Tampilkan postingan dengan label ARSITEKTUR MELAYU. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ARSITEKTUR MELAYU. Tampilkan semua postingan
Lima Luhak (wilayah atau negeri) menjadi Cikal Bakal Pemekaran Kabupaten Rokan Hulu (Rohul). Secara historis, 5 luhak, yaitu Luhak Rokan, Luhak Rambah, Luhak Kepenuhan, Luhak Tambusai, dan Luhak Kunto Darusalam memiliki peranan penting dalam pembentukan Negeri Seribu Suluk 


Luhak Tambusai
Luhak Tambusai konon disebut sebgai luhak tertua dan merupaka cikal bakal terjadinya Luhak lainnya yakni luhak kepenuhan, Rambah dan Kunto Darussalam.

Bagi Orang Luar Riau jika mereka sudah Pernah ke Riau, akan melihat sebuah keunikan di sebagian besar Arsitektur di Riau terutama di fasilitas Umum ataupun Kantor Pemerintahan, keunikan tersebut adalah Selembayung, nyaris Setiap Bangunan yang berasitektur Melayu di Riau terdapat Selembayung.
Selembayung adalah hiasan yang terletak bersilangan pada kedua ujung perabung bangunan. Pada bangunan rumah adat melayu ini setiap pertemuan sudut atap diberi Selembayung yang bertekat dari ukiran kayu. Selembayung sering disebut juga “selo bayuang” dan “tanduk buang”. 

Hiasan bersilangan di kedua ujung perabung bangunan ini dalam pandangan adat Melayu adalah sumber pemancar bagi aura sebuah bangunan. Diletakkan di bagian paling tinggi atau ‘tajuk rumah’ karena lambang ini sangat tinggi arti dan nilainya.
 

Rumah Melayu Riau umumnya berukuran besar berbentuk panggung dan banyak dihiasi beragam bentuk ukiran yang dinamakan ragam hias. Ragam hias ini banyak terdapat pada pintu, jendela, ventilasi sampai ke puncak atap bangunan. Ragam hias yang dipakai pada atap bangunan ini dikenal dengan sebutan Selembayung.
 


Menurut para Budayawan Melayu Selembayung ini mengandung beberapa makna antara lain:
  1. Tajuk bangunan, menjadi penanda identitas budaya, membangkitkan seri dan cahaya di sebuah bangunan.
  2. Pekasih bangunan, mencerminkan keserasian pada sebuah objek bangunan.
  3. Pasak atap, melambangkan hidup masyarakat Melayu yang tahu diri
  4. Tangga dewa, bagi kalangan Melayu pedalaman selembayung juga dimaknai sebagai tangga tempat turunnya para dewa, mambang, akuan, soko, keramat dan membawa keberkahan bagi kehidupan.
  5. Rumah beradat, menunjukkan bangunan bersangkutan didiami oleh seseorang yang berbangsa, menjadi balai dan tempat orang berpatut-patut.
  6. Tuah rumah, selembayung diharapkan memberi tuah pada pemilik bangunan.
  7. Lambang keperkasaan dan wibawa orang Melayu
  8. Simbol kasih sayang dengan keberagaman.

Motif ukuran Selembayung berupa daun-daunan, bunga, burung dan lain-lain yang melambangkan perwujudan kasih sayang, tahu adat dan tahu diri. Selembayung ini untuk pemakaiannya tidak terbatas hanya pada bangunan rumah, tetapi pada pelaminan-pelaminan Melayu dipakai juga sebagai lambang/hiasan yang menunjukan bahwa pelaminan yang digunakan adalah Adat Melayu Riau. 


Seiring waktu Selembayung digunakan dan dipatut patutkan untuk menjadi sebuah identitas Melayu terutama menjadi sebuah Ornamen di Bangunan seperti di Gapura, Fasiltas Olahraga, bahkan konyolnya di Tong Sampah yang akhirnya banyak mendapat kritikan. 


 
Pada Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Selembayung menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda tersebut dengan Nomor Resgistrasi 201700482.
















Gedung Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Kabupaten Siak diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 11 Agustus 2007,bersamaan dengan Peresmian Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah

                             








Gerbang Masuk ke Bandara Sultan Syarif Kasim II

Riau
sedang menyulam kembali masa keemasannya, kini nuansa kemajuan serta perubahan Riau diharapkan dapat terasa saat para tamu baru menginjakkan kakinya digerbang utama kedatangan di Bandara Sultan Syarif Kasim II (SSK II).
                
Bandara yang dibangun sekitar tahun 1930-an atau sejak zaman Kesultanan Siak , kini telah berubah wajah. Bersolek dengan cantiknya, berdiri dengan gagahnya, demikian indah dan sempurna menuju Bandara berkelas Internasional namun bernuansa lokal Riau. Secara utuh wujud sejatinya Riau tergambar pada desain struktur interior bandara Sultan Syarif kasim II, setiap jengkalnya dibangun dengan menyimpan makna  dan inilah gerbang segala pintu. Bukan hanya sekedar pintu untuk melihat turun naiknya pesawat ataupun pintu untuk semata menyambut tamu. Tapi inilah bandara yang juga menjad pintu untuk menunjukkan kebangkitan Riau dengan segala jati diri negeri Melayu-nya.
Kepak Sayap Burung Serindit
Ada sejarah dari setiap langkah dan niat, begitu pula dibalik wajah baru Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, pada saat baru menjabat menjadi Gubernur riau HM Rusli Zainal igin menjadikan Riau sebagai daerah tujuan investasi, selain itu beliau juga ingi menjadikan Riau sebagai basis budaya melayu dengan segala keunikan dan wujud ke-islaman yang menjadi landasannya. Menurut Gubernur Riau HM Rusli Zainal dengan masuknya investasi maka bergeraklah roda ekonomi,dan apabila roda ekonomi sudah bergerak rakyat akan sejahtera dengan sendirinya. Riau yang kaya namun tertinggal dalam segalanya, dan pastinya nanti akan bisa mengejar segala ketertinggalan .
Sebagai Kota Serambi Mekkah Riau, Kabupaten Kampar mempunyai banyak cerita tentang Islam. Salah satunya adalah Masjid Jami'. Mesjid yang terletak di Jalan Pasar Usang Desa Tanjung Barulak, Air Tiris Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar ini dibangun pada tahun 1901 Masehi atas prakarsa Engku Mudo Sangkal, seorang ulama yang mengonsolidasikan potensi ninik-mamak dan cerdik-pandai dari 20 kampung di kenegerian Air Tiris. Sebagai panitia pembangunannya adalah yang disebut dengan Ninik Mamak Nan Dua Belas yaitu para ninik-mamak dari berbagai suku yang ada dalam seluruh kampung. Mereka mengerjakannya bersama anak kemenakan, termasuk tukang dari Trengganu, Malaysia, yang membuat mimbar yang dikerjakannya di Singapura. Tahun 1904 masjid ini selesai yang diresmikan dengan meriah oleh seluruh masyarakat Air Tiris dengan menyembelih 10 ekor kerbau.

                   

Arsitektur masjid ini menunjukkan adanya perpaduan gaya arsitektur Melayu dan Cina, dengan atap berbentuk limas, seluruh bagian bangunan terbuat dari kayu tanpa menggunakan besi dan paku
melainkan hanya pasak kayu. Masjid dengan bahan konstruksi utama kayu ini terdiri dari bangunan induk yang ukuran aslinya 30meter X 40meter, mihrab 7meter X 5meter, menara, dengan tinggi bangunan 24meter, serta dilengkapi dengan 2 mimbar, 2 bak untuk mengabil wudhu. Atapnya berupa limas tiga tingkat yang meruncing ke atas dengan tiang dan konstruksi kayu yang masih asli terlihat sangat indah. Demikian pula dindingnya yang miring, penuh dengan ornamen atau ukiran yang mirip dengan ukiran yang terdapat di dalam sebuah masjid di Pahang, Malaysia.  Engku Mudo Sangkal juga menukilkan ukiran di depan mimbar dan pada dua tonggak panjang dalam masjid masing-masing basmallah dan dua kalimah syahadat.
                   
Di dalam salah satu bak  air itu terdapat sebuah batu alam yang besar dan bentuknya seperti kepala kerbau tanpa tanduk dan telinga. Konon batu itu bisa berpindah posisi dengan sendirinya sehingga batu berbentuk kepala kerbau ini begitu disakralkan. Banyak yang mengunjungi mesjid ini hanya untuk mandi dengan air yang ada batu kepala kerbau bahkan mereka bernazar untuk meminta suatu keinginan dan kesembuhan penyakit, mereka mencuci muka atau tangan dengan air dari bak yang berisi kepala kerbau dan dipercaya dapat memberi berkah.
Rumah Tuan Kadi Zakaria yang berada di jalan Senapelan Gang Pinggir merupakan salah satu peninggalan Kesultanan Siak masa lalu. Rumah peninggalan Tuan Kadi Zakaria memang sudah dipugar tapi tak mengubah bentuk asli bangunan, rumah ini terlihat megah dengan arsitektur Eropa masa lalu, konon rumah ini diarsiteki oleh arsitek yang membangun Istana Siak. Rumah ini dulunya menjadi pesanggrahan atau rumah persinggahan Sultan Syarif Kasim II ketika bertandang ke Pekanbaru,bahkan ada kamar khusus Sultan. Bahkan di rumah itu juga berbagai persoalan dan strategi menata Bandar Senapelan selalu dibahas. ‘’Itu rumah kenangan masa lalu Sultan Siak,’’ ucap H Syahril Rais  yang kini menempati rumah Tuan Kadi Zakaria disela acara Wisata Fotografi Kampung Bandar.

                              

Pekanbaru Ibu Kota Provinsi Riau tengah bersolek dalam menghadapi Perhelatan Olahraga terbesar di tanah Air. Berbagai infrastruktur dibangun, infrastruktur yang ada dipercantik. Beberapa fasilitas gedung Olahraga dibangun dengan Konsep Green, Bandara diperbesar,begitupula dengan sarana transportasi, salah satu diantaranya pembangunan 2 (dua) fly over di ruas jalan Jenderal Sudirman.

                        

                
Pembangunan 2 fly over di ruas Jalan Jendral Sudirman mempercantik tata ruang Kota pekanbaru, pembangunan fly over dimaksudkan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas. Fly over berornamen Melayu yang merupakan cerminan semangat inovasi dan nilai-nilai perkembangan, kebersamaan dan kekompakan masyarakat Melayu di Bumi Lancang Kuning.
Masyarakat Riau  selalu ramah dan hangat menerima siapa pun yang datang ke daerah Riau, dengan muka jernih dan hati yang bersih.

                                

Tak khayal lagi kiranya fly over tersebut pantas disebut kombinasi  kultur melayu dan modernisasi, fly over tersebut dibangun dengan megah secara modern dan tanpa menghilangkan kultur dan identitas lokal melayu. Kombinasi motif dan pilihan warna dengan nuansa kultur Melayu menjadikan jembatan layang itu kian menawan. Bangunan dengan ornamen Melayu itu, tentu membuat masyarakat tempatan dan pendatang menyadari sedang berada di Provinsi Riau yang kental dengan budaya Melayu.

                               


Motif Pucuk Rebung Khas melayu, motif itik pulang petang dan perahu lancang kuning  menghiasi beberapa bagian dari fly over. Dan semua ornamen dan motif khas melayu tersebut diberi warna dengan warna khas melayu. Dari motif  pucuk rebung, itik pulang petang hingga perahu lancang kuning tampak tertata rapi di bangunan yang akan menjadi kado Hari Ulang Tahun Provinsi Riau ke-55 itu.

                                                   

Provinsi Riau memiliki Visi Riau 2020 yaitu menjadikan Riau sebagai Pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara, dan fly over dengan motif Melayu merupakan wujud keseriusan Pemerintah Provinsi Riau dalam mendukung pengembangan budaya Melayu menuju Visi Riau 2020. Selain itu fly over dengan sentuhan motif Melayu ini  juga menjadi ajang sosialisasi bagi dunia luar.

                               





  
Riau sangat kaya akan ragam seni dan budaya, Berbicara mengenai Rumah adat Riau tentunya tidak terlepas dari Ragam dan Bentuk dari rumah adat Kabupaten dan Kota di Provinsi Riau. Bentuk rumah tradisional daerah Riau pada umumnya adalah rumah panggung yang berdiri diatas tiang dengan bangunan persegi panjang. Dari beberapa bentuk rumah ini hampir serupa, baik tangga, pintu, dinding, susunan ruangannya sama , dan memiliki ukiran melayu seperti selembayung, lebah bergayut,pucuk rebung dll. Di Riau setidaknya terdapat beberapa jenis Rumah adatseperti  Rumah Limas, Rumah Lontiok

 

SELASO JATUH KEMBAR


Rumah Adat Riau diinterpresentasikan dengan nama Selaso Jatuh Kembar atau biasa disebut juga dengan Salaso Jatuh kembar.  
Pada tahun 1971 Gubernur Riau Arifin Ahmad membentuk tim 9 yang berisikan Budayawan dan pemikir Melayu, tim 9 ini bertugas untuk membuat dan mendesain Rumah Adat Riau yang dijadikan Anjungan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Tim 9 bekerja dengan melakukan riset keliling Riau, hingga kemudian lahirlah dan muncul sebuah Rumah yang kemudian menjadi Rumah Adat Riau dengan nama Selaso jatuh kembar. Rumah Selaso jatuh Kembar dipopulerkan oleh Gubernur Riau Imam Munandar sebagai Rumah Adat Riau.

Rumah Selaso Jatuh atau adalah bangunan seperti rumah adat tapi fungsinya bukan untuk tempat tinggal melainkan untuk musyawarah atau rapat secara adat. Balai Salaso Jatuh mempunyai selasar keliling yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah, karena itu dikatakan Salaso Jatuh. Semua bangunan baik rumah adat maupun balai adat diberi hiasan terutama berupa ukiran. Di puncak atap selalu ada hiasan kayu yang mencuat keatas bersilangan dan biasanya hiasan ini diberi ukiran yang disebut Salembayung atau Sulobuyung yang mengandung makna pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selasar dalam bahasa melayu disebut dengan Selaso. Selaso jatuh kembar sendiri bermakna rumah yang memiliki dua selasar (selaso, salaso) yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah.








Bangunan ini terletak di jalan Lintas Pekanbaru Bangkinang, bangunan ini berfungsi sebagai sekretariat Wadah Silaturahmi Lembaga Adat Suku Nan 12 Kenegerian Air Tiris Kampar.
Alokasi anggaran: Rp 240 miliar
Total Area tanpa bangunan: 13,670.56 m² 
Luas bangunan: 20.396 m² 
Luas Pemandangan Total / Garden: 10,719.17 m² 
Luas Dang Merdu bertujuan untuk Convention Center dan Bank Riau -cabang : 5.255 meter persegi, Basement Luas: 4.570 meter persegi ,Semi-Basement Area: 703 sqm, Tinggi bangunan (tanpa atap): 74,94 m ,Tinggi bangunan (dengan puncak): 83 m 
Jumlah lantai: 15 dengan roof Garden


Fasilitas : 
1. Banking Hall 
2. Dang Merdu Convention Center
3. Drive-Thru ATM 
4. Kantor Bank Riau Kantor Pusat 
5. Swasta / Priority Banking Center
6. 1000 save deposits 
7. Data Center 
8. Cafe dan Restoran 
9. Roof Garden Konstruksi



KONSEP DESAIN MENARA DANG MERDU BANK RIAU KEPRI
Nama Dang Merdu diiilhami dari nama tokoh DANG MERDU, Ibunda Hang Tuah. Hang Tuah merupakan tokoh pahlawan ksatria rakyat melayu, kisah Hang Tuah yang fenomenal dan melegenda bagi masyarakat melayu di Nusantara khususnya di wilayah Riau Raya dan Semenanjung Malaysia.


Dicita-citakan oleh arsitektur modern abad ke-21,  Menara Bank Riau Kepri dirancang untuk memenuhi konsep modern yang dinamis, diadopsi dari bentuk atap tradisional Riau, atap Kajang, dan dihiasi dengan selembayung sehingga bentuk bangunan tetap mencerminkan simbol adat dan budaya melayu.



Bentuk bangunan ini terinspirasi oleh bentuk keris sebagai simbol KEUTUHAN, KEBENARAN, dan KEAGUNGAN bagi masyarakat Riau. Menara Dang Merdu didesain untuk menjadi satu kesatuan Landmark Kota Pekanbaru dan menjadi ikon kota yang baru.


                            


Tiga set berlayar diilhami dari latar belakang alam dan masyarakat Riau yang sangat dekat dengan kehidupan air, gabungan tiga massal bangunan dirancang sebagai wujud representasi dari ide dasar /cooperate identity /(logo Bank Riau Kepri) adalah tiga layar terkembang yang merupakan interpretasi dari simbol semangat Riau Raya yang luas.

                                

                     
Banking Hall Bank Riau Kepri
                            
Back Office Menara Dang Merdu Bank Riau Kepri





Pemerintah Provinsi Riau akan membangun sebuah kawasan Pusat Bisnis di Bandar Serai (Bandar Seni Raja Ali Haji) Eks Purna MTQ Nasional tahun 1994. Kawasan ini nantinya akan diberi nama  Bandar Serai Riau Town Square and Convention (BSRTSC) dan diperkirakan proses pembangunannya akan menelan dana  Rp1,1 triliun . Nantinya akan menonojolkan identitas melayu dengan konsep komersil dan budaya melayu.



Pembangunan Bandar Serai Riau Town Square and Convention (BSRTSC) tidak menggunakan seluruh areal di Purna MTQ. Bangunan bernilai seni dan budaya yang sudah ada tentunya tetap dipertahankan, anjungan rumah dari kabupaten/kota di Riau, termasuk anjungan rumah Kepri dan Batam (Kini Kepulauan Riau)  tetap akan dipertahankan di kawasan tersebut.  Bandar Serai atau Eks Purna MTQ Nasional akan dijadikan kawasan multi guna, seperti hotel berbintang lima, sport center, bussiness center, masjid dan islamic center. Selain itu di kawasan Bandar Serai Riau Town Square and Convention (BSRTSC) juga terdapat Gedung Teater Idrus Tintin, Dewan Kesenian Riau, Rumah Adat, Anjungan kabupaten/kota se Riau, Dekranasda, Yayasan Raja Ali Haji, Akademi Kesenian Melayu Riau,  Museum kaum perempuan,  dan lainnya. Untuk langkah awal di Bandar Serai Riau Town Square and Convention (BSRTSC) akan dibangun arena bowling yang akan digunakan untuk PON  XVIII tahun 2012.


.

Rumah Lontiok adalah Rumah Adat Kampar,. Lontiok (lentik dalam Bahasa Indonesia) berarti melengkung atau bengkok. Lontiok memiliki bentuk melengkung ke atas yang memiliki  simbol untuk menghormati Tuhan / Allah. Rumah Lontiok memiliki keunikan bentuk, serta memiliki nilai-nilai  simbolik yang terkandung pada rumah tradisional Lontiok. Pengolahan material, pilihan bentuk, penggunaan ragam hias dan maknanya diduga berhubungan erat dengan nilai adat serta nilai sosial masyarakat Kampar.

SALAH SATU RUMAH LONTIOK DI DESA WISATA PULAU BELIMBING


Bentuk rumah Lontiok berasal dari bentuk perahu, hal ini tercermin dari sebutan pada bagian-bagian rumah tersebut seperti : bawah, tengah, ujung, pangkah, serta turun, naik. Dinding depan dan belakang dibuat miring keluar dan kaki dinding serta tutup didinding dibuat melengkung sehingga bentuknya menyerupai sebuah perahu yang diletakkan di atas tiang-tiang. Rumah Lontiok berfungsi sebagai rumah adat dan rumah tempat tinggal. Dibangun dalam satu prosesi panjang yang melibatkan masyarakat luas serta upacara. Struktur bangunannya terdiri atas bagian bawah (kolong), bagian tengah dan bagian atas. 
BALAI ADAT KABUPATEN KAMPAR YANG BERBENTUK RUMAH LONTIOK
Pembagian ini dipengaruhi oleh pemikiran kosmologi tradisi masyarakat Indonesia yang membagi alam atas tiga lapisan yaitu : lapisan atas sebagai tempat tinggal dewa, lapisan tengah sebagai tempat tinggal manusia dan lapisan bawah alam kejahatan. Bagian bawah difungsikan sebagai tempat penyimpanan alat kerja, kayu bakar, hasil kebon, bagian tengah sebagai tempat tinggal manusia yang merupakan harmoni hubungan dunia atas dan dunia bawah, sedangkan bagian atas dijadikan sebagai tempat penyimpanan barang-barang berharga dan benda-benda pusaka. Ragam hias yang digunakan pada rumah Lontiok terdiri dari bentuk stilasi tumbuh-tumbuhaan, binatang serta bentuk geometris terlihat pada motif bunga kundur,akar pakis, selembayung yang distilasi dari bentuk kepala kerbau, lebah bergantung, pucuk rebung, bintang dan lain-lain. Makna tersimpan dibalik bentuk bangunan, ragam hias, simbol-simbol yang terdapat pada komponen bangunan yang hanya dapat dipahami dalam konteks budaya masyarakat Kampar.
BALAI BUPATI KABUPATEN KAMPAR (RUMAH DINAS BUPATI KAMPAR) YANG BERBENTUK LONTIOK

Pada Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Rumah Lontiok menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201700481


SUMBER :
Wawancara dengan masyarakat Desa Wisata Pulau Belimbing

Museum Kandil Kemilau Emas berlokasi di Desa Wisata Pulau Belimbing Kecamatan Bangkinang Barat, Kabupaten Kampar. Museum ini diresmikan  pada tanggal 22 Mei 1988. Museum ini adalah sebuah rumah berbentuk Rumah Adat Lontiok Kampar yang dibangun sekitar tahun 1900 oleh almarhum Haji Hamid.


Museum Kandil Kemilau Emas yang berbentuk Rumah Lontiok
Salah Satu Ornamen Bermotif Melayu di Museum Kandil kemilau Emas
Penampakan Dari Samping Museum Kandil Kemilau Emas


Haji Hamid merupakan saudagar kaya pada masa dahulunya.  Kini dalam museum ini tersimpan berbagai barang antik koleksi yang memiliki nilai sejarah seperti Barang tembikar, Alat Pertukangan, Alat Pertanian, Alat-alat penangkap ikan, alat-alat kesenian, Alat-alat pelaminan, Alat-alat perdagangan, Alat pesta dan lain-lain. Disamping alat-alat tersebut tersimpan pula dayung perahu dagang terbuat dari kayu yang sangat kuat berasal dari abad ke 18, serta sebuah kompas yang terbuat dari bambu yang dibuat oleh bangsa China karena angka-angka yang tertulis pada kompas tersebut ditulis dalam aksara China. Ada dua ratus lima puluh (250) macam barang antik koleksi museum Kandil Kemilau Emas yang semuanya merupakan koleksi warisan yang telah turun temurun sebagai barang pusaka.
SIKU KELUANG
 Motif Siku Keluang, biasa digunakan sebagai hiasan pada langit-langit



TEBUK BUNGA BAWANG
 Motif Tebuk Bunga Bawang , biasa digunakan sebagai hiasan pada pagar selasar



LEBAH BERGAYUT
Motif Lebah Bergayut , biasa digunakan sebagai hiasan les plang atau untuk hiasan kisi-kisi



KUNTUM TAK JADI
Motif Kuntum Tak Jadi , biasa digunakan sebagai hiasan les plang, untuk hiasan kisi-kisi dan juga hiasan pada pagar selasar



KELOK PAKU
Motif Kelok Paku , biasa digunakan sebagai hiasan foto.



ITIK BEKAWAN
Motif Itik Bekawan , biasa digunakan sebagai hiasan laci.








BINTANG - BINTANG
 Motif Bintang Bintang , biasa digunakan sebagai hiasan langit-langit.


SUMBER : PAMERAN KHUSUS MUSEUM DAERAH SANG NILA UTAMA TANGGAL 28 OKTOBER - 6 NOVEMBER 2011 " DINAMISME ARSITEKTUR MELAYU DALAM KEBUDAYAAN DUNIA"