Tampilkan postingan dengan label TRADISI DAN EKSPRESI LISAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TRADISI DAN EKSPRESI LISAN. Tampilkan semua postingan
Tunjuk Ajar Melayu  identik dengan nama almarhum Tenas Effendy, budayawan ternama asal Riau. Tunjuk Ajar Melayu ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) Indonesia tahun 2017. Tunjuk Ajar Melayu sarat dengan petuah hidup yang jadi panduan hidup Orang Melayu.

 

Tenas Effendy (9 November 1936 – 28 Februari 2015) merupakan seorang yang sangat ahli dan akrab dalam seni bahasa dan tradisi Melayu. Ia tunak mengumpulkan tafsir-tafsir empirik dan kitab-kitab otoritatif yang berserakan dengan kondisi kenyataan yang terus berubah. Ia mampu mengambil intisari dari tafsir-tafsir tersebut lalu kemudian dipadukan dengan kelaziman sastrawi. Ia seperti sosok pengembara peradaban yang mampu terus bercerita dalam merawat tradisi dan kebudayaan melayu melalu seni baca tulis.

 

Tunjuk Ajar Melayu berisi pernyataan yang bersifat khas, mengandung nilai nasihat dan petuah, amanah, petunjuk dan pengajar serta contoh teladan yang baik. Dapat mengarahkan manusia pada kehidupan yang benar dan baik serta dalam keridhaan Allah untuk mendapatkan kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat.

 

Tenas Effendy merumuskan dan mengemukakan :
yang disebut tunjuk ajar dari yang tua,
petunjuknya mengandung tuah
pengajarannya berisi marwah
petuah berisi berkah
amanahnya berisi hikmah
nasehatnya berisi manfaat
pesannya berisi iman
kajinya mengandung budi
contohnya pada yang senonoh
teladannya di jalan Tuhan
(hal. 10-11)

Tunjuk Ajar Melayu yang disusun oleh Tennas Effendy tersebut secara garis besar berisi 25 pemikiran utama yang disebut juga sebagai Pakaian Dua Puluh Lima. Dari ke 25 butir pemikiran utama tersebut, di setiap butirnya mengandung nilai konseling spiritual yang dapat digunakan untuk membimbing kondisi spiritual seseorang. Diantara sifat yang 25 itu adalah sifat tahu asal mula jadi, tahu berpegang pada Yang Satu, sifat tahu membalas budi, sifat hidup bertenggangan, mati berpegangan, sifat tahu kan bodoh diri, sifat tahu diri, sifat hidup memegang amanah, sifat benang arang, sifat tahan menentang matahari dan sebagainya.

 

Upaya penyebaran dan pewarisan tunjuk ajar Melayu yang dilakukan secara tradisional meliputi dua cara yakni melalui lisan-verbal dan suri-teladan. Melalui suri tauladan misalnya dengan langsung menunjukkan perbuatan, tindakan serta prilaku dalam kehidupan sehari-hari yang mengacu pada nilai-nilai tunjuk ajar tersebut, sementara melalui pewarisan dilakukan dengan peristiwa lisan yang dilakukan sehari-hari, misalnya nasihat para oran tua kepada anaknyanya, dongeng seorang ibu kepada anaknya menjelang tidur, dendang syair dan cerita-cerita dongeng yang langsung keluar dari si tukang cerita. Bisa juga melalui upacara adat yang ada dalam tradisi kehidupan melayu.

 

Tunjuk Ajar Melayu secara metafor memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan masyarakat Melayu diantaranya adalah :
Sebagai pegangan
Sebagai azimat,
Sebagai pakaian
Sebagai rumah
Sebagai tulang
Sebagai jagaan
Sebagai amalan dan
Sebagai timang-timangan bagi diri.

Sementara bagi mereka yang melanggar nilai-nilai tunjuk ajar tersebut, dikatakan akan:
tidak jadi orang,
tidak selamat,
tidak terpuji
tidak bertuah
tidak terpandang
tidak sentosa
tidak terpilih
tidak diberkahi
tidak disayangi

Butir-butir yang terkandung dalam Tunjuk Ajar Melayu seringkali disandarkan pada pernyataan ‘kata orang tua-tua dulu’. Wawasan pengalaman yang didapati oleh orang-orang terdahulu melalui dua sumber yakni bacaan terhadap alam (melalui interaksi ekologis), serta bacaan terhadap kitab-kitab otoritatif.

 

Setelah Islam masuk ke dalam tradisi dan budaya melayu, tafsir-tafsir tersebut semakin kekal karena semakin membuat kebudayaan Melayu lebih bersinar. Al-Quran, Hadits, kitab-kitab para ulama dan aulia mengekalkan lagi isi setiap tafsir dari butir tunjuk ajar yang ada. Pada kondisi ini tak heran jika Tunjuk Ajar Melayu memiliki posisi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Dijadikan sebagai rujukan dan patokan utama untuk kesadaran, moralitas, serta pembentukan jatidiri dalam kehidupan sosial masyarakat Melayu tradisional. 

 

Pada Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Tunjuk Ajar Melayu menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda tersebut dengan Nomor Resgistrasi 201700473.

 

NOLAM  adalah sastra lisan yang disampaikan oleh seorang penutur. Biasa digunakan saat pengisi hiburan malam persiapan pesta perkawinan, mauludan, yang diselenggarakan oleh perorangan  warga atau persatuan amal di desa.  Sekarang lebih banyak digunakan sebagai musik latar pertunjukan garapan musik atau musik latar penampilan tari.

 

Isi syairnya tergantung judul. ”Nolam Kanak Kanak  dalam Surugo“ ( Surga) berkisah tentang cucu Nabi Saidina Husin. Judul yang lain seperti “Nolam Siti Sabariyah” berkisah tentang perjuangan seorang suka duka wanita menjalani kehidupan mulai ketika gadis hingga berumahtangga.

 

Nolam atau Manolam adalah budaya tradisi sastra lisan yang dilakukan masyarakat Kampar. Tradisi ini berbentuk syair-syair yang dinyanyikan tanpa menggunakan alat musik. Irama menyanyikannya sangat khas, layaknya membaca syair yang dilakukan menggunakan bahasa daerah Kampar.

 

Tradisi Manolam ini biasanya dilakukan oleh ibu-ibu kaum wanita di sebuah kampung kecil bernama Padang Danau, Dusun Pulau Sialang, Desa Rumbio, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Cara menyanyikannya bisa dalam bentuk kelompok maupun tunggal.

 

Pada Tahun 2020 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 153 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Nolammenjadi salah satu dari Warisan BudayaTak Benda dengan Nomor Registrasi 202001114.


(sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=2046)

 

Tradisi menidurkan anak sambil bersenandung
hampir tersebar di setiap daerah yang ada di Provinsi Riau dengan cara yang persis atau jauh berbeda. Tradisi menidurkan anak sambil mendendangkan atau menandungkan kata-kata hikmah menjadi tradisi yang tersebar di seluruh wilayah Riau dengan berbagai irama dan sebutan atau istilah, seperti Dodoi, Dudui, Dudu dan Nandung. Khusus tradisi Nandung yang terdapat di wilayah Indragiri Hulu khususnya Melayu Rengat apabila dilihat dari bentuk dan pola baris serta irama akhir di setiap kalimat termasuk pada bentuk pantun. Tetapi ketika nandung dilafaskan atau dinyanyikan, bentuknya mendekati pola irama syair, sebab bentuk dan pola syair dapat dilafazkan dengan irama nandung. Susunan kalimat nandung terdiri dari empat baris. Dua baris pertama berupa sampiran sedangkan dua baris terakhir berupa isi dengan rima akhir a,b;a,b. 
 
Keberadaan nandung di Indragiri Hulu berfungsi dalam hal menidurkan atau merayu anak agar tidur pada saat dibuaikan oleh ibunya. Dalam perkembangannya pantun-pantun yang terdapat dalam isi nandung kemudian dipilih dan dipadatkan dengan kalimat-kalimat yang mengandung pengajaran dan nasehat, diselingi dengan tahlil antara tiap bait dan dinyanyikan dengan irama yang menyerupai irama syair. Irama syair yang bernuansa Melayu tersebut kemudian bersebati pula dengan irama qiraat al-quran sehingga irama nandung mempunyai ciri khas dan baku.
 
Nandung Melayu Indragiri Hulu yang merupakan sastra lisan khas masyarakatnya dapat dilihat dari contoh berikut: La Illaha Illallah (3 kali) Dudulah si dudu Dudulah si dudu Tidolah mate nak saying Si buah hati. Nandung lah dinandung ke pantai nandi Orang begaja nak saying due beranak Bukan telangsung kite kemari Memohon perintah orang yang banyak Anaklah ndu raje Seleman Terbang ke tingkapmelambai angina Kalaulah rindu pandang ke halaman Di situ tempat kakak kau bermain Petiklah poa delima batu Anak sembilang di tapak tangan Abang kau jauh di negeri yang Satu Hilang di mate di hati jangan Burunglah gagak burung kedidi Hinggap di ranting si limau manis Mak mengembus si sawan pogi Mak menangkal si sawan tangis Nak gugu gugulah nangke Jangan ditimpa si ranting pauh Nak tido tidolah mate Jangan dikenang orang yang jauh Dondanglah si dondang bawe betandang Sayurlah bayam berkicap manis Rindu siang bawa bertandang Rindu malam bawa menangis Enciklah Alam mengail kekek Dapat seekor ikan gulame Berkirim salam kepada encek Bulanlah terbang suruh ke sane.
 
Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Nandung menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800643
 
(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 143)   

Badondong atau pantun badondong lahir secara turun-temurun di daerah Kampar. Sastra lisan ini ada ketika tradisi bergotong-royong yang dikenal dengan sebutan batobo dilaksanakan. Masyarakat Kampar yang beraktifitas di ladang atau sawah memiliki ikatan rasa kebersamaan dalam bekerja atau bertani. Pada saat mereka berada di hutan, ladang atau sawah untuk mencari kayu, menyemai padi, menyadap karet dan sebagainya, mereka saling berpantun dengan cara mendendangkan yang oleh masyarakat setempat disebut badondong. Budaya badondong seiring waktu kemudian berkembang menurut pola pikir atas dasar kesepakatan yang terwariskan secara turn-temurun dari leluhur mereka. Maka nilai-nilai yang terkandung dalam badondong baik isi maupun maknanya terwujud sesuai tata nilai adat yang dipakai dalam mengatur kehidupan masyarakat.

Badondong dalam mengekspresikannya sering pula didendangkan dengan menyerakkan atau meninggikan suara secara bersahut-sahutan. Hal inilah yang menciptakan suasana riuh penuh kegembiraan yang kemudian berpengaruh pada semangat bekerja dan pelepas kepenatan. Jika dilakukan di dalam hutan maka badondong tersebut dapat menghilangkan rasa takut karena terasa ramai dan berkawan-kawan. Diantara nilai-nilai yang ada pada badondong ialah menyangkut pendidikan karakter, seperti pantun berikut:  

Matilah lintah dipaluik lumuik cu Di tongah-tongah cu kosiok  badoai oo hoi Apo perintah kan den tuwuik yo cu Asalkan jan kasiohkan bacoai oo hai Onde cu (Matilah lintah dipalut lumut ya bang Di tengah-tengah bang pasir berderai Apa perintah akan saya turuti ya bang Asalkan jangan kasihkan berceraioo hai Aduh bang.

Bentuk pantun pada badondong sama seperti pantun biasa yang terdiri dari empat baris, baris pertama dan kedua sebagai sampiran dan baris ketiga serta keempat sebagai isi. Polanya a,b;a,b. Perbedaan pantun badondong dengan pantun biasa ialah adanya sisipan kata atau bunyi seperti onde diok (aduh dik), onde cu (aduh bang), oo cu (oh bang), diok (adik) diantara pantun yang dituturkan 

Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Badondong menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800642.

 

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 140)

Basiacuong berasal dari kata siacuongdan acuongyang artinya sanjung menyanjung. Basiacuong berisi ungkapan petatah-petitih dan pantun yang bermakna. Dalam adat-istiadat dan pergaulan Pemuka Adat, Datuk, Ninik Mamak di daerah Kampar, siacuong menjadi bahasa pengantar. Basiacuong merupakan gaya bertutur ketika berdialog, berunding dan bermusyawarah dalam adat Kampar dengan gaya bahasa prosa liris. Penuturannya disampaikan dengan bahasa yang halus. Basiacuong menjalankan fungsinya sebagai gaya berbicara yang tinggi pada berbagai kesempatan, antara lain pada saat penyampaian larangan dan teguran adat, nasehat, acara pernikahan, khitanan, dan lain sebagainya.

Dalam perkembangannya, basiacuong kemudian berfungsi menjadi pendorong bagi masyarakat untuk terampil berbicara, mempertinggi sopan dan santun, mempererat silaturahmi, bermusyawarah untuk mufakat, serta memperkokoh rasa kebersamaan untuk saling tolong-menolong. Basiacuong berlandaskan hukum dasar Andiko 44. Hukum dasar ini adalah Hontak Soko Pisako, yaitu hukum dasar yang dapat mengakomodasi dan menyesuaikan diri dengan hukum-hukum yang berlaku di tengah masyarakat.

Basiacuong menjadi sangat penting dalam sebuah lembaga adat karena lembaga adat merupakan tempat bermusyawarah mencari kata mufakat. Seorang ninik mamak dalam adat Kampar harus menguasai basiacuong, apalagi jika ia mempunyai kedudukan dalam lembaga adat Andiko dan lembaga adat negeri. Pada masa lampau keterampilan melakukan basiacuong adalah wajib bagi setiap laki-laki dari suku bangsa Melayu Kampar. Keunikan yang ada pada adat Melayu Kampar ini menjadi penopangdan citra yang melekat pada sosok pemangku adat dan masyarakat yang beradat. Sehingga budaya ini masih bertahan hingga masa kini sebagai gaya yang khas pada masyarakat Melayu Kampar-Riau.

Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Ghatib Beghanyut menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800638

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 123)  

 

Syair adalah ungkapan yang berisikan kandungan sejarah, agama, sains, dan kesusastraan. Keseluruhan pikiran isi syair tersebut dinaungi oleh kehidupan dan keagamaan masyarakat yang hidup pada masa itu. Isi syair mencakup rentangan waktu yang luas tentang kehidupan spiritual nenek moyang serta memberikan gambaran tentang alam pikiran dan lingkungan hidupnya pada masa itu. Syair juga mengandung kata-kata nasehat, romantika, dan kegundahan yang dilantunkan oleh para dayang-dayang istana untuk menghibur Sultan.

Syair Siak Sri Indrapura tertulis dalam naskah kuno menggunakan aksara Arab .Syair ini juga menjadi salah satu acuan dalam menulis sejarah,asal-usul serta peristiwa yg terjadi pada kerajaan.selain itu juga berisi tentang hikmah berupa nilai-nilai luhur warisan nenek moyang khususnya di daerah kerajaan siak yang hingga kini masih relevan dan sering di lakukan oleh masyarakat yg berada di daerah kabupaten Siak Sri Indrapura.

Di Siak sendiri, tradisi bersyair sudah menjadi hal yang cukup merakyat. Orang tua banyak menggunakan syair sebagai cara menidurkan anak. Syair berisi nasihat, petuah, nilai-nilai agama banyak digunakan para orang tua. Namun, seiring perkembangan kehidupan modern yang kian pesat, tradisi ini mulai langka. Bersyair telah digantikan dengan tradisi modern lain sehingga kalangan muda mulai meninggalkan hingga tak mengenal lagi budaya syair. Melalui anugerah Warisan Budaya Tak Benda yang diberikan kepada Syair Siak Sri Indrapura, diharapkan upaya konservasi dan pelestarian tradisi ini bisa dilakukan.
 

Salah satu Contoh dari Syair Siak adaterdapat dalam buku Dar Al-Salam Al Qiyam ditulis oleh Ahmad Darmawi, dan berikut merupakan contoh Syair Siak tersebut:

001. Dengan Bismillah sebermula kata
Membasahi lidah semogalah pokta
Limpah Rahmat-Nya ke alam semesta
Taufiq dan Hidayah-Nya nan hamba pinta

002. Dengan Bismillah syair dimanqul
Hikayat dan kisah riwayat berqaul
Merangkai peristiwa sejarah dibuhul
Berdasar kenyataan fakta disimpul

003. Hikmah Bismillah sejarah dibayan
Berkat kalimah Malik al-Dayan
Rahman dan Rahim-Nya sepanjang zaman
Cantik Indah-Nya sungguhlah hasnan

004. Kepada Nabi Sayyid al-Salam
Beserta keluarga shahabat ikram
Thabi’ Thabi’in ‘Ulama muhtaram
Bersama Auliya mujahid Islam

005. Shalawat dan Salam terucap serta
Nabi dan keluarga sahabat merata
Do’a arwah disampaikan nyata
Kepada nan hilang mendahului kita

006. Berkat ucapan shalawat salam
Syair ditekat qiyas bersulam
Bertenun sejarah syair di qalam
Siak Indrapura Dar al-Salam al-Qiyam

007. Dihimpunlah huruf membentuk kata
Merangkai peristiwa beralaskan fakta
Mengulas sejarah berdasarkan data
Semoga jelas sebarang berita

008. Berawal Alif hinggalah ke Ya
Tersusun syair mutiara cahaya
Madah digubah maknanya kaya
Siak Indrapura negeri auliya

009. Rangkai peristiwa sedia digubah
Siak bermadah syair diwarkah
Siak Indrapura negeri kamilah
Semoga kaya sebarang khazanah

010. Siak Indrapura Dar al-Salam al-Qiyam
Demikianlah tajuk syair disulam
Bertenun sejarah songket muhtaram
Berdedai budaya badarul alam

011. Siak Sri Indrapura syair dikata
Bukannya dongeng tetapi cerita
Kisahnya shahih riwayatnya nyata
Beralaskan sejarah berdasarkan fakta

012. Syahdan dibuka lembaran riwayatnya
Tersebut prihal negeri Siak namanya
Sri Indra pura sebutan lengkapnya
Dar al-Salam al-Qiyam kamilatnya

013. Sejarah Siak riwayatnya nyata
Berbagai kitab menukil serta
Perihal negeri tahta permata
Melalui syair hamba berwarta

014. Sejarah Siak sejak dahulu kala
Dari kerajaan tumbuh bermula
Hingga kemerdekaan demikian pula
Kembali diungkap sedia kala

015. Ayuhai ikhwan hamba serukan
Kepada nin tuan hamba harapkan
Terkhilaf bicara mohon maafkan
Tersalah sejarah mohon betulkan

016. Yang segenggam patut digunungkan
Yang setitik baiknya dilautkan
Yang pendek elok dipanjangkan
Yang panjang potong singkatkan

017. Yang sebungkah bila digunungkan
Yang setetes jika dilautkan
Yang baik kan menjadi pedoman
Yang buruk kan menjadi sempadan

018. Sejarah tersurat dalam maknanya
Baik dan buruk jelas bedanya
Terpulang maklum pembaca sekaliannya
Mengambil tauladan serta i’tibarnya

019. Tersebutlah negeri di bawah angin
Sebelah Timur Tanjung Comorin
Hindia depan arahnya alamin
Tujuan migrasi Melayu bermustautin

020. Penduduk Nusantara generasi pertama
Proto Melayu bangsanya bernama
Bermigrasi ke Nusantara waktunya lama
Ras Wedda demikianlah nama

021. Gelombang pertama terjadi migrasi
Sekitar dua ribu lima ratus Sebelum Masehi
Hingga seribu lima ratus Sebelum Masehi
Ke wilayah Nusantara tujuan migrasi

022. Bilakah masa awal mulanya
Tiada pasti bilakah masanya
Di negeri mana daerah tujuaannya
Tiada tentu tempat pastinya

023. Menurut dugaan migrasi manusia
Penghuni pertama di Tenggara Asia
Berasal dari belakang benua Hindia
Di sekitar kaki pegunungan Himalaya

024. HR van Heekeren berpendapat syahda
Proto Melayu adalah ras wedda
Dengan Austroloide migrasi ada
Negrito dan Melanisia sama berada

025. Mereka datang diawalnya waktu
Setelah zaman es berakhir tentu
Di zaman mesoliticum mengikut waktu
Pendukung awal budaya zaman Batu

026. Penghuni pertama Nusantara kita
Sisa keturunan masih ditemui fakta
Akit dan Laut Sakai diperkata
Talang Mamak dan Bonai pun serta

027. Di Pantai Timur Pulau Sumatra
Lautan Cina di Selatan mara
Terhampar negeri indra pura
Negeri bahari sungai bermuara

028. Sebelum siak bernama siak
Sungai Jantan namanya suak
Belum dihuni sebarang puak
Berhutan belukar dipenuhi semak

029. Sebelum Siak namanya disebutkan
Siak masih bernama Sungai Jantan
Ketika wilayah belumlah bertuan
Datanglah manusia memulai kehidupan

030. Sewaktu nenek masih makan keluang
Sewaktu gagak masih putih tak berbelang
Tersebutlah suatu negeri luas terbentang
Alur sungainya dalam berarus tenang

031. Di sekitar wilayah daerah Siak
Orang Sakai ‘lah lama bertapak
Penduduk asli masih berjejak
Hingga sekarang masihlah tampak

032. Sakai hidup dalam darurat
Hidup selingkung di hutan lebat
Berladang berburu kerja dijabat
Menyara hidup kaum kerabat

033. Ketika migrasi kedua terjadi
Tigaratus tahun Sebelum Masehi
Mereka menjadi penduduk pribumi
Dengan kebudayaan yang agak tinggi

034. Deutro Melayu bangsa bernama
Melayu Muda disebutkan nama
Kebudayaan maju serta perima
Datang mendesak penduduk lama

035. Masa beredar waktupun berganti
Tepian sungai berpenghuni pasti
Di Sungai Jantan negeri bersebati
Berkembang pesat sudahlah pasti

036. Demikian kisah zaman dahulunya
Sungai Jantan panjang sejarahnya
Karena terbatas berita tentangnya
Cukup sekian hamba menceritakannya

 

Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan  Syair Siak Sri Indrapura menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800634.

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 111)   

Pantun Batobo merupakan salah satu sastra lisan yang dikenal di wilayah budaya Kampar, Kuantan Singingi, dan Indragiri Hulu. Pantun ini dilagukan oleh para petani ketika kegiatan Batobo dilakukan. Batobo adalah kegiatan gotong royong untuk mengerjakan ladang yang dilakukan bersama-sama. Anggota Batobo bergiliran mengerjakan sawah mereka yang tergabung dalam kelompok tersebut.Biasanya anggota Batobo terdiri dari 10 sampai 15 orang. Mereka bekerja mulai dari pagi hingga tengah hari. Kemudian dilanjutkan setelah waktu Zuhur sampai masuk waktu Ashar. Sebagai hiburan pengobat penat dan letih, maka para petani saling berpantun. Pantun inilah yang disebut dengan Pantun Batobo. Pantun Batobo merupakan salah satu bentuk karya sastra yang tergolong ke dalam sastra lisan. Dalam pantun ini terdapat metafor-metafor serta penggunaan tanda bahasa yang menarik.Keberadaan pantun Batobo terancam punah karena kegitan Batobo sudah berangsur ditinggalkan. Ditambah lagi perubahan dari berladang atau sawah berganti dengan perkebunan sawit. Sehingga kegiatan bergotong-royong dan berpantun akan semakin sulit ditemukan di masyarakat.

Pada Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Batobo  menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda tersebut dengan Nomor Resgistrasi 201700480

 

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 97) 
Nyanyi Panjang merupakan jenis sastra lisan bercorak naratif (cerita) yang dipertunjukan oleh tukang nyanyi panjang dengan cara dinyanyikan atau lagukan. Nyanyi Panjang mengandung arti Nyanyi yang bermakna pertunjukan dan Panjang yang bermakna waktu yang diperlukan untuk penyampaiannya. Oleh karena itu, Nyanyi Panjang adalah suatu cerita yang dinyanyikan atau dilagukan dengan penyampaian yang memakan waktu panjang atau lama, biasanya lebih dari satu malam untuk satu cerita. Cerita-cerita tersebut disampaikan oleh tukang cerita (kadangkala dipanggil dengan sebutan tukang Nyanyi Panjang) dengan menggunakan lagu dan irama tertentu yang sesuai dengan judul cerita tersebut.Nyanyi Panjang merupakan cerita tokoh yang mempunyai kekuatan supranatural yang didapatkan melalui berbagai cara. Nyanyi Panjang ini murni hasil kreatifitas masyarakat dan menjadi milik bersama, kemudian diwarisakan secara turun temurun dengan cara berguru pada tukang cerita. Tidak ada buku rujukan yang mereka jadikan pegangan. Karena itu, Nyanyi Panjang termasuk kategori kelisanan primer. Dalam pertunjukan Nyanyi Panjang, ada empat unsur yang saling berkaitan dan mempengaruhi yaitu: tukang cerita, cerita, suasana pertunjukan dan penonton.
 
 
Pada Tahun 2016 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Nyanyian Panjang menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201600310.
 
(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 69)  
Pantun Atui adalah salah satu warisan sastra berupa adat kebiasaan turun-temurun dan pengungkapan melalui lisan yang berasal dari Kabupaten Kampar Riau. Berdasarkan sudut pandang kebahasaan, pantun ini berasal dari bahasa Ocu yang bermakna "pantun seratus" secara harafiah, terdiri dari seratus gugus pantun. Pantun Atui berlaku ketika hubungan percintaan terjadi dalam bentuk suara hati seorang laki-laki kepada perempuan yang menjadi pujaan hatinya. Pandangan sebenarnya yang mendasari tujuan pantun semacam ini adalah betapa tulus dan kuat sang laki-laki memberikan keyakinan cintanya kepada keturunan-keturunannya, sehingga harus menyediakan seratus pantun selama seratus malam.

Dalam satu gugus pantun, ada lima buah pantun. Pantunnya bersajak empat, lima, dan enam baris dalam satu untaian yang sudah rampung untuk ditampilkan serta bahasa Ocu berlogat Bangkinang dijadikan pilihan penyampaian dari mulut ke mulut. Pantun Atui berlaku ketika hubungan percintaan terjadi dalam bentuk suara hati seorang laki-laki kepada perempuan yang menjadi pujaan hatinya. Pandangan sebenarnya yang mendasari tujuan pantun semacam ini adalah betapa tulus dan kuat sang laki-laki memberikan keyakinan cintanya kepada keturunan-keturunannya, sehingga harus menyediakan seratus pantun selama seratus malam.

Pantun Atui dinyanyikan sambil duduk (biasanya diatas tilam yang disediakan di tengah rumah). Bentuk pantun ini adalah pantun berkait, berjenis pantun kasih sayang atau pantun muda-mudi. Pada masa kini, pantun ini dapat diiringi dengan alat-alat musik seperti biola atau rebab.

Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Pantun Atui menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi
201800645.
 
Bagaimana dengan Ragam Lisan atau pantun pada Pantun Antui silahkan disaksikan video berikut :
 
Kayat merupakan salah satu bentuk tradisi lisan yang masih hidup di tengah masyarakat Rantau Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Masyarakat Rantau Kuantan mengenal di antaranya Jumat dan Juman, sebagai tukang-tukang kayat yang mumpuni di zamannya. Mereka dan kelompoknya sempat menjadikan kayat sebagai bagian dari tradisi lisan yang menjadi kebanggaan masyarakat Kuantan Singingi, selain randai.

Kayat disampaikan oleh seseorang yang disebut tukang kayat. Lazimnya, tukang kayat adalah laki-laki, meskipun perempuan pun boleh menjadi tukang kayat. Penyajiannya dapat dilakukan di dalam atau di luar rumah. Waktunya malam hari, dimulai selepas sholat isya dan berakhir menjelang sholat subuh.
Pada mulanya kayat di Kuantan Singingi mendendangkan kisah-kisah nabi dan para pahlawan Islam, seperti Kayat Tangkurak Koriang (Hikayat Tengkorak Kering), Kayat Porang (atau Kayat Hasan dan Husin; mengisahkan peperangan cucu-cucu Rasulullah Muhammad SAW melawan Yazid bin Muawiyah), Kayat Kanak-kanak (berkisah tentang kehidupan anak-anak yang meninggal sebelum baligh, bebas dari dosa, dan dalam kedamaian hidup damai di akhirat mereka mencari, menolong, dan membimbing ibu-bapaknya untuk masuk surga).

Dalam bentuk tradisionalnya, kayat-kayat itu ditampilkan dalam majelis-majelis pengajian, atau sempena perayaan dan upacara keagamaan, seperti pesta perkawinan, syukuran, sunat rasul, dan aqiqah. Bila disajikan dalam perayaan-perayaan, maka pada bagian-bagian tertentu kisahannya, tukang kayat sering menyisipkan pantun-pantun popular untuk menyukakan hati khalayaknya, baik di bagian awal, di masa jeda, atau pada saat-saat penonton mulai jenuh.

Biasanya, kayat dimainkan oleh empat orang tukang kayat. Salah seorang dari mereka menjadi pemimpin kayat tersebut. Masing-masing tim terdiri atas dua orang sebagai teman untuk saling bersahut-sahutan. Kayat dimainkan di hadapan penontonnya tanpa ada jarak dan batas formal. Pada awalnya, dalam penampilannya, kayat diiringi alat musik berupa talam atau dulang yang terbuat dari kuningan/tembaga. Dalam perkembangannya, alat musik tersebut berkembang sehingga dipergunakan pula gendang, biola, ketabung dan kerincing.

Tukang kayat hendaknya memiliki suara yang bagus sehingga terdengar merdu di telinga masyarakat penikmatnya. Ternyata, untuk menjaga suara tetap merdu, tukang kayat terbiasa memakan tebu sebagai suguhan wajib, ditambah pisang rebus, serta sirih pinang sebagai pelengkap. Dengan suaranya yang merdu tersebut, tukang kayat akan menampilkan bermacam jenis irama, di antaranya; ungko tabobar (siamang jawab-menjawab), naik maligai (naik istana), dan pado-padi (irama permulaan).

Kayat tidak hanya berfungsi sebagai sebuah hiburan. Kayat juga berisi pandangan dan tuntunan perilaku hidup sehari-hari. Tak jarang, pertunjukan kayat ini dibungkus dengan cerita-cerita tentang kepahlawanan Islam atau gambaran kehidupan sesudah mati. Ada cerita yang berkisah tentang cerita dagang piatu (peruntungan), kayat kanak-kanak, dan kayat porang (perang).

Di Rantau Kuantan, keberadaan kayat tersebar di sejumlah daerah kecamatan, seperti Benai dan Kuantan Hilir. Kayat juga ada di Desa Toar, Kecamatan Gunung Toar, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Di daerah ini hidup tukang kayat Nasir (79 tahun) dan Juharli (57 tahun). Akan tetapi, dua orang ini sudah tidak pernah lagi menampilkan kayat di tengah keramaian. Mereka terakhir tampil sekitar tahun 2000. Menurut Nasir, selain kayat asli sudah tidak banyak peminat, mereka pun mengaku usianya sudah tidak muda lagi untuk berkayat.

Tim kayat mereka pun sudah tidak lengkap lagi karena dua orang sudah meninggal. Oleh karena itu, ketika menampilkan kayat, mereka sudah tidak bisa menyelesaikan kayat tersebut sampai tuntas. Seharusnya, setelah habih satalo (habis satu episode), kayat harus disambung oleh tukang kayat yang lain. Para pekayat ini berharap, kesenian kayat ini bisa diwariskan kepada generasi sekarang dengan cara diajarkan kepada pemuda yang punya kemauan/kepedulian terhadap kayat.


Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Kayat Kunasing/Kayat Rantau Kuantan  menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800644.(Sumber: Saduran dari https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/kayat-sastra-lisan-dari-kuantan/ )

 


Seperti apa   dengan Tradisi Lisan Kayat tersebut ? silahkan menyaksikan video berikut : 

 

 

Kabupaten Kuantan Singingi sangat kaya akan keragaman adat dan budaya,salah satu diantaranya adalah Pacu jalur.  Pacu berarti lomba adu cepat, sedangkan jalur berarti perahu besar yang dapat memuat40-50 orang anak pacu. Jalur dibuat dari sebatang pohon Bonio atau kulim kuyian dengan panjang 30 meter atau lebih dengan diameter 2meter.

Untuk membuat Pacu banyak ritual yang mesti dilalui, kayu yang diambil dihutan diawali dengan upacara persembahan dan semah yang dipimpin oleh pawang,kayu tersebut dianggap memiliki penghuni,upacara ini dilakukan agar proses penebangan kayu dapat berjalan lancar. Kemudian pohon ditebang sesuai dengan panjang jalur yang akan dibuat,setelah pohon ditebang lalu diseret bersama-sama ke Desa dengan menggunakan tenaga manusia, nuansa gotong royong dan kebersamaan masih kental dalam proses pembuatan jalur

Sesampai di Desa Pohon yang ditebang dan diseret tadi di layur (diasapi) selama kurang lebih 12jam, proses pengasapan ini dilakukan pada malam hari diiringi upacara adat dan tari-tarian yang dihadiri oleh pemuka masyarakat. Tujuan kayu diasapi agar kayu atau jalur menjadi kering dan tidak berat saat dipacu.



PACU JALUR
Pacu jalur awalnya dilaksanakan untuk memperingati hari besar agama Islam seperti Maulid nabi, Idul Fitri, Tahun Baru Islam 1 Muharam. Tetapi Ketika Penjajah Belanda memasuki daerah Riau diawal tahun 1900 mereka memanfaatkan Pacu jalur sebagai peringatan Ulang Tahun Ratu Wilhelmina  yang jatuh pada setiap tanggal 31 Agustus. Namun sejak Indonesia merdeka Pacu jalur menjadi Agenda untuk memperingat Hari kemerdekaan, kini Pacu jalur diadakan setiap Bulan Agustus atau dipercepat sebelum Agustus jika pada Saat Bulan Agustus bertepatan dengan Bulan Ramadhan.

Kini Pacu jalur menjadi pesta masyarakat Kuantan Singingi dan masyarakat Riau pada umumnya yang telah menjadi kalender  Pariwisata Nasional. Pacu Jalur ini diadakan di Tepian batang Narosa Sungai Kuantan Taluk Kuantan, event Pacu Jalur tidak hanya diikuti oleh Jalur dariKecamatan yang ada di Kabupaten Kunatan Singingi saja tapi juga diikuti oleh Jalur dari Kabupaten lain di Provinsi Riau dan juga diikuti Jalur Provinsi tetangga dan juga negara lain.



BAGAIMANA MENUJU TALUK KUANTAN (LOKASI PACU JALUR)
Sekurangnya ada 6jalur penerbangan yang rutin menuju Pekanbaru Ibu Kota Provinsi Riau,yaitu melalui Jalur Batam, Jakarta,Bandung, Medan, Singapura dan Kuala Lumpur. Dari Pekanbaru perjalanan dilanjutkan menuju Kota Taluk Kuantan ibu kota Kabupaten Kuantan Singingi dengan menggunakan perjalanan darat. Banyak pilihan kendaraan yang tersedia diantaranya Taxi, mobil angkutan umum dan kendaraan pribadi yang biasa disebut dengan mobil travel. Perjalanan dari Pekanbaru menuju Taluk Kuantan ditempuh dengan waktu lebih kurang 4jam hingga 4,5jam. Untuk Penginapan di Taluk Kuantan tidak perlu khawatir,karena banyak pilihan wisma,penginapan untuk bermalam selengkapnya bisa dilihat di : Daftar Hotel di Taluk Kuantan


Pada Tahun 2015 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 121 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Pacu Jalur menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201500184.







 

Dalam masyarakat Melayu Indragiri Hulu, salah satu prosesi adat pernikahan adalah membacakan Surat Kapal atau bisa juga disebut dengan Syair Cendrawasih atau Cerita Kapal. Syair Cenderawasih merupakan syair yang khusus dibacakan ketika keturunan bangsawan menikah, baik sesama keturunan bangsawan (Raja) maupun salah satu diantaranya berdarah biru. Sedangkan Surat Kapal atau Cerita  Kapal khusus dibacakan dan dilantunkan bagi orang kebanyakan (masyarakat umum).

Surat Kapal menceritakan siapa calon pengantin, dimana pertemuannya, apa aktivitasnya, siapa keluarganya dan keturunannya dan melalui syair Surat Kapal ini calon pengantin diminta belajar banyak bagaimana filosofis perjalanan kapal. Seperti bagaimana melawan ombak perkawinan, riak-riak kecil perjalanan rumah tangga dan sebagainya.

Berikut contoh Surat Kapal di salah pesta pernikahan di Kecamatan Peranap, Indragiri Hulu :


1. Dengan bismillah saya mulakan
Assalamualaikum saya ucapkan
Tiada lain untuk tujuan
Surat kapal saya bacakan

2. Rumpun bambu di tepi perigi
Tumbuh rebung menjadi buluh
Ampun hamba tegak berdiri
Wujudnya hamba duduk bersimpuh

3. Pujian syukur kita panjatkan
Ke hadirat Allah pencipta alam
Melimpahkan rahmat siang dan malam
Kepada umat penghuni alam

4. Selawat dan salam beriring pula
Nabi Muhammad pemimpin kita
Salat lima waktu janganlah lupa
Salat disebut tiang agama

5. Dengan bismillah permulaan kalam
Kertas dan dawat berwarna hitam
Cerita dibuat siang dan malam
Menyampaikan hajat seorang insane

6. Kami kisahkan seorang pemuda
Duduk termenung berhati hiba
Niat di hati mencari intan permata
Di rawah kononnya ada

7. Duduk di teras di atas kursi
Ambil gitar bawa bernyanyi
Lagunya merdu bernada tinggi
Lagunya bernama si jali-jali

8. Encik Masbah seorang pemuda
Pergi berjalan kendaraan honda
Astrea grand ataupun supra
Cari hiburan senang hatinya

9. Amaliah terpandang pula
Kecik dan mungil pula manis wajahnya
Masbah tercantul hati dia
Ingin berkenalan malu pula

10. Besok harinya diulang lagi
Terus-terang saja tak sabar lagi
Malam tadi ku tidur bermimpi
Gadis kuidamkan di pelukan ini

11. Teringat semalam tidur bermimpi
Gadis yang tampak berjumpa lagi
Inikah jodoh Tuhan takdiri
Siang terbayang malam bermimpi