Tampilkan postingan dengan label KUANSING. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KUANSING. Tampilkan semua postingan

Tersebutlah nama Elang Pulai,nama yang tidak begitu Asing bagi masyarakat Pangean dan nama Elang Pulai diabadikan menjadi sebuah Tugu. Sebelum TNI resmi dibentuk , Nusantara sudah memilki pasukan perang yang berjuang melawan penjajah Di Pangean, tersebutlah pasukan Elang Pulai.

Pada 5  Januari 1949 Pukul 10.00, pasukan payung kolonial Belanda mendarat di Rengat, ibukota Kabupaten Indragiri. Pertempuran pun tak terelakkan lagi. Pemerintah kabupaten dan rakyat dengan mengambil tempat di balai adat Koto Tinggi Pangean yang diprakarsai oleh Ja’far Thaher selaku wali militer bersama pemuka adat, alim ulama guru silat dan lainnya membentuk kesatuan gerilya Pangean dengan nama Elang pulai pada 25 Januari 1949. Menurut sejarah, seekor burung elang yang keramat, bersarang di pucuk kayu pulai yang tumbuh di ujung taye, yaitu tempat yang dikeramatkan karena tempat berpendamnya para guru silat pangean, tempat yang lazim diziarahi orang sampai sekarang. Setiap pasukan Elang pulai yang akan diberangkatkan ke medan perang, berziarah terlebih dahulu ke ujung Taye, berharap berhasil dan kembali dengan selamat.

Tanggal 5 Maret 1949 pasukan elang punai dipimpin oleh Harun Haban dan Intan Judin dengan 70 anggota diberangkatkan dari surau godang Teluk Pauh Pangean pukul 10.00, dilepas oleh pemuka masyarakat termasuk rang (Orang) padek-padek. Dalam pengepungan dan penyerbuan pasar Cirenti, pasukan elang pulai dibagi tiga regu, untuk regu satu jurusan timur, dipimpin oleh Harun Aban, regu dua dipimpin oleh musmil untuk jurusan dan regu tiga di selatan dipimpin oleh Intan Judin. Pukul 00.30 hari itu terjadi kontak senjata dengan dahsyat berlangsung sampai fajar terbit.

Pada 15 April 1949 Belanda datang dan masuk di Koto Rajo menuju penahan pasukan elang pulai di pematang pangean sepuluh hari, dan terjadi pertempuran sengit. Dalam pertempuran ini, pasukan Belanda mundur ke Koto Rajo. 3 orang pasukan elang terjebak, Leman Ransu, Mail Birit, dan Dujang. Leman dan Mail ditembak mati sedangkan Dujang dipukuli hingga pingsan.

Tanggal 28 Mei 1949 sang merah putih tetap berkibar di dua tempat. Di kasana kayu batu dan pekan Selasa. Di Pembatang Balung berada staf wali militer Jaafar Thaher dan Wedana Amiruddin oleh tentara Belanda diadakan pengepungan terhadap kekuatan elang punai waktu itu adalah Musmil, Syamsudin dan Lasin Gomuk yang beranggotakan sebanyak 60 orang. Belanda meneruskan penyerangannya sampai ke Rawang Binjai.

Selama bulan Juni 1949 Belanda bertemu dengan dua orang pasukan elang punai yaitu A. Muin dan Umar Burhan di Rawang Binjai. Umar ditembak mati dan Muin berhasil meloloskan diri, kegiatan operasi tentara Belanda selain membakar dan merampas, telah berhasil menembak 2 orang lagi yaitu Samsu dan Musa di sungai pangean.

Setelah mendapat informasi bahwa pasukan elang punai berada di Pauh Angit, Amir Ranjau bersama militer bersenjata britis menuju kesana. Melalui pengepungan, mereka berhasil menagkap komandan elang pulai-Zainal Abidin berikut 6 orang anggota yaitu Lasin Gomik, M. Yusuf, Hadap, Bujang, Ali Negara dan Raja Ewa. Senjata mereka dilucuti dan mereka diangkut ke Baserah, menuju Taluk Kuantan, Air Molek dan Rengat sebagai tawanan perang. Tetapi mereka dikembalikan ke pasukan republik karena tidak dibenarkan melakukan penangkapan dan tindakan lainnya karena di negeri Belanda sedang melaksanakan konferensi meja bundar.

Akhirnya perjuangan ini disudahi dengan syukuran makan bersama dihibur dengan rarak bertalempong dan dikumandangkan lagu rimba raya sebagai lagu perjuangan rakyat pangean, yang diciptakan oleh Sulaiman Isma’il dengan nama panggilan Leman Kaomato, berirama lagu Pantai Padang.

Tiga orang tentara yang gugur dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Darma di Pekanbaru. Tanggal 29 Desember 1949 dibangun tiga tugu pahlawan elang pulai yang terletak di pematangan oleh rakyat pangean dengan pemerintahan RI sebagai bukti sejarah perjuangan rakyat kenegarian Pangean di Indragiri Hulu. Tugu pahlawan ini masih bediri.

Demikian sekelumit dari perjalanan perjuangan masyarakat Pangean melalui kesatuan gerilya elang punai dalam usaha ikut mempertahankan proklamasi 17 Agustus dari ancaman kolonial Belanda.

 

(Sumber : https://bahanamahasiswa.co/pasukan-gerilya-elang-pulai-pangean/)


Silat pangean merupakan seni bela diri yang lahir dan tumbuh di Kenegerian Pangean Kabupaten Kuantan Singingi. Silat ini diwariskan secara turun temurun oleh guru-guru besar silat pangean yang biasa dikenal dengan Induak Barompek. Di dalam sejarah lisan, silat Pangean diyakini bermula saat salah seorang penduduk dari negeri Rantau Kuantan yang bergelar Bagindo Rajo pergi berguru ke Datuk Betabuh di Lintau, Sumatera Barat. Kepergiannya bertujuan untuk mempelajari agama Islam dan juga silat sebagai seni untuk membela keyakinan agama. Di saat kepergiannya ke negeri Lintau, istri Bagindo Rajo, Gadi Ome, yang tetap tinggal di Pangean bermimpi dalam tidurnya. Dalam mimpinya, Gadi Ome didatangi roh Syekh Maulana Aliyang datang dari tanah suci Mekkah. Selain bertemu Syekh Ali, Gadi Ome juga bertemu istri Syekh Ali yang bernama Halimatusakdiah. Dari Halimatusakdiah, Gadi Ome belajar ilmu silat. Sehingga Bagindo Rajo dan Gadi Ome merupakan guru yang pertama kali mengajarkan silat Pangean. Oleh sebab itu silat Pangean terdapat dua sifat yang berbeda, yaitu kasar/keras dan lunak/lemah gemulai tapi mematikan.
 

Seiring perjalanannya, pasangan suami istri ini mulai menurunkan keahlian silat mereka. Pada awalnya, silat hanya diajarkan di kalangan keluarga. Gadi Ome menurunkan ilmu silat menurut suku yang ada padanya (matrilineal). Sedangkan Bagindo Rajo menurunkan ilmunya kepada kemenakan dari keturunan ibu. Datuk Untuik adalah orang yang pertama menjadi murid Bagindo Rajo. Datuk Untuik diangkat menjadi murid karena Bagindo Rajo memiliki hutang budi terhadap ayahnya, Tan Garang. Kala Bagindo Rajo menuntut ilmu ke Lintau, Tan Garang merupakan orang yang menjaga Gadi Ome di kampung halaman. Dari Datuk Untuik, ilmu silat kembali diturunkan ke Pendekar Malin, Maliputi, Pak Ngacak, dan Menti Kejan. Keempat murid pertama Datuk Untuik ini kemudian diangkat menjadi Induak Barompek, gelar tertinggi yang dipakai dalam persilatan ini sampai sekarang. Mereka merupakan kelompok guru yang bertugas untuk menjaga kemurnian dan menurunkan ilmu silat Pangean.  

 

Secara umum silat pangean dikelompokkan dengan beberapa bagian yaitu: 1. Silek Tangan (silat tangan kosong),2. Silek Podang (silat dengan menggunakan senjata pedang),3. Silek Parisai (silatyang menggunakan senjata pedang dan perisai). Silat Pangean dikenal dengan gerakan yang lembut dan gemulai namun menyimpan kekuatan yang mematikan. Hal ini merupakan ciri dari gerakan silat pangean yang tidak hanya diandalkan pada teknik gerakan, namun lebih disertai oleh suatu refleksitas yang tinggi yang mudah terjadi karena suatu keyakinan dan keteguhan ilahiah seorang pesilat. Persebatian antara raga dan jiwa yang berserah pada Tuhan Yang Maha Kuasa, menciptakan gerak lembut dan tenang tetapi berisi kekuatan yang dahsyat. Setiap orang yang ingin memasuki Pencak Silat Pangean harus melalui serangkaian proses dan memenuhi syarat-syarat untuk bisa bergabung.

 

Persyaratan yang diperlukan untuk memasuki Pencak Silat ini antara lain ayam jantan satu ekor, beras segantang, kain putih, putik limau manis, pisau sebilah, dan cincin perak. Beberapa faktor yang mempengaruhi orang untuk memasuki pencak silat Pangean diantaranya adalah untuk melindungi diri, karena Pencak Silat dimaknai sebagai seni beladiri atau seniuntuk mempartahankan diri. Kemudian di dalam Pencak Silat terdapat unsur-unsur keagamaan yang mengajarkan untuk selalu bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, Faktor lainnya, karena Pencak Silat ini masih tertutup, kebanyakan anggota yang bergabung dalam Pencak Silat ini bermula dari seseorang yang mereka kenal mengajak mereka.

 

Sebelum memulai proses latihan setiap anggota Pencak Silat diwajibkan untuk mengenakan atribut yaitu berupa peci dan kain samping. Anggota Pencak Silat yang tidak mengenakan atribut tidak diperbolehkan mengikuti sesi latihan namun tetap diperbolehkan masuk dan duduk di balai silat. Teknik-teknik dan gerakan dasar yang diajarkan dalam Pencak Silat Pangean ini memiliki empat gerakan dasar yaitu langkah empat. Langkah empat merupakan empat langkah dasar yang digunakan dalam Pencak Silat Pangean untuk bertahan dan menyerang. Teknik dasar dalam Pencak Silat Pangean yang digunakan untuk menyerang yaitu menggayung, memopat dan menikam. Pencak Silat Pangean memiliki struktur yang posisinya akandipilih oleh guru Pencak Silat itu sendiri. Posisi itu antara lain adalah guru, wakil guru, penghulu laman, induk berempat, anak bungsu dan anak laman (murid pencak silat). Silat Pangean sudah tersebar ke berbagai wilayah di Riau. Selain sebagai tradisi pewarisan bekal kehidupan, Silat Pangean kemudian digunakan sebagai rangkaian helat dan upacara adat dalam hal penyambutan atau pertemuan berbagai pihak.

 

Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Silat Pangean menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi  201800640.

 

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 130)

Perahu Baganduang ditampilkan di hari raya kedua bulan Syawal. Perahu itu digandeng sepanjang 20 meter yang dihiasi dengan atribut-atribut yang mewakili desa-desa adat gunanya untuk menjemput limau. Perahu Beganduang artinya bergandeng, perahu atau jalur yang bergandeng dua atau tiga perahu kemudian dihiasi dengan umbul-umbul adat yang ditambah atribut-atribut adat daerah Lubuk Jambi dan sekitarnya yang melambangkan kebesaran suku atau adat itu. Adat istiadat yang masih terjaga/terpelihara hingga kini dengan baik. Pembuatan Perahu Beganduang prosesnya sama dengan pembuatan perahu jalur yaitu dengan memakai upacara Melayu .

Perahu baganduang menjadi bagian dari tradisi yang ada di Lubuk Jambi, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuansing, Riau. Perahu Baganduang adalah kendaraan adat yang digunakan untuk tradisi Majompuik Limau. Tradisi ini telah dilakukan masyarakat selama kurang lebih satu abad.

Perahu baganduang pertama kali digelar sebagai festival pada tahun 1996. Festival perahu baganduang dilaksanakan sekali dalam setahun, terutama pada saat hari raya Idul Fitri. Perahu-perahu ini kemudian dihias agar menarik. Hiasan-hiasan yang digunakan, antara lain, bendera, daun kelapa, payung, kain panjang, buah labu, foto presiden dan wakil presiden, dan benda-benda lainnya yang memiliki simbol adat. Misalnya, padi yang melambangkan kesuburan pertanian dan tanduk kerbau yang melambangkan peternakan.

Dalam festival tersebut, masyarakat disuguhkan berbagai hiburan, di antaranya Rarak Calempong, Panjek Pinang, dan kegiatan Potang Tolugh. Proses pembuatan perahu baganduang sama dengan pembuatan perahu jalur, yaitu dengan memakai upacara Melayu

Pada Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Perahu  Baganduang  menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda tersebut dengan Nomor Resgistrasi 201700479

 

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 94) 

Kayat merupakan salah satu bentuk tradisi lisan yang masih hidup di tengah masyarakat Rantau Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Masyarakat Rantau Kuantan mengenal di antaranya Jumat dan Juman, sebagai tukang-tukang kayat yang mumpuni di zamannya. Mereka dan kelompoknya sempat menjadikan kayat sebagai bagian dari tradisi lisan yang menjadi kebanggaan masyarakat Kuantan Singingi, selain randai.

Kayat disampaikan oleh seseorang yang disebut tukang kayat. Lazimnya, tukang kayat adalah laki-laki, meskipun perempuan pun boleh menjadi tukang kayat. Penyajiannya dapat dilakukan di dalam atau di luar rumah. Waktunya malam hari, dimulai selepas sholat isya dan berakhir menjelang sholat subuh.
Pada mulanya kayat di Kuantan Singingi mendendangkan kisah-kisah nabi dan para pahlawan Islam, seperti Kayat Tangkurak Koriang (Hikayat Tengkorak Kering), Kayat Porang (atau Kayat Hasan dan Husin; mengisahkan peperangan cucu-cucu Rasulullah Muhammad SAW melawan Yazid bin Muawiyah), Kayat Kanak-kanak (berkisah tentang kehidupan anak-anak yang meninggal sebelum baligh, bebas dari dosa, dan dalam kedamaian hidup damai di akhirat mereka mencari, menolong, dan membimbing ibu-bapaknya untuk masuk surga).

Dalam bentuk tradisionalnya, kayat-kayat itu ditampilkan dalam majelis-majelis pengajian, atau sempena perayaan dan upacara keagamaan, seperti pesta perkawinan, syukuran, sunat rasul, dan aqiqah. Bila disajikan dalam perayaan-perayaan, maka pada bagian-bagian tertentu kisahannya, tukang kayat sering menyisipkan pantun-pantun popular untuk menyukakan hati khalayaknya, baik di bagian awal, di masa jeda, atau pada saat-saat penonton mulai jenuh.

Biasanya, kayat dimainkan oleh empat orang tukang kayat. Salah seorang dari mereka menjadi pemimpin kayat tersebut. Masing-masing tim terdiri atas dua orang sebagai teman untuk saling bersahut-sahutan. Kayat dimainkan di hadapan penontonnya tanpa ada jarak dan batas formal. Pada awalnya, dalam penampilannya, kayat diiringi alat musik berupa talam atau dulang yang terbuat dari kuningan/tembaga. Dalam perkembangannya, alat musik tersebut berkembang sehingga dipergunakan pula gendang, biola, ketabung dan kerincing.

Tukang kayat hendaknya memiliki suara yang bagus sehingga terdengar merdu di telinga masyarakat penikmatnya. Ternyata, untuk menjaga suara tetap merdu, tukang kayat terbiasa memakan tebu sebagai suguhan wajib, ditambah pisang rebus, serta sirih pinang sebagai pelengkap. Dengan suaranya yang merdu tersebut, tukang kayat akan menampilkan bermacam jenis irama, di antaranya; ungko tabobar (siamang jawab-menjawab), naik maligai (naik istana), dan pado-padi (irama permulaan).

Kayat tidak hanya berfungsi sebagai sebuah hiburan. Kayat juga berisi pandangan dan tuntunan perilaku hidup sehari-hari. Tak jarang, pertunjukan kayat ini dibungkus dengan cerita-cerita tentang kepahlawanan Islam atau gambaran kehidupan sesudah mati. Ada cerita yang berkisah tentang cerita dagang piatu (peruntungan), kayat kanak-kanak, dan kayat porang (perang).

Di Rantau Kuantan, keberadaan kayat tersebar di sejumlah daerah kecamatan, seperti Benai dan Kuantan Hilir. Kayat juga ada di Desa Toar, Kecamatan Gunung Toar, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Di daerah ini hidup tukang kayat Nasir (79 tahun) dan Juharli (57 tahun). Akan tetapi, dua orang ini sudah tidak pernah lagi menampilkan kayat di tengah keramaian. Mereka terakhir tampil sekitar tahun 2000. Menurut Nasir, selain kayat asli sudah tidak banyak peminat, mereka pun mengaku usianya sudah tidak muda lagi untuk berkayat.

Tim kayat mereka pun sudah tidak lengkap lagi karena dua orang sudah meninggal. Oleh karena itu, ketika menampilkan kayat, mereka sudah tidak bisa menyelesaikan kayat tersebut sampai tuntas. Seharusnya, setelah habih satalo (habis satu episode), kayat harus disambung oleh tukang kayat yang lain. Para pekayat ini berharap, kesenian kayat ini bisa diwariskan kepada generasi sekarang dengan cara diajarkan kepada pemuda yang punya kemauan/kepedulian terhadap kayat.


Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Kayat Kunasing/Kayat Rantau Kuantan  menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800644.(Sumber: Saduran dari https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/kayat-sastra-lisan-dari-kuantan/ )

 


Seperti apa   dengan Tradisi Lisan Kayat tersebut ? silahkan menyaksikan video berikut : 

 

 

Randai Kuantan Singingi  merupakan sebuah kesenian unik yang memperlihatkan berbagai cerita rakyat, yang dibawakan dalam sebuah pertunjukan teater seni tradisional. Kesenian ini dimainkan oleh sekelompok orang yang berjumlah sekitar 15 hingga 30 orang dalam sekali pementasan. Terdapat beberapa peran penting, seperti tokoh cerita serta peran pendukung lainnya, dalam pertunjukan kesenian yang juga dimainkan oleh mayoritas anak muda yang juga sering disebut dengan nama Randai Bujang Gadi.

 


Kesenian ini identik dengan berbagai tingkah serta atraksi dari para pemain yang mampu mengundang gelak tawa dari para peonton yang menyaksikannya. Hal ini dikarenakan terdapat berbagai lawakan-lawakan khas dan juga unik, yang pastinya akan menjadi sajian untuk kita nikmati dalam pertunjukan kesenian Randai Kuantan. Salah satu daya tarik yang mampu mengundang kelucuan dalam kesenian ini  adalah tokoh yang diperankan  oleh laki-laki yang  berperan sebagai wanita, dan begitu juga sebaliknya para pemain wanita yang memerankan diri menjadi laki-laki.
 

Selain di Kuantan Singingi , Randai juga ada di Sumatra barat ,jika di Sumatra Barat tarian randai dikombinasikan dengan Gerakan Silat. Menurut Budayawan Riau asal Kuantan Singingi UU Hamidy, bahwa Randai di daerah Kuansing, erat hubungannya dengan kedatangan perantau-perantau Minang. Randai mulai dikenal di perkampungan sepanjang sungai kuantan Indragiri Riau, kira-kira tahun 1937. Ketika itu keadaan ekonomi rakyat didaerah itu cukup baik. Harga getah cukup mahal, lagipula banyak petani atau peladang getah yang diberi subsidi oleh Belanda. Ekonomi yang baik ini telah mendorong datangnya perantau-perantau Minangkabau ke Kuantan Singingi.


Pertunjukan Randai menjadi spesial bagi Orang Kuantan Singingi, terutama bagi perantauan asal kuantan Singingi, perantauan Asal Kuantan Singingi  melestarikan Randai ini di tempat ia tinggal dengan rutin menggelar pertunjukan Randai dan mereka akan mengundang sesama  Perantauan Asal Kuansing untuk menyaksikan Randai. Perantauan Asal kuansing akan mengadakan Randai jika melangsungkan pernikahan, acara khitanan, syukuran kelahiran anak, Khatam Quran dan acara lainnya.

Pertunjukan Seni Randai menampilkan cerita yang disajikan dalam  Dialog  dan diiringi oleh Musik Calempong sambil berjoget dengan membentuk lingkaran, para penari atau Anak Randai  dengan semangat berjoget sambil berjalanan dan berkeliling membentuk lingkaran dan Induk Randai bercerita dan memimpin Jalannya Randai dan Para Penonton akan terbahak ketawa mendengar Dialog Induk randai dan Anak Randai dan tentunya Penampilan Anak Randai Laki Laki yang menjadi Wanita dengan berpakaian Wanita  dan juga Bando di kepala akan menjadi menarik perhatian penonto. Kacamata dan Syal serta peluit menjadi perlengkapan wajib dalam kesenian Randai, Anak Randai berjoget mengelilingi lingkaran sambil meniup peluit dengan membentuk irama tertentu dan menyatu dengan hentakan kaki.

Kini Dokumentasi Kesenian randai banyak dijual dalam Bentuk Kepingan CD baik dalam bentuk MP3 maupun Video, dan CD Randai tersebut menjadi lagu Wajib di Kendaraan Roda Empat bagi Perantauan Asal kuantan Singingi, Syafri Depi Pegawai Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru perantauan Asal Desa Simandolak Benai kuansing menuturkan ia menjadikan Lagu Randai sebagai Nada Dering Handphone, menurutnya Lagu Randai dengan judul Sayang den Du menjadi favorit ia dan Keluarga.




 Susunan Acara Penampilan Randai
  1. Pembukaan
    Para pemain berbaris dua-dua lalu memasuki arena, diiringi dengan musik lagu pembuka, misalnya, “Bunga Setangkai”. Barisan ini dipandu “tukang peluit” yang meniup peluitnya sesuai irama musik. Lalu mereka berjoget mengelilingi lokasi hingga membentuk lingkaran. Jika lagu telah selesai, tukang peluit meniup peluitnya sembari memberi kode telah selesai. Barisan randai yang ada lalu meneriakkan “hep heeep ta”, kemudian jongkok ataupun duduk dengan posisi melingkar.
  2. Sambutan
    Pemandu acara meminta induk randai dan tuan rumah yang memiliki hajatan untuk menyampaikan kata sambutan. Ia juga meminta ketua randai untuk menyampaikan petatah petitihnya. Kemudian, para anak randai berdiri dan berjoget mengelilingi arena, selanjutnya mereka duduk lagi.
  3. Bercerita
    Pemandu menyampai isi cerita yang akan dimainkan, lalu anak-anak randai pun berakting sesuai dengan alur cerita yang disampaikan. Setiap adegan diawali dengan cerita dari pemandu dan ditutup dengan tarian atau joged.
  4. Istirahat
    Setelah sekitar 2 jam, biasanya permainan diistirahatkan. Waktu istirahat ini biasanya diisi dengan lelang lagu dan joged oleh para bujang gadih (pemeran laki-laki atas peran perempuan) yang disaksikan para penonton.
  5. Penutup
    Pada saat penutupan, biasanya dinyanyikan lagu “Gelang Sipaku Gelang”. Para anak randai pun berjoged mengelilingi arena sembari berjalan ke luar. 

Kini Pertunjukan randai bukan hanya sekedar Kesenian tetapi telah menjadi Sebuah Identitas dan Jati Diri bagi Kuantan Singingi.


Pada Tahun 2016 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Randai menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201600309.


Pada pembukaan Festival Pacu Jalur ke-116 pada Tanggal 21 Agustus 2019   Museum Rekor Indonesia (MURI) telah menetapkan Sebuah Rekor Baru dengan Nomor Register : 9124 kepada Kabupaten Kuantan Singingi yang telah mempersembahkan tari randai yang diikuti oleh 1.574 penari dari seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi. 





Sumber :
  • https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/randai-kuantan-warisan-budaya-takbenda-indonesia-2016
  • Dialog dan Wawancara dengan Tokoh Masyarakat Kuantan Singingi
  • Youtube (Randai )





Beberapa waktu lalu, Komunitas Blogger Bertuah Pekanbaru berkesempatan melakukan perjalanan ekowisata  ke Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling. Perjalanan ini bertujuan untuk mengunjungi Camp Tiger Protection Unit (TPU) WWF.   TPU merupakan unit kerjasama antara Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) dan WWF untuk merespon cepat kegiatan yang berkaitan dengan ancaman langsung dan tidak langsung terhadap Harimau Sumatera dan satwa liar lainnya. Tim ini menjaga dua kawasan yang dilindungi yakni SMBRBB dan Hutan Lindung Bukit Batabuh.

Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling atau di kenal juga dengan Suaka Margasatwa Rimbang Baling yang berada di Provinsi Riau ini merupakan salah satu Kawasan tempat habitat Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) Hutan konservasi yang terletak di Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuantan Singingi dahulunya memiliki tutupan hutan sekitar 136 ribu ha, namun tutupan hutan kini mulai menyusut di karnakan seiringnya aktivitas perambahan, illegal logging dikawasan tersebut.

Di kawasan ini juga terjadi perburuan harimau sumatera besarnya tekanan dan ancaman dari segala aspek terhadap harimau sumatera menimbulkan kekhawatiran pihak pemerintah dan WWF program Riau. Pada awalnya Tiger Protection Unit (TPU) difokuskan bekerja di kawasan Tesso Nilo. Namun dalam perjalanannya, melihat dinamika yang terjadi di taman nasional ini dan tidak memungkinkan lagi bagi Tiger Protection Unit (TPU) untuk melakukan kegiatan di kawasan tersebut, maka fokus dialihkan ke Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling pada tahun 2007. Seiring dengan perkembangan, Tiger Protection Unit (TPU) diperbantukan untuk melakukan pengamanan harimau sumatera di Koridor SMBRBB-Bukit Tigapuluh.

Sejauh ini Tiger Protection Unit (TPU) sudah melaku upaya penyelamatan harimau sumatera dengan penyitaan sedikitnya 800 jerat harimau dan jerat mangsa. Selain itu, Tiger Protection Unit (TPU) juga turut serta dalam upaya penegakkan hukum terhadap pelaku kejahatan satwa liar. Sedikitnya ada 6 tindak kejahatan perburuan hariamu sudah difasilitasi proses penegakkan hukumnya. Teridentifikasi secara periodik temuan kejahatan illegal logging, perambahan dan aktifitas illegal lainnya di lokasi kegiatan. Selain itu Tiger Protection Unit (TPU) juga Teridentifikasi dan termonitor aktifitas pelaku perburuan dan jaringan perdagangannya.



Penemuan Jerat Harimau di Suakamargasatwa Bukit Rimbang Baling

Penanganan harimau sumatera dilakukan dengan kegiatan patroli, investigasi, respon konflik dan fasilitasi kegiatan unit kerja dalam WWF program Riau dan mitra kerja lainnya. Untuk mendapatkan dukungan yang lebih luas terhadap upaya perlindungan satwa liar dan habitatnya, tim ini juga berperan dalam melayani kebutuhan unit kerja di WWF Riau serta mitra kerja lainnya. Bentuk kegiatan ini dengan memberikan dan meyediakan informasi, memandu mitra di lapangan dan melakukan sosialisasi.

Pengamanan harimau sumatera diharapkan tidak hanya difokuskan untuk dua kawasan ini saja. Hendaknya kawasan fokus WWF lainnya juga mendapatkan perhatian yang sama, serta didukung dengan personel yang memadai. Selain itu, dukungan pemerintah juga menjadi suplemen bagi tim Tiger Protection Unit (TPU) dalam menjalankan tugas menjaga sang raja rimba.


Perjalanan menuju Tiger Protection Unit Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling dari Kota Pekanbaru dapat ditempuh dengan waktu 2,5 jam perjalanan. Desa Petai  Kecamatan Singingi Hilir Kabupaten Kuantan Singingi menjadi tujuan kami, kami menelusuri Jalan Lintas Pekanbaru - Talukkuantan, hingga akhirnya kami menemui sebuah pertigaan RAAP Sektor Logas di Desa Petai. Dari pertigaan tersebut perjalanan kami lanjutkan kedalam melewati areal perusahaan dan perkebunan masyarakat. Medan jalan cukup sulit karena kami melewati pegunungan bukit barisan  dan sungai. Perjalanan diteruskan hingga akhirnya kami bertemu Sungai Tapi.  Sungai yang biasanya dapat dilewati mobil, kali ini debet airnya cukup tinggi dan luapan air banjir serta arus yang deras memaksa kami untuk berjalan kaki menyeberangi sungai. Perjalanan yang cukup berat, karena kami melawan arus sungai yang cukup deras dan mendaki bukit bukit yang terjal. Disepanjang perjalanan kami menemui beberapa satwa seperti babi, siamang.

Setelah berjalan kaki 45menit lamanya, hingga akhirnya kami menemui sebuah papan petunjuk  Tiger Protection Unit, momen di papan petunjuk tersebut kami gunakan untuk berphoto. Kicauan burung dan udara segar menyambut kami di Camp Tiger Protection Unit. Waktu yang tersisa kami lanjutkan dengan beristirahat, karena keesokan harinya kami ekan melakukan simulasi Jerat Harimau dan patroli hutan, serta "berarung jeram" di sungai tapi.

Setelah beristirahat kami melakukan simulasi beberapa rutinitas yang dilakukan anggota Tiger Protection Unit dalam menjaga  Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling, diantaranya kami mengikuti  patroli mobiler dengan menggunakan sepeda motor, kegiatan ini bertujuan untuk melihat bagaimana ancaman yang terjadi di sekitar kawasan. Dalam perjalanannya para blogger melihat langsung adanya proses penebangan pohon yang dilakukan oleh pelaku illegal logging. Melihat kedatangan rombongan, pelaku berusaha dengan cepat melarikan diri, sejak berdirinya TPU (Tiger Protection Unit) di Tahun  2004 , tim ini sudah berhasil mengidentifikasi secara periodik temuan kejahatan illegal logging, perambahan dan aktivitas illegal lainnya dilokasi Suaka Marga Satwa Bukit Rimbang Baling. Kemudian kami melakukan simulasi pelepasan jerat harimau yang biasanya dilakukan untuk menangkap harimau. Jon Hendra, koordinator lapangan TPU (Tiger Protection Unit) mengatakan bahwa hingga saat ini sedikitnya ada 800 jerat harimau yang sudah diamankan oleh tim TPU. Jumlah ini mengindikasikan adanya ancaman nyata terhadap keberlangsungan Harimau Sumatera dan Tim TPU juga berhasil mengidentifikasi dan memonitor aktivitas pelaku perburuan dan jaringan perdagangannya. Tim ini juga menjadi tim respon cepat dalam mengidentifikasi konflik harimau dengan manusia dan beberapa pencapaian lain dalam kaitannya dengan penanganan kejahatan satwa.

Setalah melakukan simulasi bersama anggota TPU (Tiger Protection Unit) kemudian kami melanjutkan melihat Potensi Ekowisata yang ada di Suaka Marga Satwa Bukit Rimnag Baling yaitu berarung jeram di sungai. Diperjalanan menuju "wahana arung jeram" kami menemui  bekas rel kereta api yang dibangun pada masa penjajahan Jepang. Rel tersebut kondisinya sudah tidak terawat dan hanya bersisa beberapa meter saja.

 
Rel Kereta Api yang ditemui di Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling

Hingga akhirnya sampailah kami di Lokasi Wahana Arung Jeram tersebut, ternyata arung jeram yang akan kami lakukan bukanlah seperti arung jeram pada umumnya menggunakan boat karet serta dengan alat safety yang memadai. Kami berarung jeram mengikuti arus sungai yang cukup deras menggunakan ban dalam (benen) mobil truck, tanpa mengurangi nikmatnya berarung jeram kami semua cukup menikmati berarung jeram menggunakan benen ini.

Arung Jeram menggunakan Benen di Sungai Tapi Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling

Setalah berarung jeram, kami Blogger melanjutkan perjalanan pulang menuju Pekanbaru tentunya dengan pengalaman yang tidak kalah serunya yang tidak akan didapatkan di tempat lain.

Untuk informasi lebih lengkap mengenai Tiger Protection Unit dan Hutan Rimbang Baling, dapat berkunjung ke  www.stripetosecure.or.id. dan juga dapat melihat beberapa cuplikan video dibawah ini :



Jalur Andalan Kecamatan Rengat Barat Kabupaten Indragiri Hulu berhasil mendapatkan Piala Bergilir  Menteri Pariwisata RI, Tuah kalajengking Muda Indragiri keluar sebagai Juara Event Pacu Jalur Tahun 2015 di Tepian Narosa Sungai Indragiri Taluk Kuantan. Di final Tuah kalajengking Muda Indragiri mengalahkan Jalur dari Pintu Gobang Kari Kuantang Tengah yaitu Tuah Koghi Dbalang Ghajo. 

Berikut Daftar Juara Festival pacu Jalur Tahun 2015 di Taluk Kuantan :
  1. Tuah kalajengking Muda Indragiri (Inhu)
  2. Tuah Koghi Dbl Ghajo (KT)
  3. Palimo Olang Putie (HK)
  4. Puti Mandi Mayang Terurai (KM)
  5. Sijontiak Lawik (CRT)
  6. Putri Bungsu Dbl Hitam (Inhu)
  7. Linggar Jati RAPP (PGn)
  8. Siposan Rimbo RAPP (PGN)
  9. Juragan Kuantan (GT)
  10. Sialang Soko (Inhu)
  11. Meriam Onggang Parau (KH)
Sebelum Perang Dunia II pemerintah kolonial Belanda telah membuat rencana pembangunan jaringan jalan rel kereta api yang menghubungkan pantai timur dan pantai barat Sumatera, yang akhirnya akan meliputi seluruh pulau Sumatera. Jalur Muaro ke Pekanbaru adalah bagian dari rencana itu. Tapi hambatan yang dihadapi begitu berat, banyak terowongan, hutan-hutan dan sungai serta harus banyak membangun jembatan. Karena belum dianggap layak, rencana itu tersimpan saja di arsip Nederlands-Indische Staatsspoorwegen (Perusahaan Negara Kereta Api Hindia Belanda).

Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942 , Jepang mengetahui rencana Kolonial Belanda. Penguasa militer Jepang melihatnya sebagai jalan keluar persoalan yang mereka hadapi. Pembangunan jalan rel yang menghubungkan Sumatera Barat dan pantai timur Sumatera akan membuat jalur transportasi yang menghindari Padang dan Samudera India yang dijaga ketat kapal perang Sekutu. Jalan kereta api baru itu akan memperluas jaringan Staatsspoorwegen te Sumatra’s Weskust (SSS) sepanjang 215km ke pelabuhan Pekanbaru. Dari sana, melalui Sungai Siak akan mudah mencapai Selat Melaka.

SEJARAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI
TUGU CERANO
Kabupaten Kuantan Singingi pada awalnya merupakan bagian dari Kabupaten Indragiri Hulu. Wacana otonomi daerah yang berkembang pada tahun 1999 telah melahirkan terbentuknya sebuah kabupaten baru sebagai hasil dari pemekaran Kabupaten Indragiri Hulu, yakni Kabupaten Kuantan Singingi atau Kuansing yang memiliki ibu kota di Taluk Kuantan. Melalui Undang-undang Nomor 53 tahun 1999, Kabupaten Indragiri Hulu secara resmi dibagi menjadi dua bagian, yakni Kabupaten Indragiri Hulu dengan ibu kotanya Rengat dan Kabupaten Kuantan Singingi dengan ibu kotanya di Taluk Kuantan.

Pada saat Kabupaten Kuantan Singingi menjadi sebuah Kabupaten defenitif  yang terdiri dari 6 (enam) kecamatan dengan 151 pemerintahan Desa/Kelurahan. Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Kuantan Tengah, Kecamatan Singingi, Kecamatan Kuantan Mudik, Kecamatan Kuantan Hilir, Kecamatan Cerenti, dan Kecamatan Benai.

Sebagai pejabat Bupati Kabupaten Kuantan Singingi terhitung sejak tanggal 8 Oktober 1999 sampai dengan 8 Oktober 2000 adalah Drs. H.Rusdji S Abrus. Pada bulan Oktober 2000 diadakan pemilihan Bupati Kuantan Singingi yang pertama dipilih oleh anggota legislatif, sebagai Bupati dan Wakil Bupati terpilih adalah pasangan Drs. H.Rusdji S Abrus dengan Drs. H. Asrul Ja’afar periode 2001- 2006. Ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.24.133 Tahun 2001 dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132.24-134, diangkat dan ditetapkan sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kuantan Singingi. Selang waktu 2 ( dua ) bulan Bupati Kuantan Singingi terpilih meninggal dunia, jabatan Bupati digantikan langsung oleh Wakil Bupati, ditetapkan menjadi Bupati Kuantan Singingi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 131.24-316 tanggal, 20 Agustus 2001. Kabupaten Kuantan Singingi pada awalnya membawahi 6 ( enam ) kecamatan dimekarkan menjadi 12 ( dua belas ) kecamatan, kecamatan yang baru dimekarkan tersebut adalah : Kecamatan Hulu Kuantan, Kecamatan Gunung Toar, Kecamatan Singingi Hilir, Kecamatan Pangean, Kecamatan Logas Tanah Darat, Kecamatan Inuman.

Kabupaten Kuantan Singingi sangat kaya akan keragaman adat dan budaya,salah satu diantaranya adalah Pacu jalur.  Pacu berarti lomba adu cepat, sedangkan jalur berarti perahu besar yang dapat memuat40-50 orang anak pacu. Jalur dibuat dari sebatang pohon Bonio atau kulim kuyian dengan panjang 30 meter atau lebih dengan diameter 2meter.

Untuk membuat Pacu banyak ritual yang mesti dilalui, kayu yang diambil dihutan diawali dengan upacara persembahan dan semah yang dipimpin oleh pawang,kayu tersebut dianggap memiliki penghuni,upacara ini dilakukan agar proses penebangan kayu dapat berjalan lancar. Kemudian pohon ditebang sesuai dengan panjang jalur yang akan dibuat,setelah pohon ditebang lalu diseret bersama-sama ke Desa dengan menggunakan tenaga manusia, nuansa gotong royong dan kebersamaan masih kental dalam proses pembuatan jalur

Sesampai di Desa Pohon yang ditebang dan diseret tadi di layur (diasapi) selama kurang lebih 12jam, proses pengasapan ini dilakukan pada malam hari diiringi upacara adat dan tari-tarian yang dihadiri oleh pemuka masyarakat. Tujuan kayu diasapi agar kayu atau jalur menjadi kering dan tidak berat saat dipacu.



PACU JALUR
Pacu jalur awalnya dilaksanakan untuk memperingati hari besar agama Islam seperti Maulid nabi, Idul Fitri, Tahun Baru Islam 1 Muharam. Tetapi Ketika Penjajah Belanda memasuki daerah Riau diawal tahun 1900 mereka memanfaatkan Pacu jalur sebagai peringatan Ulang Tahun Ratu Wilhelmina  yang jatuh pada setiap tanggal 31 Agustus. Namun sejak Indonesia merdeka Pacu jalur menjadi Agenda untuk memperingat Hari kemerdekaan, kini Pacu jalur diadakan setiap Bulan Agustus atau dipercepat sebelum Agustus jika pada Saat Bulan Agustus bertepatan dengan Bulan Ramadhan.

Kini Pacu jalur menjadi pesta masyarakat Kuantan Singingi dan masyarakat Riau pada umumnya yang telah menjadi kalender  Pariwisata Nasional. Pacu Jalur ini diadakan di Tepian batang Narosa Sungai Kuantan Taluk Kuantan, event Pacu Jalur tidak hanya diikuti oleh Jalur dariKecamatan yang ada di Kabupaten Kunatan Singingi saja tapi juga diikuti oleh Jalur dari Kabupaten lain di Provinsi Riau dan juga diikuti Jalur Provinsi tetangga dan juga negara lain.



BAGAIMANA MENUJU TALUK KUANTAN (LOKASI PACU JALUR)
Sekurangnya ada 6jalur penerbangan yang rutin menuju Pekanbaru Ibu Kota Provinsi Riau,yaitu melalui Jalur Batam, Jakarta,Bandung, Medan, Singapura dan Kuala Lumpur. Dari Pekanbaru perjalanan dilanjutkan menuju Kota Taluk Kuantan ibu kota Kabupaten Kuantan Singingi dengan menggunakan perjalanan darat. Banyak pilihan kendaraan yang tersedia diantaranya Taxi, mobil angkutan umum dan kendaraan pribadi yang biasa disebut dengan mobil travel. Perjalanan dari Pekanbaru menuju Taluk Kuantan ditempuh dengan waktu lebih kurang 4jam hingga 4,5jam. Untuk Penginapan di Taluk Kuantan tidak perlu khawatir,karena banyak pilihan wisma,penginapan untuk bermalam selengkapnya bisa dilihat di : Daftar Hotel di Taluk Kuantan


Pada Tahun 2015 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 121 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Pacu Jalur menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201500184.







 
Hotel Shinta
Jl . Jend. Sudirman Telp : (0760)-20389, 081363083657
Tarif : Rp.75.000-150.000 (Kamar : 39)

Hotel Latifa
Jl. Ahmad Yani Telp :  (0760) 20845
Tarif : Rp.150.000-250.000 (Kamar : 34)

Hotel Amery
Jl. Belibis No 6 Telp : (0760) 20190
Tarif : Rp.60.000-100.000 (Kamar : 15)

Hotel Pujangga
Jl. Nangka  Telp : (0760) 561963
Kamar :14

Hotel Kuantan
Jl. Ade Irma Suryani 08
Tarif : Rp.200.000-300.000 (Kamar : 13)

Hotel Mustika
Jl. Proklamasi No 99, Sungai Jering Telp : (0760)-20625
Tarif : Rp.80.000-200.000 (Kamar : 10)

Hotel Ade
Jl. Jend. Sudirman
Tarif : Rp.100.000-150.000 (Kamar : 8)
 Wisma Hasanah
 Jln. Perintis Kemerdekaan Telp : (0760) 20955
Tarif : Rp.250.000- Rp.300.000 (Kamar : 20)

Wisma Abiyyah
Jln.Jend. Sudirman , Telp : (0760): -20871
Tarif : Rp.120.000-Rp.150.000 (Kamar : 16)

Wisma Sabilion
Jln. Perintis Kemerdekaan No 37
Tarif : Rp.100.000- Rp.225.000 (Kamar : 15)

Wisma Oshin
Jln. Proklamasi Sungai Jering Telp (0760)--20248
Tarif : Rp.100.000- Rp.225.000 (Kamar : 15)


Wisma Angela
Jln.Teluk Kuantan -Rengat  Batu Ampar, Desa Sawah Telp : 08127664841
Tarif : Rp.100.000- Rp.150.000 (Kamar : 12)

Wisma Gerbang Sari
Jln. Perintis Kemerdekaan Telp : (0760)-20259
Tarif : Rp.75.000- Rp.125.000 (Kamar : 7)

Wisma Jalur
Jln. Tugu Timur Telp : (0760)-20017
Tarif : Rp.50.000-Rp.125.000


Wisma Nuri, Jln Sudirman

Penginapan Perlinda
 Jln. Jend. Sudirman Telp (0760)-20579
Tarif : Rp.60.000.-Rp.80.000 (Kamar : 19)


Penginapan Putri Bungsu
 Jln. Hakim Jalur 62 Telp 081365650839
Tarif : Rp.150.000 (Kamar : 11)


Penginapan Jadi Juo
 Jln. Sudirman-Lubuk Jambi

Sumber : Majalah Visit Riau 2011
 
PAWAI BUDAYA DAERAH PROVINSI RIAU TAHUN 2011 : BUDAYA  KUANSING

Bertempat di Arena Purna MTQ pada tanggal 18 September 2011 digelar Pawai Budaya 2011 dalam Rangka Ulang Tahun Tahun Provinsi Riau ke 54. Pawai Budaya 2011 ini bertujuan agar masyarakat luas bisa semakin mengenali kebudayaan sendiri, sehingga menumbuhkan rasa cinta terhadap kebudayaan itu sendiri.

Dalam acara pawai budaya daerah 2011 ini diikuti oleh beberapa  Kabupaten dan Kota se-Riau yaitu Rohil, Kuansing, Pelalawan, Inhu,  Siak, Dumai, dan Pekanbaru.
Dalam Pawai Budaya 2011 ini kabupaten Kuantan Singingi menampilkan beberapa atraksi budaya diantaranya Acara Babako mengantar Anak Pancar, Iringan sunat Rasul dengan Karondo Burak, Iringan Jambar/Sisampek dan Bintang serta beberapa tarian dan juga diiringi musik Randai khas Kuansing.

Rombongan Pawai Budaya Kabupaten Kuantan Singingi

Rombongan Pawai Budaya Babako Mengantar Anak Pancar dan Sunat Rasul
Babako Mengantar Anak Pancar mempunyai maknan  bahwa  keluarga pihak ayah biasa juga disebut bako. sedang kita oleh keluarga pihak ayah disebut anak pancar. Dan didalam tradisi Kuantan Singingi jika menikah, Khatam Alquran, Sunat Rasul dll , maka  kita akan dirarak oleh bako. 

Karando Burak : Sebuah Keranda untuk menjulang atau mengangkat bocah yang melakukan khitanan dan diarak keliling kampung. Dinamakan karondo Burak, berasal dari kata Keranda dan Burak (Kendaraan Nabi Muhammad SAW)



Iringan Anak-Anak Kuantan Singingi yang baru saja melakukan khitan (sunat rasul)


Dalam  tradisi Kuantan Singingi jika menikah, Khatam Alquran, Sunat Rasul dilakukan pengarakan keliling kampung dengan membawa Bintang, Jambar atau Sisampek.


Bintang adalah sebuah dulang yang berisi berbagai macam panganan atau kue tradisional khas Kuantan Singingi. Dulang ini dibungkus dengan kain lalu ditaruh diatas kepala Ibu-Ibu dan diarak keliling kampung


Jambar atau ditempat lain di Ranah Kuansing juga disebut dengan Sisampek adalah sebuah wadah yang terbuat dari rangka bambu atau batang pisang yang kemudian dapat dibentuk dengan berbagai model dan dihiasi dengan bunga-bunga yang ditusuk dengan lidi daun kelapa yang diselipkan dengan kue-kue dan penganan kecil, lalu Jambar atau sisampek ini diarak oleh kaum wanita Kuantan Singingi.

KERAJAAN KANDIS “ATLANTIS NUSANTARA”
ANTARA CERITA DAN FAKTA
(Sebuah Hipotesa Lokasi Awal Peradaban di Indonesia)
MAKALAH SEMINAR


RINGKASAN

Nenek moyang bangsa Indonesia diduga kuat oleh para Arkeolog adalah ras Austronesia. Ras ini mendarat di Kepulauan Nusantara, dan memulai peradaban neolitik. Bukti arkeologi menunjukkan bahwa budaya neolitik dimulai sekitar 5000 tahun lalu di kepulauan Nusantara. Bersamaan dengan budaya baru ini bukti antropologi menunjukkan muncul juga manusia dengan ciri fisik Mongoloid. Populasi Mongoloid ini menyebar di kawasan Nusantara sekitar 5000 sampai 3000 tahun lalu dengan membawa bahasa Austronesia dan teknologi pertanian.

Di Nusantara saat ini paling tidak terdapat 50 populasi etnik Mongoloid yang mendiaminya. Budaya dan bahasa mereka tergolong dalam satu keluarga atau filum bahasa, yaitu bahasa-bahasa Austronesia yang menunjukkan mereka berasal dari satu nenek moyang. Lalu dari manakah populasi Austronesia ini berasal dan daerah manakah pertama kalinya mereka huni di Nusantara ini? Sebuah pertanyaan yang belum terjawab oleh riset sejarah selama ini. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah pengkajian dan analisis yang komprehensif tentang bukti sejarah yang ada dan menelusuri hubungan historis suatu daerah dengan daerah lainnya. Metode yang digunakan adalah mengumpulkan cerita/tombo yang ada di masyarakat dan penelusuran fakta yang mendukung tombo tersebut.

Kerajaan tertua di Pulau Jawa berdasarkan bukti arkeologis adalah kerajaan Salakanegara dibangun abad ke-2 Masehi yang terletak di Pantai Teluk Lada, Pandeglang Banten. Diduga kuat mereka berimigrasi dari Sumatra. Sedangkan Kerajaan tertua di Sumatra adalah kerajaan Melayu Jambi (Chu-po), yaitu Koying (abad 2 M), Tupo (abad ke 3 M), dan Kuntala/Kantoli (abad ke 5 M). Menurut cerita/tombo adat Lubuk Jambi yang diwarisi dari leluhur mengatakan bahwa disinilah lubuk (asal) orang Jambi, oleh karena itu daerah ini bernama Lubuk Jambi. Dalam tombo juga disebutkan di daerah ini terdapat sebuah istana kerajaan Kandis yang sudah lama hilang. Istana itu dinamakan istana Dhamna, berada di puncak bukit yang dikelilingi oleh sungai yang jernih. Penelusuran peninggalan kerajaan ini telah dilakukan selama 7 bulan (September 2008-April 2009), dan telah menemukan lokasi, artefak, dan puing-puing yang diduga kuat sebagai peninggalan Kandis dengan ciri-ciri lokasi mirip dengan sketsa Plato (347 SM) tentang Atlantis. Namun penemuan ini perlu dilakukan penelitian arkeologis lebih lanjut.


PENDAHULUAN

Nusantara merupakan sebutan untuk negara kepulauan yang terletak di kepulauan Indonesia saat ini. Catatan bangsa Tionghoa menamakan kepulauan ini dengan Nan-hai yang berarti Kepulauan Laut Selatan. Catatan kuno bangsa India menamainya Dwipantara yang berarti Kepulauan Tanah Seberang, yang diturunkan dari kata Sanskerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang) dan disebut juga dengan Swarnadwiva (pulau emas, yaitu Sumatra sekarang). Bangsa Arab menyebut daerah ini dengan Jaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawa).
Migrasi manusia purba masuk ke wilayah Nusantara terjadi para rentang waktu antara 100.000 sampai 160.000 tahun yang lalu sebagai bagian dari migrasi manusia purba “out of Africa“. Ras Austolomelanesia (Papua) memasuki kawasan ini ketika masih bergabung dengan daratan Asia kemudian bergerak ke timur, sisa tengkoraknya ditemukan di gua Braholo (Yogyakarata), gua Babi dan gua Niah (Kalimantan). Selanjutnya kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi, perpindahan besar-besaran masuk ke kepulauan Nusantara (imigrasi) dilakukan oleh ras Austronesia dari Yunan dan mereka menjadi nenek moyang suku-suku di wilayah Nusantara bagian barat. Mereka datang dalam 2 gelombang kedatangan yaitu sekitar tahun 2.500 SM dan 1.500 SM (Wikipedia, 2009).

Bangsa nenek moyang ini telah memiliki peradaban yang cukup baik, mereka paham cara bertani yang lebih baik, ilmu pelayaran bahkan astronomi. Mereka juga sudah memiliki sistem tata pemerintahan sederhana serta memiliki pemimpin (raja kecil). Kedatangan imigran dari India pada abad-abad akhir Sebelum Masehi memperkenalkan kepada mereka sistem tata pemerintahan yang lebih maju (kerajaan).

Kepulauan Nusantara saat ini paling tidak ada 50 populasi etnik yang mendiaminya, dengan karakteristik budaya dan bahasa tersendiri. Sebagian besar dari populasi ini dengan cirri fisik Mongoloid, mempunyai bahasa yang tergolong dalam satu keluarga atau filum bahasa. Bahasa mereka merupakan bahasa-bahasa Austronesia yang menunjukkan mereka berasal dari satu nenek moyang. Sedangkan di Indonesia bagian timur terdapat satu populasi dengan bahasa-bahasa yang tergolong dalam berbagai bahasa Papua.
Pusat Arkeologi Nasional telah berhasil meneliti kerangka berumur 2000-3000 tahun, yaitu penelitian DNA purba dari situs Plawangan di Jawa Tengah dan Gilimanuk Bali. Penelitian itu menunjukkan bahwa manusia Indonesia yang hidup di kedua situs tersebut telah berkerabat secara genetik sejak 2000-3000 tahun lalu. Pada kenyataannya hingga sekarang populasi manusia Bali dan Jawa masih memiliki kekerabatan genetik yang erat hingga sekarang.

Hasil penelitian Alan Wilson tentang asal usul manusia di Amerika Serikat (1980-an) menunjukkan bahwa manusia modern berasal dari Afrika sekitar 150.000-200.000 tahun lampau dengan kesimpulan bahwa hanya ada satu pohon filogenetik DNA mitokondria, yaitu Afrika. Hasil penelitian ini melemahkan teori bahwa manusia modern berkembang di beberapa penjuru dunia secara terpisah (multi origin). Oleh karena itu tidak ada kaitannya manusia purba yang fosilnya ditemukan diberbagai situs di Jawa (homo erectus, homo soloensis, mojokertensis) dan di Cina (Peking Man) dengan perkembangan manusia modern (homo sapiens) di Asia Timur. Manusia purba ini yang hidup sejuta tahun yang lalu merupakan missing link dalam evolusi. Saat homo sapiens mendarat di Kepulauan Nusantara, pulau Sumatra, Jawa dan Kalimantan masih tergabung dengan daratan Asia sebagai sub-benua Sundaland. Sedangkan pulau Papua saat itu masih menjadi satu dengan benua Australia sebagai Sahulland.

Teori kedua yang bertentangan dengan teori imigrasi Austronesia dari Yunan dan India adalah teori Harry Truman. Teori ini mengatakan bahwa nenek moyang bangsa Austronesia berasal dari dataran Sunda-Land yang tenggelam pada zaman es (era pleistosen). Populasi ini peradabannya sudah maju, mereka bermigrasi hingga ke Asia daratan hingga ke Mesopotamia, mempengaruhi penduduk lokal dan mengembangkan peradaban. Pendapat ini diperkuat oleh Umar Anggara Jenny, mengatakan bahwa Austronesia sebagai rumpun bahasa yang merupakan sebuah fenomena besar dalam sejarah manusia. Rumpun ini memiliki sebaran yang paling luas, mencakup lebih dari 1.200 bahasa yang tersebar dari Madagaskar di barat hingga Pulau Paskah di Timur. Bahasa tersebut kini dituturkan oleh lebih dari 300 juta orang. Pendapat Umar Anggara Jenny dan Harry Truman tentang sebaran dan pengaruh bahasa dan bangsa Austronesia ini juga dibenarkan oleh Abdul Hadi WM (Samantho, 2009).

Teori awal peradaban manusia berada di dataran Paparan Sunda (Sunda-Land) juga dikemukan oleh Santos (2005). Santos menerapkan analisis filologis (ilmu kebahasaan), antropologis dan arkeologis. Hasil analisis dari reflief bangunan dan artefak bersejarah seperti piramida di Mesir, kuil-kuil suci peninggalan peradaban Maya dan Aztec, peninggalan peradaban Mohenjodaro dan Harrapa, serta analisis geografis (seperti luas wilayah, iklim, sumberdaya alam, gunung berapi, dan cara bertani) menunjukkan bahwa sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko. Setelah melakukan penelitian selama 30 tahun Santos menyimpulkan bahwa Sunda Land merupakan pusat peradaban yang maju ribuan tahun silam yang dikenal dengan Benua Atlantis.

Dari kedua teori tentang asal usul manusia yang mendiami Nusantara ini, benua Sunda-Land merupakan benang merahnya. Pendekatan analisis filologis, antropologis dan arkeologis dari kerajaan Nusantara kuno serta analisis hubungan keterkaitan satu dengan lainnya kemungkinan besar akan menyingkap kegelapan masa lalu Nusantara. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri peradaban awal Nusantara yang diduga adalah kerajaan Kandis.

TINJAUAN PUSTAKA

Nusantara dalam Lintasan Sejarah

Kepulauan Nusantara telah melintasi sejarah berabad-abad lamanya. Sejarah Nusantara ini dapat dikelompokkan menjadi lima fase, yaitu zaman pra sejarah, zaman Hindu/Budha, zaman Islam, zaman Kolonial, dan zaman kemerdekaan. Kalau dirunut perjalanan sejarah tersebut zaman kemerdekaan, kolonial, dan zaman Islam mempunyai bukti sejarah yang jelas dan tidak perlu diperdebatkan. Zaman Hindu/Budha juga telah ditemukan bukti sejarah walaupun tidak sejelas zaman setelahnya. Zaman sebelum Hindu/Budha masih dalam teka-teki besar, maka dalam menjawab ketidakjelasan ini dapat dilakukan dengan analisa keterkaitan antar kerajaan. Dalam catatan sejarah terdapat informasi yang terputus antara zaman pra sejarah dengan zaman Hindu/Budha. Peradaban Nusantara kuno bermula di Sumatra bagian tengah dan ujung barat pulau Jawa. Dari abad ke-1 sampai abad ke-4 daerah yang dihuni meliputi Jambi (kerajaan Melayu Tua), Lampung (Kepaksian Skala Brak Kuno), dan Banten (kerajaan Salakanegara). Untuk mengetahui peradaban awal Nusantara kemungkinan besar dapat diketahui melalui analisa keterkaitan tiga kerajaan tersebut.

Kerajaan Melayu Tua di Jambi

Di daerah Jambi terdapat tiga kerajaan Melayu tua yaitu, Koying, Tupo, dan Kantoli. Kerajaan Koying terdapat dalam catatan Cina yang dibuat oleh K’ang-tai dan Wan-chen dari wangsa Wu (222-208) tentang adanya negeri Koying. Tentang negeri ini juga dimuat dalam ensiklopedi T’ung-tien yang ditulis oleh Tu-yu (375-812) dan disalin oleh Ma-tu-an-lin dalam ensiklopedi Wen-hsien-t’ung-k’ao. Diterangkan bahwa di kerajaan Koying terdapat gunung api dan kedudukannya 5.000 li di timur Chu-po (Jambi). Di utara Koying ada gunung api dan di sebelah selatannya ada sebuah teluk bernama Wen. Dalam teluk itu ada pulau bernama P’u-lei atau Pulau. Penduduk yang mendiami pulau itu semuanya telanjang bulat, lelaki maupun perempuan, dengan kulit berwarna hitam kelam, giginya putih-putih dan matanya merah. Melihat warna kulitnya kemungkinan besar penduduk P’u-lei itu bukan termasuk rumpun Proto-Negrito atau Melayu Tua yang sebelumnya menghuni daratan Sumatera (Wikipedia, 2009).

Menurut data Cina Koying telah melakukan perdagangan dalam abad ke 3 M juga di Pasemah wilayah Sumatra Selatan dan Ranau wilayah Lampung telah ditemukan petunjuk adanya aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh Tonkin atau Tongkin dan Vietnam atau Fu-nan dalam abad itu juga. Malahan keramik hasil zaman dinasti Han (abad ke 2 SM sampai abad ke 2 M) di temukan di wilayah Sumatera tertentu.
Adanya kemungkinan penyebaran berbagai negeri di Sumatera Tengah hingga Palembang di Selatan dan Sungai Tungkal di utara digambarkan oleh Obdeyn (1942), namun dalam gambar itu kedudukan negeri Koying tidak ada. Jika benar Koying berada di sebelah timur Tupo atau Thu-po, Tchu-po, Chu-po dan kedudukannya di muara pertemuan dua sungai, maka ada dua tempat yang demikian yakni Muara Sabak Zabaq, Djaba, Djawa, Jawa dan Muara Tembesi atau Fo-ts’I, San-fo-tsi’, Che-li-fo-che sebelum seroang sampai di Jambi Tchan-pie, Sanfin, Melayur, Moloyu, Malalyu. Dengan demikian seolah-olah perpindahan Kerajaan Malayu Kuno pra-Sriwijaya bergeser dari arah barat ke timur mengikuti pendangkalan Teluk Wen yang disebabkan oleh sedimen terbawa oleh sungai terutama Batang Tembesi. Hubungan dagang secara langsung terjadi dalam perdagangan dengan negeri-negeri di luar di sekitar Teluk Wen dan Selat Malaka maka besar kemungkinan negeri Koying berada di sekitar Alam Kerinci.

Keberadaan Koying yang pernah dikenal di manca negara sampai abad ke 5 M sudah tidak kedengaran lagi. Diperkirakan setelah Koying melepaskan kekuasaanya atas kerajaan Kuntala, kejayaan pemerintahan Koying secara perlahan-lahan menghilang. Koying yang selama ini tersohor sebagai salah satu negara nusantara pemasok komoditi perdagangan manca negara sudah tidak disebut-sebut lagi. Keadaan seperti ini sebenarnya tidak dialami Koying saja, karena kerajaan lain pun yang pernah jaya semasa itu banyak pula yang mengalami nasib yang sama. Namun yang jelas, di wilayah Alam Kerinci sebelum atau sekitar permulaan abad masehi telah terdapat sebuah pemerintahan berdaulat yang diakui keberadaanya oleh negeri Cina yang disebut dengan negeri Koying atau kerajaan Koying.

Kerajaan Kepaksian Sekala Brak

Sekala Brak adalah sebuah kerajaandi kaki Gunung Pesagi (gunung tertinggi di Lampung) yang menjadi cikal-bakal suku bangsa/etnis Lampung saat ini. Asal usul bangsa Lampung adalah dari Sekala Brak yaitu sebuah Kerajaan yang letaknya di dataran Belalau, sebelah selatan Danau Ranau yang secara administratif kini berada di Kabupaten Lampung Barat. Dari dataran Sekala Brak inilah bangsa Lampung menyebar ke setiap penjuru dengan mengikuti aliran Way atau sungai-sungai yaitu Way Komring, Way Kanan, Way Semangka, Way Seputih, Way Sekampung dan Way Tulang Bawang beserta anak sungainya, sehingga meliputi dataran Lampung dan Palembang serta Pantai Banten.

Dalam catatan Kitab Tiongkok kuno yang disalin oleh Groenevelt kedalam bahasa Inggris bahwa antara tahun 454 dan 464 Masehi disebutkan kisah sebuah Kerajaan Kendali yang terletak di antara pulau Jawa dan Kamboja. Hal ini membuktikan bahwa pada abad ke 3 telah berdiri Kerajaan Sekala Brak Kuno yang belum diketahui secara pasti kapan mulai berdirinya. Kerajaan Sekala Brak menjalin kerjasama perdagangan antar pulau dengan Kerajaan Kerajaan lain di Nusantara dan bahkan dengan India dan Negeri Cina.

Kerajaan Salakanegara

Kerajaan Salakanagara (Salaka=Perak) atau Rajatapura termasuk kerajaan Hindu. Ceritanya atau sumbernya tercantum pada Naskah Wangsakerta. Kerajaan ini dibangun tahun 130 Masehi yang terletak di pantai Teluk Lada (wilayah Kabupaten Pandeglang, Banten). Raja pertamanya yaitu Dewawarman yang memiliki gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Haji Rakja Gapura Sagara yang memerintah sampai tahun 168 M.
Dalam Babad suku Sunda, Kota Perak ini sebelumnya diperintah oleh tokoh Aki Tirem Sang Aki Luhur Mulya atau Aki Tirem, waktu itu kota ini namanya Pulasari. Aki Tirem menikahkan putrinya yang bernama Pohaci Larasati dengan Dewawarman. Dewawarman ini sebenarnya Pangeran yang asalnya dari negri Palawa di India Selatan. Daerah kekuasaan kerajaan ini meliputi semua pesisir selat Sunda yaitu pesisir Pandeglang, Banten ke arah timur sampai Agrabintapura (Gunung Padang, Cianjur), juga sampai selat Sunda hingga Krakatau atau Apuynusa (Nusa api) dan sampai pesisir selatan Swarnabumi (pulau Sumatra). Ada juga dugaan bahwa kota Argyre yang ditemukannya Claudius Ptolemalus tahun 150 M itu kota Perak atau Salaknagara ini. Dalam berita Cina dari dinasti Han, ada catatan dari raja Tiao-Pien (Tiao=Dewa, Pien=Warman) dari kerajaan Yehtiao atau Jawa, mengirim utusan/duta ke Cina tahun 132 M.
Mitologi Minangkabau

Orang Minangkabau mengakui bahwa mereka merupakan keturunan Raja Iskandar Zulqarnaen (Alexandre the Great) Raja Macedonia yang hidup 354-323 SM. Dia seorang raja yang sangat besar dalam sejarah dunia. Sejarahnya merupakan sejarah yang penuh dengan penaklukan daerah timur dan barat yang tiada taranya. Dia berkeinginan untuk menggabungkan kebudayaan barat dengan kebudayaan timur.
Dalam Tambo disebutkan bahwa Iskandar Zulkarnain mempunyai tiga anak, yaitu Maharajo Alif, Maharajo Dipang, dan Maharajo Dirajo. Maharajo Alif menjadi raja di Benua Ruhun (Romawi), Maharajo Dipang menjadi raja di negeri Cina, sedangkan Maharajo Dirajo menjadi raja di Pulau Emas (Sumatera).
Kalau kita melihat kalimat-kalimat tambo sendiri, maka dikatakan sebagai berikut: “…Tatkala maso dahulu, batigo rajo naiek nobat, nan surang Maharajo Alif, nan pai ka banda Ruhum, nan surang Maharajo Dipang nan pai ka Nagari Cino, nan surang Maharajo Dirajo manapek ka pulau ameh nan ko…” (pada masa dahulu kala, ada tiga orang yang naik tahta kerajaan, seorang bernama Maharaja Alif yang pergi ke negeri Ruhum (Eropa), yang seorang Maharajo Dipang yang pergi ke negeri Cina, dan seorang lagi bernama Maharajo Dirajo yang menepat ke pulau Sumatera).

Dalam versi lain diceritakan, seorang penguasa di negeri Ruhum (Rum) mempunyai seorang putri yang sangat cantik. Iskandar Zulkarnain menikah dengan putri tersebut. Dengan putri itu Iskandar mendapat tiga orang putra, yaitu Maharaja Alif, Maharaja Depang, dan Maharaja Diraja. Setelah ketiganya dewasa Iskandar berwasiat kepada ketiga putranya sambil menunjuk-nunjuk seakan-akan memberitahukan ke arah itulah mereka nanti harus berangkat melanjutkan kekuasaannya. Kepada Maharaja Alif ditunjuk kearah Ruhum, Maharaja Depang negeri Cina, Maharaja Diraja ke Pulau Emas (Nusantara).

Setelah Raja Iskandar wafat, ketiga putranya berangkat menuju daerah yang ditunjukkan oleh ayahnya. Maharaja Diraja membawa mahkota yang bernama “mahkota senggahana”, Maharaja Depang membawa senjata bernama “jurpa tujuh menggang”, Maharaja Alif membawa senjata bernama “keris sempana ganjah iris” dan lela yang tiga pucuk. Sepucuk jatuh ke bumi dan sepucuk kembali ke asalnya jadi mustika dan geliga dan sebuah pedang yang bernama sabilullah.

Berlayarlah bahtera yang membawa ketiga orang putra itu ke arah timur, menuju pulau Langkapuri. Setibanya di dekat pulau Sailan ketiga saudara itu berpisah, Maharaja Depang terus ke Negeri Cina, Maharaja Alif kembali ke negeri Ruhum, dan Maharaja Diraja melanjutkan pelayaran ke tenggara menuju sebuah pulau yang bernama Jawa Alkibri atau disebut juga dengan Pulau Emas (Andalas atau Sumatra sekarang). Setelah lama berlayar kelihatanlah puncak gunung merapi sebesar telur itik, maka ditujukan bahtera kesana dan berlabuh didekat puncak gunung itu. Seiring menyusutnya air laut mereka berkembang di sana.

Dari keterangan Tambo itu tidak ada dikatakan angka tahunnya hanya dengan istilah “Masa dahulu kala” itulah yang memberikan petunjuk kepada kita bahwa kejadian itu sudah berlangsung sangat lama sekali, sedangkan waktu yang mencakup zaman dahulu kala itu sangat banyak sekali dan tidak ada kepastiannya. Kita hanya akan bertanya-tanya atau menduga-duga dengan tidak akan mendapat jawaban yang pasti. Di kerajaan Romawi atau Cina memang ada sejarah raja-raja yang besar, tetapi raja mana yang dimaksudkan oleh Tambo tidak kita ketahui. Dalam hal ini rupanya Tambo Alam Minangkabau tidak mementingkan angka tahun selain dari mementingkan kebesaran kemasyuran nama-nama rajanya.

Mitologi Lubuk Jambi[2]

Pulau Perca adalah salah satu sebutan dari nama Pulau Sumatera sekarang. Pulau ini telah berganti-ganti nama sesuai dengan perkembangan zaman. Diperkirakan pulau ini dahulunya merupakan satu benua yang terhampar luas di bagian selatan belahan bumi. Karena perubahan pergerakan kulit bumi, maka ada benua-benua yang tenggelam ke dasar lautan dan timbul pulau-pulau yang berserakan. Pulau Perca ini timbul terputus-putus berjejer dari utara ke selatan yang dibatasi oleh laut. Pada waktu itu Pulau Sumatera bagaikan guntingan kain sehingga pulau ini diberi nama Pulau Perca. Pulau Sumatera telah melintasi sejarah berabad-abad lamanya dengan beberapa kali pergantian nama yaitu: Pulau Perca, Pulau Emas (Swarnabumi), Pulau Andalas dan terakhir Pulau Sumatra.

Pulau Perca terletak berdampingan dengan Semenanjung Malaka yang dibatasi oleh Selat Malaka dibagian Timur dan Samudra Hindia sebelah barat sebagai pembatas dengan Benua Afrika. Pulau Perca berdekatan dengan Semenanjung Malaka, maka daerah yang dihuni manusia pertama kalinya berada di Pantai Timur Pulau Perca karena lebih mudah dijangkau dari pada Pantai bagian barat. Pulau Perca yang timbul merupakan Bukit Barisan yang berjejer dari utara ke selatan, dan yang paling dekat dengan Semenanjung Malaka adalah Bukit Barisan yang berada di Kabupaten Kuantan Singingi sekarang, tepatnya adalah Bukit Bakau yang bertalian dengan Bukit Betabuh dan Bukit Selasih (sekarang berada dalam wilayah Kenagorian Koto Lubuk Jambi Gajah Tunggal, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi, Propinsi Riau), sedangkan daratan yang rendah masih berada di bawah permukaan laut.

Nenek moyang Lubuk Jambi diyakini berasal dari keturunan waliyullah Raja Iskandar Zulkarnain. Tiga orang putra Iskandar Zulkarnain yang bernama Maharaja Alif, Maharaja Depang dan Maharaja Diraja berpencar mencari daerah baru. Maharaja Alif ke Banda Ruhum, Maharaja Depang ke Bandar Cina dan Maharaja Diraja ke Pulau Emas (Sumatra). Ketika berlabuh di Pulau Emas, Maharaja Diraja dan rombongannya mendirikan sebuah kerajaan yang dinamakan dengan Kerajaan Kandis yang berlokasi di Bukit Bakar/Bukit Bakau. Daerah ini merupakan daerah yang hijau dan subur yang dikelilingi oleh sungai yang jernih.

Maharaja Diraja sesampainya di Bukit Bakau membangun sebuah istana yang megah yang dinamakan dengan Istana Dhamna. Putra Maharaja Diraja bernama Darmaswara dengan gelar Mangkuto Maharaja Diraja (Putra Mahkota Maharaja Diraja) dan gelar lainnya adalah Datuk Rajo Tunggal (lebih akrab dipanggil). Datuk Rajo Tunggal memiliki senjata kebesaran yaitu keris berhulu kepala burung garuda yang sampai saat ini masih dipegang oleh Danial gelar Datuk Mangkuto Maharajo Dirajo (sampai saat ini keris tersebut masih ada, dan disimpan dengan baik oleh empunya/ Saya sendiri (http://www.riaudailyphoto.com memiliki gambar keris tersebut). Datuk Rajo Tunggal menikah dengan putri yang cantik jelita yang bernama Bunda Pertiwi. Bunda Pertiwi bersaudara dengan Bunda Darah Putih. Bunda Darah Putih yang tua dan Bunda Pertiwi yang bungsu. Setelah Maharaja Diraja wafat, Datuk Rajo tunggal menjadi raja di kerajaan Kandis. Bunda Darah Putih dipersunting oleh Datuk Bandaro Hitam. Lambang kerajaan Kandis adalah sepasang bunga raya berwarna merah dan putih.
Kehidupan ekonomi kerajaan Kandis ini adalah dari hasil hutan seperti damar, rotan, dan sarang burung layang-layang, dan dari hasil bumi seperti emas dan perak. Daerah kerajaan Kandis kaya akan emas, sehingga Rajo Tunggal memerintahkan untuk membuat tambang emas di kaki Bukit Bakar yang dikenal dengan tambang titah, artinya tambang emas yang dibuat berdasarkan titah raja. Sampai saat ini bekas peninggalan tambang ini masih dinamakan dengan tambang titah.

Hasil hutan dan hasil bumi Kandis diperdagangkan ke Semenanjung Melayu oleh Mentri Perdagangan Dt. Bandaro Hitam dengan memakai ojung atau kapal kayu. Dari Malaka ke Kandis membawa barang-barang kebutuhan kerajaan dan masyarakat. Demikianlah hubungan perdagangan antara Kandis dan Malaka sampai Kandis mencapai puncak kejayaannya. Mentri perdagangan Kerajaan Kandis yang bolak-balik ke Semenanjung Malaka membawa barang dagangan dan menikah dengan orang Malaka. Sebagai orang pertama yang menjalin hubungan perdagangan dengan Malaka dan meninggalkan cerita Kerajaan Kandis dengan Istana Dhamna kepada anak istrinya di Semenanjung Melayu
.
Dt. Rajo Tunggal memerintah dengan adil dan bijaksana. Pada puncak kejayaannya terjadilah perebutan kekuasaan oleh bawahan Raja yang ingin berkuasa sehingga terjadi fitnah dan hasutan. Orang-orang yang merasa mampu dan berpengaruh berangsur-angsur pindah dari Bukit Bakar ke tempat lain di antaranya ke Bukit Selasih dan akhirnya berdirilah kerajaan Kancil Putih di Bukit Selasih tersebut.

Air laut semakin surut sehingga daerah Kuantan makin banyak yang timbul. Kemudian berdiri pula kerajaan Koto Alang di Botung (Desa Sangau sekarang) dengan Raja Aur Kuning sebagai Rajanya. Penyebaran penduduk Kandis ini ke berbagai tempat yang telah timbul dari permukaan laut, sehingga berdiri juga Kerajaan Puti Pinang Masak/Pinang Merah di daerah Pantai (Lubuk Ramo sekarang). Kemudian juga berdiri Kerajaan Dang Tuanku di Singingi dan kerajaan Imbang Jayo di Koto Baru (Singingi Hilir sekarang).

Dengan berdirinya kerajaan-kerajaan baru, maka mulailah terjadi perebutan wilayah kekuasaan yang akhirnya timbul peperangan antar kerajaan. Kerajaan Koto Alang memerangi kerajaan Kancil Putih, setelah itu kerajaan Kandis memerangi kerajaan Koto Alang dan dikalahkan oleh Kandis. Kerajaan Koto Alang tidak mau diperintah oleh Kandis, sehingga Raja Aur Kuning pindah ke daerah Jambi, sedangkan Patih dan Temenggung pindah ke Merapi.  Kepindahan Raja Aur Kuning ke daerah Jambi menyebabkan Sungai yang mengalir di samping kerajaan Koto Alang diberi nama Sungai Salo, artinya Raja Bukak Selo (buka sila) karena kalah dalam peperangan. Sedangkan Patih dan Temenggung lari ke Gunung Merapi (Sumatra Barat) di mana keduanya mengukir sejarah Sumatra Barat, dengan berganti nama Patih menjadi Dt. Perpatih nan Sabatang dan Temenggung berganti nama menjadi Dt. Ketemenggungan.

Tidak lama kemudian, pembesar-pembesar kerajaan Kandis mati terbunuh diserang oleh Raja Sintong dari Cina belakang, dengan ekspedisinya dikenal dengan ekspedisi Sintong. Tempat berlabuhnya kapal Raja Sintong, dinamakan dengan Sintonga. Setelah mengalahkan Kandis, Raja Sintong beserta prajuritnya melanjutkan perjalanan ke Jambi. Setelah kalah perang pemuka kerajaan Kandis berkumpul di Bukit Bakar, kecemasan akan serangan musuh, maka mereka sepakat untuk menyembunyikan Istana Dhamna dengan melakukan sumpah. Sejak itulah Istana Dhamna hilang, dan mereka memindahkan pusat kerajaan Kandis ke Dusun Tuo (Teluk Kuantan sekarang).


METODOLOGI PENELITIAN


Penelitian ini dikelompkkan menjadi dua, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan terdiri dari mengumpulkan cerita/tombo/mitologi di daerah Lubuk Jambi dengan melakukan wawancara dengan pemangku adat setempat. Kemudian melakukan analisis topografi untuk mencari titik lokasi yang diduga kuat sebagai lokasi kerajaan. Tahap berikutnya adalah melakukan ekspedisi/pencarian lokasi. Penelitian lanjutan adalah penelitian arkeologis untuk membuktikan kebenaran cerita/tombo. Data yang didapatkan di lokasi dianalisis dan dicari keterkaitannya dengan bukti sejarah dan cerita di daerah sekitarnya (Jambi dan Minangkabau). Penelitian pendahuluan mulai dilaksanakan pada bulan September 2008 sampai April 2009, sementara penelitian lanjutan belum dilaksanakan karena keterbatasan sumberdaya.

 
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Lokasi Kerajaan Kandis

Analisis topografi yang dilakukan pada peta satelit yang diambil dari google earth, ditemukan lokasi yang dicirikan di dalam tombo/cerita (bukit yang dikelilingi oleh sungai). Daerah tersebut berada pada titik 0042’58 LS dan 101020’14 BT (Gambar 1) atau berada hampir di titik tengah pulau Sumatra (perbatasan Sumatra Barat dan Riau). Lokasinya berada di tengah hutan adat Lubuk Jambi, oleh pemerintah dijadikan sebagai kawasan hutan lindung yang dinamakan dengan hutan lindung Bukit Betabuh. Jarak lokasi dari jalan lintas tengah Sumatra lebih kurang 10 km ke arah barat, dengan topografi perbukitan.

DUGAAN LOKASI KERAJAAN KANDIS "ATLANTIS"

Pencarian lokasi/ekspedisi dilakukan dengan peralatan navigasi darat sederhana, yaitu menggunakan peta, kompas, dan teropong binokuler. Pada lokasi yang dituju, ditemukan hal-hal yang mencirikan bukit tersebut sebagai peninggalan peradaban manusia. Lebih kurang 2 km sebelum Bukit Bakar ditemukan batu karst/karang laut yang berjejer, batu ini diduga sebagai pagar lingkar luar kerajaan

Batu Karst yang diduga sebagai pagar lingkar luar kerajaan
Pada bukit yang dikelilingi oleh sungai yang sangat jernih, pada bagian puncaknya ditemukan batu karst yang memenuhi puncak bukit . Batu karst itu pada lereng bagian timur dan utara tersingkap, sedangkan lereng selatan dan barat tertimbun. Lereng tenggara ditemukan seperti tiang batu yang diduga bekas menara istana
Pada lereng timur bukit sebelah atas kira-kira 1200 m dari sungai ditemukan mulut goa yang diduga pintu istana, akan tetapi pintu ini pada bagian dalam sudah tertutup oleh reruntuhan batu. Pintu goa ini tingginya 5 meter dengan ruangan di dalamnya sejauh 3 meter, dan dalam goa tersebut terlihat seperti ada ruangan besar di dalamnya namun sudah tertutup

Tiang batu yang diduga bekas menara istana
Pada lereng bukit bagian selatan sampai ke barat ditemukan teras sebanyak tiga tingkat, diduga bekas cincin air , sementara lereng utara sampai timur sangat curam dan terlihat seperti terjadi erosi yang parah. Teras ini lebarnya rata-rata 4 m, jarak antara sungai dengan teras pertama kira-kira 200 m, teras pertama dengan teras kedua kira-kira 400 m, teras kedua dengan teras ketiga kira-kira 500 m dan panjang lereng diperkirakan 1500 m. Berdasarkan analisa di peta bukit ini dari timur ke barat berdiameter 3000 m, dan dari utara ke selatan berdiameter 3000 m, beda elevasi antara sungai dengan puncak bukit 245 m. Pada lereng barat daya, kira-kira pada ketinggian lereng 800 m ditemukan mata air yang mengalir deras. Ukuran ini berdasarkan perkiraan di lapangan dan pengukuran di peta satelit. Untuk mendapatkan ukuran sebenarnya perlu pengukuran dilapangan.

Mulut goa yang diduga pintu masuk istana
Melihat ciri-ciri atau karakter lokasi, lokasi ini sangat mirip dengan sketsa kerajaan Atlantis yang ditulis dalam mitologi Yunani “Timeus dan Critias” karya Plato (360 SM). Mitologi ini menyebutkan “Poseidon mengukir gunung tempat kekasihnya tinggal menjadi istana dan menutupnya dengan tiga parit bundar yang lebarnya meningkat, bervariasi dari satu sampai tiga stadia dan terpisah oleh cincin tanah yang besarnya sebanding”. Bangsa Atlantis lalu membangun jembatan ke arah utara dari pegunungan, membuat rute menuju sisa pulau. Mereka menggali kanal besar ke laut, dan di samping jembatan, dibuat gua menuju cincin batu sehingga kapal dapat lewat dan masuk ke kota di sekitar pegunungan; mereka membuat dermaga dari tembok batu parit. Setiap jalan masuk ke kota dijaga oleh gerbang dan menara, dan tembok mengelilingi setiap cincin kota. Tembok didirikan dari bebatuan merah, putih dan hitam yang berasal dari parit, dan dilapisi oleh kuningan, timah dan orichalcum (perunggu atau kuningan). Ada kemiripan mitologi ini dengan mitologi yang ada di Lubuk Jambi.

KERAJAAN KANDIS
Perspektif Istana Dhamna (Nama Istana Kerajaan Kandis) : Tampak Samping di google earth


Ini hanya sebuah dugaan yang belum dibuktikan secara ilmiah, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Survei arkeologi yang dilakukan ke lokasi belum bisa menyimpulkan lokasi ini sebagai peninggalan kerajaan karena belum cukup barang bukti untuk menyimpulkan seperti itu. Namun sudah dapat dipastikan bahwa daerah tersebut pernah dihuni atau disinggahi manusia dulunya.


Analisa Mitologi Minangkabau vs Mitologi Lubuk Jambi


Terlepas dari benar tidaknya sebuah mitologi, kesamaan cerita dalam mitos tersebut akan mengantarkan pada suatu titik terang. Tambo Minangkabau begitu indah didengar ketika pesta nikah kawin dalam bentuk pepatah adat menunjukkan kegemilangan masa lalu. Tambo Minangkabau dan Tombo Lubuk Jambi, dua cerita yang bertolak belakang. Minangkabau mengatakan bahwa nenek moyangnya adalah Sultan Maharaja Diraja putra Iskandar Zulkarnain yang berlabuh di puncak gunung merapi. Air laut semakin surut keturunan Maharaja Diraja berkembang di sana hingga menyebar kebeberapa daerah di Sumatra. Lain halnya dengan tambo Lubuk Jambi, tambo itu mengatakan bahwa nenek moyangnya adalah Maharaja Diraja putra Iskandar Zulkarnain, berlabuh di Bukit Bakar dan membangun peradaban di sana. Dari Lubuk Jambi keturunan-keturunannya menyebar ke Minangkabau dan Jambi. Namun tambo tidak menyebutkan tahun. Itulah sebabnya daerah ini dinamakan Lubuk Jambi yang berarti asalnya (lubuk) orang-orang Jambi. Menurut ceritanya, Kandis sejak kalah perang dalam ekspedisi Sintong dan penyembunyian peradaban mereka ceritanya disampaikan secara rahasia dari generasi ke generasi oleh Penghulu Adat atau dikenal dalam istilahnya ”Rahasio Penghulu”. Namun kebenaran cerita rahasia ini perlu dibuktikan.

Dari kedua tambo tersebut di atas, dapat ditarik benang merah yaitu ”sama-sama menyebutkan bahwa nenek moyang mereka adalah Iskandar Zulkarnain”. Tapi dalam catatan sejarah yang diketahui Iskandar Zulkarnain (Alexander the Great/ Alexander Agung) tidak mempunyai keturunan.

Plato-Atlantis-Iskandar Zulkarnain-Kandis


Plato, filosof kelahiran Yunani (Greek philosopher) yang hidup 427-347 Sebelum Masehi (SM). Plato adalah salah seorang murid Socrates, filosof arif bijaksana, yang kemudian mati diracun oleh penguasa Athena yang zalim pada tahun 399 SM. Plato sering bertualang, termasuk perjalanannya ke Mesir. Pada tahun 387 SM dia mendirikan Academy di Athena, sebuah sekolah ilmu pengetahuan dan filsafat, yang kemudian menjadi model buat universitas moderen. Murid yang terkenal dari Academy tersebut adalah Aristoteles yang ajarannya punya pengaruh yang hebat terhadap filsafat sampai saat ini.

Dengan adanya Academy, banyak karya Plato yang terselamatkan. Kebanyakan karya tulisnya berbentuk surat-surat dan dialog-dialog, yang paling terkenal mungkin adalah Republic. Karya tulisnya mencakup subjek yang terentang dari ilmu pengetahuan sampai kepada kebahagiaan, dari politik hingga ilmu alam. Dua dari dialognya “Timeus dan Critias” memuat satu-satunya referensi orisinil tentang pulau Atlantis.

Bagaimana hubungannya dengan Iskandar Zulkarnain, Iskandar adalah anak dari Raja Makedonia, Fillipus II. Ketika berumur 13 tahun, Raja Filipus mempekerjakan filsuf Yunani terkenal, Aristoteles, untuk menjadi guru pribadi bagi Iskandar. Dalam tiga tahun, Aristoteles mengajarkan berbagai hal serta mendorong Iskandar untuk mencintai ilmu pengetahuan, kedokteran, dan filosofi.

Iskandar Zulkarnain murid dari Aristoteles, dan Aristoteles murid dari Plato. Dari hubungan ini dapat diduga bahwa keturunan Iskandar Zulkarnain yang sampai ke Lubuk Jambi terinspirasi untuk membangun sebuah peradaban/Negara yang ideal seperti Atlantis. Maka mereka membangun sebuah istana dhamna “sebuah replika Atlantis”. Namun semua ini masih perlu pengkajian yang lebih mendalam.

 
KESIMPULAN


Dari penelitian pendahuluan ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bukit yang terletak pada 0042’58 LS dan 101020’14 BT diduga sebagai situs peninggalan Kandis yang dimaksudkan didalam tombo/cerita adat.
2. Kerajaan Kandis diduga sebagai peradaban awal di nusantara.
3. Kerajaan Kandis merupakan replika dari kerajaan Atlantis yang hilang.
Kesimpulan ini masih bersifat dugaan atau hipotesa untuk melakukan penelitian selanjutnya. Oleh karena itu penelitian arkeologis akan menjawab kebenaran dugaan dan kebenaran tombo/mitos yang ada ditengah-tengah masyarakat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pemangku Adat Kenogorian Lubuk Jambi Gajah Tunggal (Mahmud Sulaiman Dt. Tomo, Syamsinar Dt. Rajo Suaro, Danial Dt. Mangkuto Maharajo Dirajo, Sualis Dt. Paduko Tuan, dan Hardimansyah Dt. Gonto Sembilan), Drs. Sukarman, Mistazul Hanim, Nurdin Yakub Dt. Tambaro, Abdul Aziz Dt. Dano, Bastian Dt. Paduko Sinaro, Ramli Dt. Meloan, Marjalis Dt. Rajo Bandaro, dan Syaiful Dt. Paduko. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Meutia Hestina, Apriwan Bandaro, dan teman-teman yang membantu penulis dalam ekspedisi: Mudarman, bang Sosmedi, Yogie, Nepriadi, Zeswandi, bang Izul, Diris, Ikos, dan Yusran. Mas Sam dan Erli terima kasih atas informasinya.

DAFTAR PUSTAKA
Datoek Toeah. 1976. Tambo Alam Minangkabau. Pustaka Indonesia. Bukit Tinggi.
Graves, E. E. 2007. Asal-usul Elite Minangkabau Modern. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Hall, D. G. E. tanpa tahun. Sejarah Asia Tenggara. Usaha Nasional. Surabaya.
Kristy, R (Ed). 2007. Alexander the Great. Gramedia. Jakarta.
Kristy, R (Ed). 2006. Plato Pemikir Etika dan Metafisika. Gramedia. Jakarta.
Marsden, W. 2008. Sejarah Sumatra. Komunitas Bambu. Depok.
Olthof, W.L. 2008. Babad Tanah Jawi. Penerbit Narasi. Yogyakarta.
Samantho, A. Y. 2009. Misteri Negara Atlantis mulai tersingkap?. Majalah Madina Jakarta. Terbit Mei 2009.
Suwardi MS. 2008. Dari Melayu ke Indonesia. Penerbit Pustaka Pelajar Yogyakarta.
Wikipedia. Ensiklopedi Bebas. http://wikipedia.org.
[1]Koordinator Tim Penelusuran Peninggalan Kerajaan Kandis di Lubuk Jambi Negeri Gajah Tunggal, Kecamatan Kuantan Mudik Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau
[2] Dikumpulkan dari cerita yang diwarisi secara turun temurun oleh Penghulu Adat Lubuk Jambi