Menelusuri Jejak Kereta Api di Riau

Sebelum Perang Dunia II pemerintah kolonial Belanda telah membuat rencana pembangunan jaringan jalan rel kereta api yang menghubungkan pantai timur dan pantai barat Sumatera, yang akhirnya akan meliputi seluruh pulau Sumatera. Jalur Muaro ke Pekanbaru adalah bagian dari rencana itu. Tapi hambatan yang dihadapi begitu berat, banyak terowongan, hutan-hutan dan sungai serta harus banyak membangun jembatan. Karena belum dianggap layak, rencana itu tersimpan saja di arsip Nederlands-Indische Staatsspoorwegen (Perusahaan Negara Kereta Api Hindia Belanda).

Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942 , Jepang mengetahui rencana Kolonial Belanda. Penguasa militer Jepang melihatnya sebagai jalan keluar persoalan yang mereka hadapi. Pembangunan jalan rel yang menghubungkan Sumatera Barat dan pantai timur Sumatera akan membuat jalur transportasi yang menghindari Padang dan Samudera India yang dijaga ketat kapal perang Sekutu. Jalan kereta api baru itu akan memperluas jaringan Staatsspoorwegen te Sumatra’s Weskust (SSS) sepanjang 215km ke pelabuhan Pekanbaru. Dari sana, melalui Sungai Siak akan mudah mencapai Selat Melaka.


Pekerjaan dimulai September 1943. Para Romusha membangun fasilitas perkeretaapian dan badan jalan rel di Pekanbaru. Mei 1944 para tawanan perang mulai berdatangan. Tapi sebagian romusha dan tawanan perang tidak pernah sampai ke Pekanbaru. Banyak yang terbunuh ketika kapal yang mereka tumpangi tenggelam terkena torpedo Sekutu. Kapal yang mereka tumpang bernama Kapal Maru Junyo dan Waerwijk Van. Sebagian besar romusha pekerja rel ini  meninggal karena kurang makan, penyakit dan perlakuan buruk. Akhirnya jalan rel ini selesai pada 15 Agustus 1945, bersamaan dengan penyerahan Jepang pada Sekutu. Jalan kereta api ini tidak pernah digunakan untuk tujuannya semula, membawa batubara dari Sawah Lunto, Sumatera barat, ke Pekanbaru. Kereta api yang melalui jalan rel ini hanya kereta api pengangkut tawanan perang yang telah dibebaskan. Tidak lama setelah itu jalan rel ini ditinggalkan begitu saja. Para romusha dan tawanan perang yang mengorbankan nyawa untuk pembangunan jalan rel ini mati sia-sia. 


                      

Di Pekanbaru disekitar Marpoyan dapat kita jumpai Monumen Lokomotif  dan Tugu Pahlawan Kerdja tugu dan monumen ini sangat bersejarah dan sudah sangat tua, tugu dan monumen ini diresmikan  pada tanggal 17 Agustus 1958. Monumen Lokomotif menandakan bahwa dulunya pernah ada Kereta Api di Kota Pekanbaru dan didinding monumen Lokomotif terdapat gambar kekerasan tentara jepang terhadap romusha.

"Wahai kusuma bangsa, Anda diboyong Jepang penguasa, Bekerja, bekerja, bekerja, nasibmu dihina papa, jasamu tak kulit terurai tulang, di sini anda rehat bersama, tanpa tahu keluarga, tak ada nama dan upacara, namun jasamu dikenang bangsa, andalah pahlawan kerja, ya Allah keharibaanMu kami persembahkan mereka, ampunilah, rahmatilah mereka "




                     

Demikian sebuah sajak yang terpahat dibatu yang kemudian dikenal dengan Nama Tugu Pahlawan Kerja. Disekitar tugu tersebut terdapat beberapa makam romusha atau pekerja yang membangun jalur kereta api pekanbaru - muaro sijunjung dan juga terdapat sebuah lokomotif hitam bernomor C 3322 yang menjadi saksi bisu bahwa memang pernah ada kereta api di Riau, selain itu di sekitar lokomotif terdapat relief kekejaman jepang terhadap para pekerja paksa (romusha) dan juga relief peta rel kereta api Pekanbaru-Muaro Suijunjung.


Berbekal sebuh peta yang direlief disekitar Monumen Lokomotif tersebut, kami bersama Tim Ekspedisi Bertuah TV bertekad untuk menelusuri sisa Rel Kereta Api maupun Lokomotif Pekanbaru -Muaro Sijunjung.  Di Desa Lipat Kain Selatan Kecamatan Kampar Kiri kami menjumpai sebuah Lokomotif Tua di Perkebunan Karet milik warga. Lokomotif ini berada di sekitar jalan akses masuk menuju  PT. Ganda.

                     


Lokomotif ini berada di Kebun Karet milik Hamzah warga Lipat Kain.
Lokomotif ini menjadi bukti kereta api pernah ada di Riau, kondisinya cukup memprihatinkan, beberapa bagian dari lokomotif tersebut telah lenyap,  lokomotif telah berkarat ditutupi lumut. Hendaknya lokomotif ini diselamatkan sebagai warisan sejarah, bukan tidak mungkin nantinya lokomotif ini akan dipotong sebagai besi.Dari Lipatkain Selatan perjalanan kami lanjutkan menuju Kabupaten Kuantan Singingi, rencana awal akan melakukan pencarian dan penelusuran Kereta Api ke Desa Koto Baru, Desa Petai, namun waktu dan juga tanpa persiapan yang cukup menjadi penghalang kami untuk melanjutkan perjalanan. Akhirnya kami sepakat untuk melanjutkan ekspedisi ke Desa terdekat dan syukur-syukur bisa menemukan bukti peninggalan Kereta Api.

Tibalah kami di Desa Koto Baru Kecamatan Singingi Hilir Kabupaten Kuantan Singingi. Di desa ini kami berusaha mencari tahu siapa orang tertua maupun yang dituakan di Desa ini, hingga akhirnya kami berhasil menemui Bapak Abdul Munif. Menurut pak Abdul Munif dulunya di Lokasi Mesjid Raya Koto Baru sekarang adalah stasiun besar Kereta Api, namun sayang peninggalannya sama sekali tidak dijumpai, menurut Pak Munif di Tahun 70an Pemerintah Provinsi Riau memberikan instruksi agar rel kereta api dicopot, dan saat itu warga sekitar bahu membahu untuk mencopot rel tersebut, dan Pak Munif tidak mnegetahui rel itu  dibawa kemana.

Sayangnya kami tidak bisa terlalu lama mengobrol dengan Pak  Munif, karena beliau akan ke mesjid untuk melaksanakan ibadah shalat dan beliau menjelaskan kekami mungkin saja peninggalan kereta api tersebut masih ada di sekitar hutan di Lubuk Ambacang dan beliau mengarahkan agar kami melakukan pencarian kesana.

Kemudian kami berkeliling mengitari Mesjid Raya Koto Baru yang dulunya menurut Pak Munif merupakan Stasiun Besar Kereta Api. Kemudian kami bertanya-tanya ke warga disekitar mesjid dan mereka serempak membenarkan apa yang dikatakan pak munif dan menurut mereka sisa rel kereta api masih ada di Desa Koto Baru dan bantalan rel tersebut digunakan sebagai jembatan penyeberangan. Akhirnya pencarian kami ke Desa Koto Baru terbayar dengan ditemukannya sebuah jembatan kecil yang dibuat dari Bantalan Rel Kereta Api.

                                      

                           

Rasa penasaran membawa kami melanjutkan perjalanan ke Desa Petai, kami memasuki areal Kawasan Konservasi Suaka Marga Satwa Bukit Rimbang Baling, dikawasan ini kami menemukan sebuah Rel Kereta Api
yang muncul ke permukaan tanah, dan keberadaan Rel ini juga telah diteliti oleh Gerard Willem de Graaf, dari The Nederlands Smallspoor Museum, de Graaf mengatakan Rel ini adalah Rel Kereta Api peninggalan Jepang.



0 komentar: