman raja raja Rambah yang kedua. Lokasi pertama berada di Kampung Rambahan Tanjung Beling. Secara arkeologis, makam raja-raja rambah mengunakan nisan tipe Aceh.
 
Keberadaan kompleks makam ini diperkirakan mulai ada pada awal tahun 1800-an. Kompleks pemakaman ini dahulunya berada dalam kompleks istana Kerajaan Rambah yang berada di pinggir sungai Rokan Kanan dengan jarak sekitar 250 meter dari jalan raya Pasir Pengaraian - Dalu-Dalu. 

Makam Raja Raja Rambah telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Tidak Bergerak di Kabupaten Rokan Hulu oleh Badan Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat dengan Nomor Inventaris Cagar Budaya : 11/BCB-TB/B/05/2007

Gambaran Mengenai Makam Raja-Raja Rambah dapat dilihat pada video berikut 




SDN 001 Rambah merupakan SD Tertua di Rokan Hulu atau mungkin bisa saja menjadi SD Tertua di Riau, Bangunan SDN 001 Rambah ini pada awalnya merupakan sekolah pada zaman Kolonial Belanda yaitu HIS (Hollands Inlandse School) yang dibangun pada tahun1916.

Secara umum HIS merupakan sekolah yang diperuntukan untuk pribumi. Kurikulum yang dipakai HIS adalah sesuai yang tercantum dalam Statuta 1914 No.764, yaitu meliputi semua pelajaran ELS (EuropeseLagere School).

Di HIS diajarkan membaca dan menulis bahasa daerah dalam aksara Latin dan Melayu dalam tulisan Arab dan Latin dan bahasa Belanda. Latar belakang berdirinya HIS ini, tidak terlepas dari perkembangan pendidikan di zaman kolonial Belanda dan diberlakukannya “Politik Etis” di Indonesia. Secara umum politik etis ini juga disebutkan sebagai “balas budi” dari kolonial Belanda kepada daerah jajahan terkait berbagai perlakukan terhadap daerah jajahannya.


Pengaruh “politik etis” dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan sekali dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda (Indonesia). Secara umum dasar didirikannya HIS adalah keinginan yang kuat dari rakyat Indonesia sendiri untuk mendapatkan pendidikan ala Barat. Dikemudian hari, hal tersebut akan meningkatkan taraf pemikiran pemuda-pemudi Indonesia untuk bergerak menyongsong kemerdekaan dikemudian hari.
 

Bangunan ini dari dahulu sampai sekarang masih tetapdifungsikan sebagai pusat pendidikan. Sekarang bangunan ini berada dibawah naungan Dinas Pendidikan Kabupaten Rokan Hulu yang difungsikan sebagai sekolah SDN 001 Rambah. 


Secara umum bangunan ini masih asli (tanpa perubahan). Sedangkan bangunan sekolah lainnya pada sisi kiri-kanan bangunan merupakan bangunan baru. Bangunan ini persis berada di Jalan Diponegoro atau persisnya berada di Depan Taman Kta Pasir Pengaraian. Bangunan sekolah ini memiliki arsitektur Melayu berbentuk rumah panggung dengan jarak dari tanah sekitar 1 meter.
 

Bangunan berdenah empat persegi panjang yang dibagi atas ruang-ruang dengan jumlah sebanyak 5 ruang. Bangunan ini memiliki pintu sebanyak 10 buah pintu dengan tiap ruang memiliki pintu sebanyak 2 buah yaitu pada bagian depan dan belakang yang posisinya bersamaan, sedangkan jendela sebanyak 20 buah jendela. Tinggi bangunan 6 meter dengan panjang 33 m, lebar 6 meter dengan luas 198 m2. Bangunan ini berada dalam lingkungan sekolah yang mana di samping kiri dan kanan belakang bangunan ini telah berdiri bangunan baru.


Bangunan Sekolah SDN 001 Rambah telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Tidak Bergerak di Kabupaten Rokan Hulu oleh Badan Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat dengan Nomor Inventaris Cagar Budaya : 08/BCB-TB/B/05/2007

SDN 001 Rambah secara singkat dapat dilihat pada video berikut :
 

Suku Sakai merupakan  salah satu komunitas adat atau orang asli (indigeneous people) yang ada di Riau yang mendiami kawasan hutan belantara. Mereka hidup dengan memegang tradisi yang disarikan dari adaptasi mereka dengan lingkungan alam sekitar. Kini keberadaan Sakai cukup terancam dengan adanya Pengembangan dan alih fungsi hutan. Hutan  tempat mereka berdiam telah berubah menjadi daerah industri perminyakan, usaha kehutanan, perkebunan karet dan kelapa sawit dan sentra ekonomi lainnya.

Sebelum mengenal medis Suku  Sakai mempercayai Dikei sebagai sebuah pengobatan yang ampuh, Dikei merupakan pengobatan dengan bantuan Roh Halus. Roh-roh halus diundang untuk menyembuhkan penyakit dan Ritual Dikei  dipimpin oleh seorang dukun yang disebut dengan istilah kumantan. Peralatan Utama dalam Pengobatan Dikei Ini adalah Mahligai Sembilan Telingkat atau Mahligai Sembilan Tingkat. 


Dikei Sakai berangkat dari konsep semangat dalam fungsinya sebagai daya hidup yang menggerakkan kesadaran untuk melakukan berbagai hal. Tanpa semangat, manusia seperti mati, kesadarannya tidak berada di tempat semestinya. Keberadaan semangat dapat dirasakan pada denyutan nadi, misalnya di pergelangan tangan, dada, dan kening. Titik-titik ini adalah tempatnya dan menjadi fokus dalam ritual pengobatan Dikei (Porath, 2012).

Orang Melayu pada umumnya, dan orang asli khususnya, mempercayai bahwa semangat dapat menjadi lemah, yang disebut sebagai “lemah semangat”. Semangat manusia digambarkan sebagai esensi yang rapuh, setiap saat dapat terbang karena kejutan-kejutan, mudah terpikat dan tergoda alam lain—bagai kanak-kanak yang mudah terbujuk oleh mainan baru, bahkan dapat dipanggil tanpa bisa menolak dan tunduk pada perintah. Apabila semangat di dalam tubuh hilang, kesadaran pun hilang, tubuhnya akan mengikutinya kehendak yang memanggilnya.  Karena sifatnya yang rapuh, maka dalam dikei bagian yang tak kalah penting selain pengobatan—mengembalikan semangat yang hilang atau terbang karena suatu hal, adalah “memagari”, membuat pagar agar semangat tidak hilang atau terbang lagi, “terbujuk” pengaruh dari luar, khususnya dari alam lain. Sebagaimana di alam manusia, ada orang baik dan jahat, begitu pula di alam lain. Roh baik tidak mengganggu, bahkan dapat membantu manusia bila diimbo (dihimbau, diminta). Roh-roh baik diimbo dalam ritual pengobatan dikei. Secara umum, roh-roh tersebut diyakini memiliki potensi kekuatan tertentu, yang membangkitkan sebentuk rasa hormat, segan, dan kadang menimbulkan takut,  karena tidak dapat diperkirakan dan dibayangkan. Keadaan “sakit” dipercaya sebagai akibat terganggunya semangat karena adanya konflik dalam hubungan antara pasien dengan “alam lain” (baik dengan alam roh maupun dengan semangat lain), oleh karena itu tujuan ritual pengobatan dikei adalah memulihkan hubungan-hubungan agar penyakit yang diderita pasien dapat disembuhkan.


Peralatan Utama dalam Pengobatan Dikei Ini adalah Mahligai Sembilan Telingkat atau Mahligai Sembilan Tingkat.  Mahligai merupakan ini merupakan jalinan daun-daun khusus bernama daun angin-angin yang ada di hutan dan dibuat sebanyak tujuh tingkat ke atas. Puncak paling atas dipercayai merupakan singgasana Peri atau Tuan Putri dan Peri ini yang membantu proses penyembuhan dan Kumantan membaca mantra dengan mengelilingi Mahligai Sembilan Tingkat dan bermohon bantuan kepada Peri atau Tuan Putri. Ritual diawali dengan memberikan hormat dan juga persembahan kepada Sang Putri, kemudian Sang Kumantan membaca Mantra dengan iringan tabuhan gendang dan dibantu oleh seorang yang terlibat dalam proses pengobatan yang mengelilingi mahligai sambil membawa obor dan juga lonceng dan sekali kali ia menaburi sesuatu dimahligai tersebut dan menari berputar mengelilingi Mahligai dengan gerakan menyerupai burung (Tari olang Olang). 

Pada Tahun 2019 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 267 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Dikei Sakai menjadi salah satu dari Warisan BudayaTak Benda dengan Nomor Registrasi 201900843.



Dikei Sakai dapat dilihat pada video berikut :





Sumber :
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/ritual-pengobatan-masyarakat-riau-dikei-sakai/







.
Siang itu Udara di Stadion Kaharuddin Nasution Rumbai cukup terik, pakaian yang kami gunakan basah seolah kami bermandi keringat. Latihan Tim PSPS Riau di Stadion pun telah usai, teriknya udara membuat kami kehausan dan Es Cendol Pak Jenggot yang berada di Pertigaan Jalan Jendral Sudirman dan  Jl. Prof. M. Yamin (Belakang Bank Permata) menjadi Tujuan kami sebagai pelepas dahaga.

Akhirnya kami tiba di Es Cendol Pak Jenggot, tempatnya cukup sederhana dengan jualan Ala Kaki Lima dengan gerobak di pinggir jalan serta dengan kursi dan meja kayu panjang yang berada di Lorong Bank Permata.

Es Cendol Pak Jenggot bisa dikatakan kuliner legendaris di Kota Pekanbaru, Pak Ramli dengan Janggutnya yang khas  bercerita kepada kami, bahwa ia telah berjualan sejak tahun 1984 dengan cara berkeliling. Di Tahun 1993 pak Ramli sudah tidak berjualan dengan keliling, ia berjualan dengan menempati lokasi saat ini yaitu di Pertigaan Jl. Jenderal Sudirman dan Jl Prof. M.Yamin.

Es Cendol Pak Jenggot demikian nama yang diberikan oleh pelanggannya karena Pak Ramli memiliki Jenggot dan akhirnya hingga kini nama Cendol Pak Jenggot melekat.

Es Cendol Pak Jenggot cukup spesial, Es ini dijual dengan harga Per Porsi Rp.14.000,- , Cendol yang disajikan dalam sebuah mangkuk cukup banyak dan mampu menjadi pelepas dahaga, cendol ini cukup segara dengan kombinasi buah durian, ketan, tape,  sagu dan lumeran gula enau sehingga rasa manisnya cukup berbeda dengan cendol lainnya.
Video Cendol Pak Jenggot. 


Photo : Tanty Ekasari
Penabalan Raja Luhak dan Penobatan Uyang Ompek di Balai Beserta Gading dan Belalainya, Lembaga Kerapatan Adat Melayu  Luhak Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau di Balai Adat Payung Sulimang Karang Dalu-Dalu. Proses Penabalan ini dihadiri Oleh Undangan Bangsawan dan Juga keluarga Kerajaan Tambusai 
yang hadir dari Beberapa Kota di Riau , Jakarta dan juga dari Malaysia. Teriknya panas matahari tidak menyurutkan Ratusan orang yang hadir menyaksikan prosesi penabalan tersebut , salah satu Kerabat Kerajaan Tambusai Ghazali menyatakan bahwa ia hadir bersama keluarga dari Pekanbaru  menurutnya ini adalah momen penting yang sayang untuk dilewatkan, minimal kita dapat bersilaturahmi bersama sanak keluarga.

Selain di hadiri oleh Sanak Keluarga, Kerabat dan Bangsawan Kerajaan, acara ini juga dihadiri oleh Tamu Undangan, hadir dalam Penabalan ini Bupati Rohul     H Sukiman Gelar Datuk Setia Amanah Panglimo Pukaso, Ketua LAM Riau Datuk Seri Dr H Alazhar, MA, Gelar Datuk Rajo Tuo, Ketua DPH LAM Rohul H Zulyadaini Gelar Datuk Saudagar Rajo dan juga dihadiri oleh Anggota DPRD Riau dan juga Rokan Hulu yang berasal dari Tambusai, dan juga dihadiri oleh Datuk Adat dari Luhak Kepenuhan, Luhak Rambah dan juga warga sekitar yang berasal dari Desa dan Kelurahan yang ada di Kecamatan Tambusai.



Raja Luhak Tambusai, T Darmizal Gelar Sultan Ahmad, ditabalkan Datuk T Mansyur Gelar yang di Pertuan Jumadil Alam, sekaligus penyerahan Tongkat Tahta Kerajaan dan Terombo Siri Kebesaran Kerajaan Tambusai oleh Datuk T Farizal, Cucu Raja ke XX, Kerajaan Tambusai, H T Ilyas Gelar Tengku Sulung.
Sementara penobatan Uyang Ompek Dibalai serta Gading Belalainya, di awali dengan pembacaan Ranji Adat oleh Datuk Pucuk Suku Malelo Gelar Datuk Rangkayo Naro. Uyang ompek di balai, terdiri dari Kepala Kerapatan Adat Luhak Tambusai, adalah T Abdurahim, S Pd Gelar T Saidina Muktamil, dinobatkan oleh Datuk Setia Amanah Panglimo Pukaso (Bupati Rohul H Sukiman).

Kemudian, Datuk Bandaharo adalah Zulman, S Sos, Gelar Datuk Panduko Senaro, dinobatkan oleh Datuk Seri Dr H Al Azhar, MA Gelar Datuk Rajo Tuo.Selanjutnya Salman Alfarizi, S Ag, Gelar Sutan Mahmud Luhak Tambusai, dikukuhkan oleh Datuk Saudagar Rajo, berikutnya Herman Gelar Rajo Bebeh selaku Uyang Bosar Nogori Luhak Tambusai dikukuhkan oleh Datuk Bendaharo Kepenuhan, kemudian Lukman Nur Hakim, Gelar Muntaro Lukman Nur Hakim Selaku Muntaro Luhak Tambusai di kukuhkan oleh Datuk H Sofyan dari Luhak Rambah.

Selain acara penabalan dan pengukuhan, dilaksanakan pula pelantikan Pengurus Dewan Pimpinan Harian (DPH) Luhak Tambusai oleh Ketua DPH Rohul H Zulyadaini sekaligus dengan pemasangan Tanjak kepada Delapan Orang pengurus, terdiri dari M Taufik Tambusai, SE, Gelar Panglimo Pukaso, Mufti Ali Gelar Rajo Kumalo Rokan, Saukoni Adari, S Kom, Zulfiandi, SE, Riyomi Irsan, SE, Rafi Naldi, S Sos, M. Saukoni dan Safril.

Pada saat penabalan diawali dengan pembacaan Terombo Siri mengenai asal muasal Kerajaan Tambusai beserta pembacaan Silsilah serta Nama Raja yang pernah memimpin di Luhak Tambusai, selain itu dalam acara Penabalan ini turut dihadiri oleh Turunan ke Tujuh Tuanku Tambusai dari Malaysia, beliau hadir dalam rangka penyelesaian administrasi Pemberian Nama Lapangan Udara yang ada di Pasir Pengaraian, selama ini Lapangan Udara di Pasir Pengaraian bernama Lapangan Udara Pasir Pengaraian dan Pihak Keluarga Tuanku Tambusai menyetujui Nama Tuanku Tambusai untuk diabadikan menjadi Nama Bandara.
Proses Penabalan tersebut dapat disaksikan pada video Berikut :