Tampilkan postingan dengan label SIAK. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SIAK. Tampilkan semua postingan

Bicara tentang pariwisata di Bumi Lancang Kuning tak akan ada habisnya. Provinsi Riau memang punya segudang tempat menarik untuk dikunjungi, yang tak hanya untuk melepas penat namun juga punya nilai budaya yang syarat sejarah.

 

Misalnya saja, objek wisata Istana Siak , bangunan kokoh peninggalan Kesultanan Siak hingga Festival Pacu Jalur yang telah diadakan lebih dari 100tahun. Keduanya merupakan destinasi wisata yang mampu membawa wisatawan lokal maupun mancanegara berkunjung ke Riau terutama ke Siak dan Taluk Kuantan.





Pagi itu makanku cukup lahap, Sarapan buatan Sang Istri bagiku paling nikmat, sembari menikmati Sarapan ku asyik membaca berita di Tribunnews, berita tersebut sangat menarik perhatianku untuk berkunjung kembali ke Istana Siak.  

Yang menarik, adalah informasi mengenai pemugaran untuk melestarikan bangunan peninggalan sejarah tersebut yang dilakukan oleh pihak swasta, yakni PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP/April Group). Menarik karena selama ini urusan pariwisata selalu dihandle oleh Dinas Pariwisata pemerintah setempat. Kali ini perusahaan penghasil pulp dan kertas yang beroperasi di Pangkalan Kerinci ini ikut serta untuk memajukan pariwisata berkelanjutan di Provinsi Riau dengan mendanai pemugaran. 

Terlintas seketika dalam hati hebat nih RAPP semoga perusahaan lain juga akan melakukan hal yang sama dalam pengembangan objek wisata di Riau. 
Serah terima Istana Peraduan Sultan Siak dilakukan oleh Direktur PT RAPP Mhd Ali Shabri dan diterima oleh Bupati Siak Alfedri.  Bapak Ali Shabri bagiku tidak asing karena pernah berurusan dengan beliau, sekitar 10Tahun lalu saat saya masih bertugas di Pangkalan Kerinci dan Pak Ali Shabri merupakan nasabah saya.  Istana Peraduan alias rumah tempat istirahat Sultan Syarif Kasim II kini selesai dipugar dan pemugaran menelan biaya Rp3,2 miliar, pemugaran yang dilakukan PT RAPP sangat mewah dan megah , walau sudah dipugar, tetap mempertahan aslinya. Ada enam ruangan yang dipugar, yakni ruang tamu, ruang keluarga, diorama, kamar tidur utama atau bilik peraduan, ruang makan dan ruangan pembatas, termasuk interior dan eksterior gedung.

Selesai sarapan rasa penasaranku muncul untuk berkunjung kembali ke Istana Siak, kemudian ku panggil Istri, sayang kita Ke Istana Siak yuk jalan jalan. Dan akhirnya kami merencanakan perjalanan Ke Istana Siak bersama Istri.

Sebuah kerajaan Melayu Islam terbesar di Riau telah meninggalkan jejak yang cantik di bumi melayu dan nusantara, Istana  Siak, itulah nama yang biasa disebut. Ini adalah kunjungan kesekian kalinya bagi saya,namun tidak pernah bosan untuk berkunjung kembali, kunjungan ini begitu spesial bagi saya karena berkunjung bersama Istri. Rasa penat menempuh perjalanan 2 Jam dari Pekanbaru hilang seketika ketika kami melewati sebuah jembatan Megah Jembatan Tengku Agung Sulthanah LatifahSecara eksplisit jembatan ini menggambarkan masa keemasan dan Kejayaan Kerajaan Siak tempo dulu. Panorama hamparan kebun sawit berubah menjadi pemandangan nuansa melayu ketika kami melewati jembatan tersebut.  

Istana Siak atau biasa disebut dengan ” Istana Matahari Timur ” atau disebut juga Asserayah Hasyimiah ini dibangun oleh Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889 oleh arsitek berkebangsaan Jerman. Arsitektur bangunan merupakan gabungan antara arsitektur Melayu, Arab, Eropa. Bangunan ini terdiri dari dua lantai. Lantai bawah dibagi menjadi enam ruangan sidang: Ruang tunggu para tamu, ruang tamu kehormatan, ruang tamu laki-laki, ruang tamu untuk perempuan, satu ruangan disamping kanan adalah ruang sidang kerajaan, juga digunakan untuk ruang pesta. Lantai atas terbagi menjadi sembilan ruangan, berfungsi untuk istirahat Sultan serta para tamu Istana. Di dalam istana akan kita lihat berbagai koleksi yang bernilai tinggi seperti Kursi Singgasana Sultan yang berbalut emas.

Bangunan Istana Siak bersejarah tersebut selesai pada tahun 1893. Pada dinding istana dihiasi dengan keramik khusus didatangkan buatan Prancis. Beberapa koleksi benda antik Istana, kini disimpan Museum Nasional Jakarta, Istananya sendiri menyimpan duplikat dari koleksi tersebut.Diantara koleksi benda antik Istana Siak adalah: Keramik dari Cina, Eropa, Kursi-kursi kristal dibuat tahun 1896, Patung perunggu Ratu Wihemina merupakan hadiah Kerajaan Belanda, patung pualam Sultan Syarim Hasim I bermata berlian dibuat pada tahun 1889, perkakas seperti sendok, piring, gelas-cangkir berlambangkan Kerajaan Siak masih terdapat dalam Istana, komet , kapal kato (kapal raja siak). Dipuncak bangunan terdapat enam patung burung elang sebagai lambang keberanian Istana. Sekitar istana masih dapat dilihat delapan meriam menyebar ke berbagai sisi-sisi halaman istana, disebelah kiri belakang Istana terdapat bangunan kecil sebagai penjara sementara.

Di ruang yang lain kita saksikan berbagai kursi meja baik dari kayu, kristal dan kaca tertata rapi di bawah lampu-lampu kristal berwarna-warni bergantungan di plafon istana, demikian pula berbagai bentuk almari dan berjenis senjata dari tembaga dan besi. Disamping itu terdapat pula aneka cinderamata yang merupakan hadiah dari para sahabat dan daerah di sekitar Siak.

Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh Kerajaan Siak di masa lalu dapat kita lihat melalui foto-foto berukuran besar yang terletak di dalam Istana Siak. Terdapat juga sebuah cermin yang menjadi milik oleh para permaisuri Sultan yang dapat membuat wajah semakin cerah dan awet muda bila sering bercermin di sana. Cermin ini dinamakan cermin Ratu Agung. Istana Siak adalah bukti sejarah kebesaran Kerajaan Melayu Islam yang terbesar di daerah Riau. Masa kejayaan Kerajaan Siak berawal dari abad ke-16 sampai abad ke-20, dan silsilah Sultan-sultan Kerajaan Siak dimulai pada tahun 1723 M dengan 12 Sultan yang pernah bertahta.



Disisi lain terdapat pula alat musik Komet yang dibuat secara home industri di Jerman yang memiliki piringan dengan garis tangan sekitar 90 cm berisikan lagu-lagu klasik dari Mozard dan Bethoven.Konon barang ini hanya ada dua di dunia yaitu di Jerman sebagai pembuat dan di istana Siak.       

Dan terakhir Istana Peraduan menjadi tujuan saya bersama istri, walau telah dilakukan reovasi bentuk asli bangunan tetap dipertahankan. Tidak hanya sekedar melakukan  pemugaran Istana Peraduan tetapi RAPP juga berkontribusi menukung Riau sebagai destinasi wisata berbasis budaya.


Namun, pada akhirnya, pengembangan pariwisata tersebut bermuara pada kontribusi dan tanggung jawab pribadi kita masing-masing sebagai pelancong dan pengunjung, tidak hanya sebagai Tanggung Jawab Dinas Pariwisata, Menteri Pariwisata, RAPP ataupun perusahaan lainnya. Yuk kita sama -sama lestarikan pariwisata dan sejarah bangsa kita bersama-sama !




Tari Gendong telah ada sejak abad ke-16 sebelum masuknya Kerajaan Siak. Kesenian tari tradisional ini lahir, tumbuh, dan berkembang di tengah masyarakat yang dikenal sebagai Suku Asli Anak Rawa tepatnya berada di Kampung Penyengat Kecamatan Sungai Apit, yang diiringi alat musik gendang, gong, dan biola. Fungsi tari ini adalah sebagai sarana upacara tolak bala dan sebagai sarana hiburan masyarakat suku Anak Rawa. Penari terdiri dari enak orang wanita yang saling bergantian bernyanyi. Tari Gendong yang penuh suka cita ini dapat dilihat dari cara berjoget dan bernyanyi semua penari maupun penonton yang larut dan ikut dalam suasana kegembiraan. Tarian ini dahulunya ditampilkan pada malam hari saat masyarakat sedang istirahat, sehingga tarian ini dijadikan sebagai hiburan bagi masyarakat yang mana saat siang hari lelah dengan pekerjaan dan pada malam harinya mereka menghibur diri dengan menyaksikan maupun ikut menari dengan para penari Gendong. Tari ini memiliki unsur magis, seperti menyediakan sesajen di dalam pertunjukannya, penari melantunkan sebuah lagu terlebih dahulu sebagai tanda akan dimulainya Tarian Gendong, kemudian barulah penonton boleh menari dengan penari. Penonton yang ingin menari dengan penari harus memiliki lagu dan membayar Rp 10.000. Kemudian, barulah diperbolehkan menari. Di sini dapat dilihat interaksi sesama masyarakat sangat baik dengan 152ditampilkannya Tari Gong ini dapat menjalin silaturahmi serta kekeluargaan yang sangat baik antar masyarakat.

Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Tari Gendong menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800646.

 

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 151)  

Jaap Kunst (1973) menyatakan bahwa gambus berasal dari perkataan arab yaitu Qupus. Istilah Qupus mengalami perobahan menjadi Gabbus di Zanzibar dan Filipina selatan. Dikepulauan istilah Qupus secara Linguistik berubah menjadi Gambus. Gambus dikepulauan Nusantara bisa dijumpai di semenanjung melayu, pesisir Sumatra dan Jawa. ( Dewan Budaya, 1980). Kedatangan alat musik gambus di Nusantara menurut Anis Mohd N Md dibawa oleh orang Arab seiring dengan pengislaman kawasan ini pada abad ke-15. Sementara itu pendapat lain dikemukakan oleh C. Sachs bahwa orang Persia dan Arab telah melakukan perdagangan di Kepulauan Nusantara pada abad ke-9 dan instrument musik ini dibawa ke dalam kapal-kapal mereka untuk hiburan pribadi pada saat perjalanan laut yang Panjang.

 

Menurut Banoe gambus alat musik tradisional arab yang banyak dikenal di Indonesia. Satuan musik yang berinti alam musik gambus khususnya memainkan lagu- lagu arab dan kasidah. 

Gambus adalah salah satu alat musik chordophone berdawai tujuh (bunyi yang dihasilkan oleh dawai) yang dibunyikan dengan cara dipetik (dalam istilah di Siak dipeteng). gambus ini terbuat dari bahan kayu nangka dan cempedak. Dalam khasanah musik melayu, pada umumnya orang mengenal 2 jenis gambus yakni jenis yang pertama gambus Ud yang terdapat dalam musik timur tengah, alat musik ini sudah dikenal sejak lama dan ditemukan pada lukisan dinding peninggalan peradaban mesir kuno dan mesopotamia, dan jenis kedua gambus selodang. Gambus selodang bentuknya mirip dengan Ud juga, dan muncul di alam melayu sebagai hasil dari interaksi dengan budaya timur tengah yang disertai masuknya islam ke nusantara.

 

Makna gambus selodang dalam Berein dan Roza (2003, hlm. 20), bahwa gambus menurut masyarakat Riau berasal dari percintaan masyarakat Melayu Riau. Disebutkan bahwa gambus dikiaskan seperti betis wanita. Dalam legenda tersebut bercerita bahwa di atas makam wanita kekasihnya yang meninggal itu ditanam sebatang pohon. Ketika pohon tersebut telah tumbuh besar, kemudian oleh sang pria kekasihnya dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan instrumen gambus. Namun dalam sumber yang sama tersebut disebutkan pula bahwa gambus menurut sejarahnya berakar dari Al-Ud yakni sejenis sitar dari India. 

 

Pada zaman dahulunya di desa-desa belum ada hiburan saat itu para pemuda dan orang tua sering berkumpul bersama dengan memeting gambus di malam hari terasa nyaman didengar di tengah gelapnya sebuah desa. Seiring dengan adanya tarian zapin yang diiringi musik Gambus dan Marwas, saking minimnya hiburan di saat itu pada acara pesta malam harinya dipersembahkan tarian zapin yang  diiringi dengan musik Gambus dan marwas sebagai sarana penghibur saat itu, dan bahkan di setiap acara adat lainnya.

 

Seiring perjalanan waktu, gambus berkembang menjadi sarana hiburan. Tidak heran pada 1940-an sampai 1960-an sebelum muncul musik melayu atau lebih dikenal musik dangdut. Di Riau gambus selodang semula dimainkan untuk mengiringi tari zapin di Istana Siak dan di rumah-rumah orang terkemuka, kemudian berkembang sebagai alat musik hiburan dan acara- acara sosial, seperti acara perkawinan, syukuran, khitanan, dll.

 

Disebut gambus selodang karena bentuk punggungnya berfungsi sebagai resonator menyerupai selodang (seludang), pembungkus mayang kelapa atau pinang. Ukuran punggung (resonator) gambus selodang agak kecil, tidak sebesar dan sebuncit gambus Ud. Pemain gambus selodang biasanya memetik dawai dengan tangan kanan, sedangkan jari tangan kiri digunakan untuk menekan dawai sesuai nada yang diinginkan pada leher gambus. Selain memetik gambus pemain gambus selodang juga bernyanyi diiringi oleh beberapa orang penabuh gendang kecil yang disebut dengan marwas. Pemain Gambus Selodang Siak juga dilengkapi dengan beberapa marwas serta nafiri sehingga lengkap dan dapat menampilkan musik dan tari zapin siak yang selalu dihelat dalam acara-acara pesta pernikahan, khitanan dan acara seni lainnya. 

 

Gambus selodang adalah salah satu instrumen alat musik tradisional yang terdapat di kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak, gambus selodang merupakan adopsi gambus Al-Ud (berasal dari Timur Tengah), sedangkan istilah selodang diambil dari bahasa Melayu Riau yang dalam Bahasa Indonesia disebut seludang 

 

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (2005, hlm 1023) disebutkan seludang memiliki dua makna. Makna pertama adalah kulit pembalut mayang pinang atau mayang kelapa. Makna kedua adalah sampan yang lancip ujungnya dan rata pada buritannya. Selain itu selodang juga diartikan sepotong kayu yang secara utuh tanpa sambungan dijadikan instrumen musik gambus. Pada ornamen kepala gambus selodang memiliki makna filosofi tentang daerah Siak seperti motif kepala naga melambangkan kejayaan kerajaan Siak Sri Indrapura.Ada beberapa perbedaan antara gambus selodang Siak, gambus Kalimantan dan gambus Karimun Kepulauan Riau. Gambus selodang Siak mempunyai 7 dawai, bagian kepala ada 3 bentuk, yaitu motif kepala naga, burung serindit, dan kuda laut. Memiliki filosofi bahwa Siak dahulu terdapat banyak burung serindit. Ornamen kepala buah belimbing wuluh dan buah nipah pada pemutar dawai. Kepala naga melambangkan kekuatan dan kekuasaan dan juga melambangkan kejayaan kerajaan Siak di masa lalu. Pada mahkota raja siak terdapat hiasan bermotif dua ekor ular naga. Gambus kalimantan hampir sama namun ukuran pada body gambus terdapat perbedaan dan gambus Kalimantan memiliki 6 dawai. Demikian juga di Kepulauan Riau di Kecamatan Durai Kabupaten Karimun, body lebih besar, kayu sebagai resonator dan mempunyai 3 dawai ganda dan 1 dawai tunggal.

 

Gambus selodang Siak yaitu gambus yang dibuat dari sepotong kayu yang utuh dari perwujudan gambus itu sendiri, maksudnya tidak melakukan sambungan dengan kayu lain, gambus itu utuh dari unsur ekor perut lengan dan kepala. Adapun cara membuat gambus secara tradisional terbuat dari kayu nangka. Berdasarkan struktur kayu nangka mempunyai serat yang halus, liat dan mepunyai struktur yang padat serta warna yang cantik. Setelah kayu diukur dengan panjang 110 cm maka ditentukan bagian-bagianya antara lain 10 cm untuk bagian ekor, 40 cm untuk bagian perut, 30 cm untuk bagian leher/lengan/tangan gambus, 30 cm untuk bagian kepala gambus. Adapun cara membuatnya alat-alat yang digunakan yaitu kapak, gergaji kayu, pahat, martil/palu, penggaris/rol. Bahan lainya yaitu kulit kambing dan senar gitar. Setelah unsur-unsur yang terdapat pada gambus diukur lalu langkah awal ialah pembodian, yaitu melakukan penarahan bagian ekor. Setelah ekor terbentuk dilanjutkan bagian perut membentuk separuh bulatan dengan model meniru model kaki betis anak gadis, kemudian bagian lengan/tangan lalu bagian kepala, pada bagian kepala ini di situlah letak motif yang ingin dipakai, untuk gambus selodang Siak meniru dari usur alam seperti flora dan fauna, ada meniru contoh dari ular naga/ular menganga, ada yang mencontoh dari kepala bururng, yang sering dibuat sebagai ciri khas gambus selodang Siak meniru bentuk ular naga. 

 

Setelah pembodian selesai dilanjutkan menebuk bagian perut gambus menggunakan alat kapak, pahat, dan martil. Tebukan itu akan menyisakan tebal dinding perut, sebaiknya tersisa 1 cm. Adapun fungsi perut gambus adalah untuk menyimpan udara yang mana udara yang tesimpan dalam perut tersebut terbungkus/dilem dengan kulit kambing. Dengan adanya getaran ketika dipeting, suara yang dihasilkan memberi suara yang khusus/spesial bunyi suara gambus, bagian kepala merupakan ciri khas dari gambus itu sendiri yang menandai gambus tersebut berdasarkan dari bentuk dapat ditentukan dari daerah mana gambus itu dibuat. Untuk gambus kabupaten Siak kepala gambus itu diberi nama dengan kepala naga/ular menganga, yang merupakan simbol kerajaan Siak adalah kepala ular naga. Di bagian kepala terdapat 7 lobang yang berfungsi sebagai alat pemutar senar yang disebut dengan telinga gambus, adapun 7 telinga gambus itu  2  telinga gambus untuk dipasang dengan tali senar nomor 1, 2 telinga gambus untuk  ukuran tali senar nomor 2, 2 telinga gambus menggunakan tali senar nomor 3 dan 1 telinga gambus untuk tali senar nomor 4. Tahapan proses pembuatan ekor perut lengan dan kepala memakan waktu 3 hari. Setelah semua terbentuk, tahapan yang berikut ialah memasang kulit kambing. Sebaiknya kulit kambing yang dipasang ialah kulit kambing betina, karna kulit kambing betina sedikit lebih tipis dari kulit kambing jantan, untuk suara yang lebih  bagus, alat yang digunakan untuk memasang kulit kambing ialah paku payung, lem kayu, dan tang, supaya kulit kambing lebih tegang.Memasang telinga gambus hendaklah dibentuk berupa ukiran buah belimbing/buah nipah yaitu tumbuhan yang banyak di sekitaran pantai daerah Kabupaten Siak. Tahapan terakhir adalah finishing yaitu melakukan penghalusan menggunakan kertas pasir dan memberikan warna menggunakan vernis yang dioles di seluruh badan gambus kecuali kulit kambing

 

Pada Tahun 2020 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 153 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Gambus Selodang Siak menjadi salah satu dari Warisan BudayaTak Benda dengan Nomor Registrasi 202001107.

 (sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=1845)

Syair adalah ungkapan yang berisikan kandungan sejarah, agama, sains, dan kesusastraan. Keseluruhan pikiran isi syair tersebut dinaungi oleh kehidupan dan keagamaan masyarakat yang hidup pada masa itu. Isi syair mencakup rentangan waktu yang luas tentang kehidupan spiritual nenek moyang serta memberikan gambaran tentang alam pikiran dan lingkungan hidupnya pada masa itu. Syair juga mengandung kata-kata nasehat, romantika, dan kegundahan yang dilantunkan oleh para dayang-dayang istana untuk menghibur Sultan.

Syair Siak Sri Indrapura tertulis dalam naskah kuno menggunakan aksara Arab .Syair ini juga menjadi salah satu acuan dalam menulis sejarah,asal-usul serta peristiwa yg terjadi pada kerajaan.selain itu juga berisi tentang hikmah berupa nilai-nilai luhur warisan nenek moyang khususnya di daerah kerajaan siak yang hingga kini masih relevan dan sering di lakukan oleh masyarakat yg berada di daerah kabupaten Siak Sri Indrapura.

Di Siak sendiri, tradisi bersyair sudah menjadi hal yang cukup merakyat. Orang tua banyak menggunakan syair sebagai cara menidurkan anak. Syair berisi nasihat, petuah, nilai-nilai agama banyak digunakan para orang tua. Namun, seiring perkembangan kehidupan modern yang kian pesat, tradisi ini mulai langka. Bersyair telah digantikan dengan tradisi modern lain sehingga kalangan muda mulai meninggalkan hingga tak mengenal lagi budaya syair. Melalui anugerah Warisan Budaya Tak Benda yang diberikan kepada Syair Siak Sri Indrapura, diharapkan upaya konservasi dan pelestarian tradisi ini bisa dilakukan.
 

Salah satu Contoh dari Syair Siak adaterdapat dalam buku Dar Al-Salam Al Qiyam ditulis oleh Ahmad Darmawi, dan berikut merupakan contoh Syair Siak tersebut:

001. Dengan Bismillah sebermula kata
Membasahi lidah semogalah pokta
Limpah Rahmat-Nya ke alam semesta
Taufiq dan Hidayah-Nya nan hamba pinta

002. Dengan Bismillah syair dimanqul
Hikayat dan kisah riwayat berqaul
Merangkai peristiwa sejarah dibuhul
Berdasar kenyataan fakta disimpul

003. Hikmah Bismillah sejarah dibayan
Berkat kalimah Malik al-Dayan
Rahman dan Rahim-Nya sepanjang zaman
Cantik Indah-Nya sungguhlah hasnan

004. Kepada Nabi Sayyid al-Salam
Beserta keluarga shahabat ikram
Thabi’ Thabi’in ‘Ulama muhtaram
Bersama Auliya mujahid Islam

005. Shalawat dan Salam terucap serta
Nabi dan keluarga sahabat merata
Do’a arwah disampaikan nyata
Kepada nan hilang mendahului kita

006. Berkat ucapan shalawat salam
Syair ditekat qiyas bersulam
Bertenun sejarah syair di qalam
Siak Indrapura Dar al-Salam al-Qiyam

007. Dihimpunlah huruf membentuk kata
Merangkai peristiwa beralaskan fakta
Mengulas sejarah berdasarkan data
Semoga jelas sebarang berita

008. Berawal Alif hinggalah ke Ya
Tersusun syair mutiara cahaya
Madah digubah maknanya kaya
Siak Indrapura negeri auliya

009. Rangkai peristiwa sedia digubah
Siak bermadah syair diwarkah
Siak Indrapura negeri kamilah
Semoga kaya sebarang khazanah

010. Siak Indrapura Dar al-Salam al-Qiyam
Demikianlah tajuk syair disulam
Bertenun sejarah songket muhtaram
Berdedai budaya badarul alam

011. Siak Sri Indrapura syair dikata
Bukannya dongeng tetapi cerita
Kisahnya shahih riwayatnya nyata
Beralaskan sejarah berdasarkan fakta

012. Syahdan dibuka lembaran riwayatnya
Tersebut prihal negeri Siak namanya
Sri Indra pura sebutan lengkapnya
Dar al-Salam al-Qiyam kamilatnya

013. Sejarah Siak riwayatnya nyata
Berbagai kitab menukil serta
Perihal negeri tahta permata
Melalui syair hamba berwarta

014. Sejarah Siak sejak dahulu kala
Dari kerajaan tumbuh bermula
Hingga kemerdekaan demikian pula
Kembali diungkap sedia kala

015. Ayuhai ikhwan hamba serukan
Kepada nin tuan hamba harapkan
Terkhilaf bicara mohon maafkan
Tersalah sejarah mohon betulkan

016. Yang segenggam patut digunungkan
Yang setitik baiknya dilautkan
Yang pendek elok dipanjangkan
Yang panjang potong singkatkan

017. Yang sebungkah bila digunungkan
Yang setetes jika dilautkan
Yang baik kan menjadi pedoman
Yang buruk kan menjadi sempadan

018. Sejarah tersurat dalam maknanya
Baik dan buruk jelas bedanya
Terpulang maklum pembaca sekaliannya
Mengambil tauladan serta i’tibarnya

019. Tersebutlah negeri di bawah angin
Sebelah Timur Tanjung Comorin
Hindia depan arahnya alamin
Tujuan migrasi Melayu bermustautin

020. Penduduk Nusantara generasi pertama
Proto Melayu bangsanya bernama
Bermigrasi ke Nusantara waktunya lama
Ras Wedda demikianlah nama

021. Gelombang pertama terjadi migrasi
Sekitar dua ribu lima ratus Sebelum Masehi
Hingga seribu lima ratus Sebelum Masehi
Ke wilayah Nusantara tujuan migrasi

022. Bilakah masa awal mulanya
Tiada pasti bilakah masanya
Di negeri mana daerah tujuaannya
Tiada tentu tempat pastinya

023. Menurut dugaan migrasi manusia
Penghuni pertama di Tenggara Asia
Berasal dari belakang benua Hindia
Di sekitar kaki pegunungan Himalaya

024. HR van Heekeren berpendapat syahda
Proto Melayu adalah ras wedda
Dengan Austroloide migrasi ada
Negrito dan Melanisia sama berada

025. Mereka datang diawalnya waktu
Setelah zaman es berakhir tentu
Di zaman mesoliticum mengikut waktu
Pendukung awal budaya zaman Batu

026. Penghuni pertama Nusantara kita
Sisa keturunan masih ditemui fakta
Akit dan Laut Sakai diperkata
Talang Mamak dan Bonai pun serta

027. Di Pantai Timur Pulau Sumatra
Lautan Cina di Selatan mara
Terhampar negeri indra pura
Negeri bahari sungai bermuara

028. Sebelum siak bernama siak
Sungai Jantan namanya suak
Belum dihuni sebarang puak
Berhutan belukar dipenuhi semak

029. Sebelum Siak namanya disebutkan
Siak masih bernama Sungai Jantan
Ketika wilayah belumlah bertuan
Datanglah manusia memulai kehidupan

030. Sewaktu nenek masih makan keluang
Sewaktu gagak masih putih tak berbelang
Tersebutlah suatu negeri luas terbentang
Alur sungainya dalam berarus tenang

031. Di sekitar wilayah daerah Siak
Orang Sakai ‘lah lama bertapak
Penduduk asli masih berjejak
Hingga sekarang masihlah tampak

032. Sakai hidup dalam darurat
Hidup selingkung di hutan lebat
Berladang berburu kerja dijabat
Menyara hidup kaum kerabat

033. Ketika migrasi kedua terjadi
Tigaratus tahun Sebelum Masehi
Mereka menjadi penduduk pribumi
Dengan kebudayaan yang agak tinggi

034. Deutro Melayu bangsa bernama
Melayu Muda disebutkan nama
Kebudayaan maju serta perima
Datang mendesak penduduk lama

035. Masa beredar waktupun berganti
Tepian sungai berpenghuni pasti
Di Sungai Jantan negeri bersebati
Berkembang pesat sudahlah pasti

036. Demikian kisah zaman dahulunya
Sungai Jantan panjang sejarahnya
Karena terbatas berita tentangnya
Cukup sekian hamba menceritakannya

 

Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan  Syair Siak Sri Indrapura menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800634.

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 111)   

Ghatib Beghanyut berasal dari kata ghatib yang berarti dzikir, dan beghanyut yang berarti hanyut dengan menggunakan perahu. Ghatib beghanyut adalah suatu kegiatan dzikir di atas perahu dan berhanyut seiring arus sungai. Ghatib beghanyut ini dilakukan sejumlah jamaah masjid, mushalla serta warga muslim di daerah Siak, Mempura (di Kabupaten Siak Sri Indrapura), dan di kecamatan Bukitbatu (di Kabupaten Bengkalis). Tradisi ghatib beghanyut merupakan bentuk ritual tolak bala dengan mendengungkan do'a dan dzikir di atas permukaan air sungai.
 
Ritual ini bertujuan agar seseorang maupun masyarakat yang ada di daerah tertentu terhindar dari sial, penyakit, kejadian-kejadian buruk. Konsep tolak bala dalam kepercayaan lama bertujuan menghindar sial atau kecelakaan lebih diinstitusikan meneruskan beberapa ritual. Apabila terjadi suatu malapetaka, ia lebih merupakan upacara yang dilakukan berjadwal. Dalam suatu ungkapan Melayu dikatakan: tolak bala menolak segala petaka menolak segala celaka menolak segala yang berbisa supaya menjauh dendam kesumat supaya menjauh segala yang jahat supaya menjauh kutuk dan laknat supaya setan tidak mendekat supaya iblis tidak melekat supaya terkabul pinta dan niat supaya selamat dunia akhirat.  
 
Dulu pada zaman kesultanan Siak, ada suatu perkampungan terkena wabah penyakit menular (sampar).  Maka untuk mengatasi masalah ini, seluruh ulama dikumpulkan untuk melaksanakan ritual ghatib (zikir). Dimulai malam hari setelah Shalat Isya dengan berjalan berkeliling kampung diikuti semua lapisan masyarakat membawa obor sebagai penerangan. Setelah menyelesaikan perjalanan berkeliiling kampung, dilanjutkan berzikir di atas Sungai Jantan ketika air surut agar masyarakat dapat pulang dengan selamat serta untuk mengusir bala keluar menuju kearah laut, sehingga terusirlah semua wabah bencana dari kampung itu. Tradisi ini sempat hilang dimakan zaman, setelah beberapa tahun pemerintah berusaha mengangkat kembali tradisi warisan leluhur ini di tahun 2012 yang hingga kini menjadi agenda rutin tahunan dengan tujuan pengenalan dan pelestarian budaya sekaligus penggalakan destinasi wisata religius di Kabupaken Siak.
 
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Ghatib Beghanyut dilakukan malam hari setelah shalat isya pada setiap bulan safar. Bertempat di Sungai Jantan (Siak) dengan kedalaman yang dulunya mencapai 30 meter (namun kini tinggal sekitar 18 meter karena pendangkalan sungai). Kegiatan ini dimulai dari Pelabuhan Lasdap hingga ke Feri Penyebrangan Belantik, Desa Langkai, Siak. Menggunakan feri, serta 30 perahu mesin, dengan kapasitas untuk 1 perahu mesin di isi 10 orang. Tahap persiapan, petang sebelum ghatib beghanyut dilaksanakan, seluruh peserta dan masyarakat dengan mengenakan pakaian serba putih melaksanakan ziarah ke makam sultan yang terletak di Kecamatan Siak, tepatnya di samping Masjid Syahbuddin. Mereka juga berdoa dan berzikir bersama di sana dipimpin oleh ulama ataupun penghulu. Pada adat istiadat di Siak Sri Indrapura, kepala suku yang bergelar penghulu masih dihormati sebagai tata cara untuk menjaga adat setempat. Biasanya, seorang penghulu dibantu sangko penghulu, malim penghulu dan lelo penghulu. Ada juga batin, dengan kedudukan yang sama dengan penghulu tapi memiliki hak atas hasil hutan yang tidak dimiliki penghulu. Batin dibantu 116tongkat, monti dan antan-antan. Pada perhelatan Ghatib Beghanyut, perangkat adat hingga orang kaya dilibatkan untuk mengikuti proses menolak bala. Warga menggunakan pakaian khas membuktikan rasa antusias untuk ikut menjaga kelestarian budaya Melayu di Siak. Ziarah makam ini merupakan rangkaian dari kegiatan ghatib beghanyut. Sementara itu puluhan sampan dan kapal sudah berjejer rapi di tepian sungai Siak.
 
Dalam perencanaan dan persiapannya, kegiatan ini sengaja dilaksanakan ketika air sungai sedang surut, tujuannya agar semua masyarakat dapat pulang dengan selamat. Tahap pelaksanaan, setiap orang yang mengikuti ritual Ghatib Beghanyutyang dikhususkan untuk kaum laki-laki ini mengambil posisinya masing-masing dengan dipimpin oleh seorang ulama dengan lantunan-lantunan dzikir; Allahuakbar. Allahuakbar. Allahuakbar. Seorang ulama bertakbir diikuti oleh seluruh masyarakat. Baik yang naik sampan atau hanya menyaksikan dari tepian. Senja semakin kelam, tapi tepian semakin menawan. Apalagi ketika bergema di atas Sungai Jantan. Sambil berzikir di atas sampan yang terus berjalan mengelilingi sungai, seluruh warga berzikir. Dalam hati berharap agar segala persoalan terbuang ke arah laut. Sudah pasti, selain berharap pahala dari Allah SWT, juga berharap perlindungan dari segala bencana.
 
Prosesi Ghatib Beghanyut dulunya disertai dengan tabur bunga dan persembahan sesajen ke sungai, namun dengan seiring masuknya ajaran islam ke daerah siak, hal itu kini ditinggalkan karena dinilai mengacu pada sesuatu yang syirik. Dalam ungkapan melayu dikatakan: Sampai ke arus yang berdengung Kalau tali boleh diseret Kalau rupa boleh dilihat Kalau rasa boleh dimakan Itulah adat sebenar adat Adat turun dari syarak Dilihat dengan hukum syariat Itulah pusaka turun-temurun Warisan yang tak putus oleh cencang Yang menjadi galang lembaga Yang menjadi ico dengan pakaian Yang digenggam di peselimut Adat yang keras tidak tertarik Adat lunak tidak tersudu. Penutupan Setelah selesai berkeliling kampung melalui Sungai Jantan, kegiatan itu pun diakhiri dengan makan bersama lalu ditutup dengan doa. Lagi-lagi khalifah dan kadam yang memimpin masyarakat. Ada pembukaan, ada penutupan. Ada permulaan pasti ada yang diakhiri. Keberadaan Ghatib Beghanyut memang baru digalakkan kembali secara meriah pada tiga tahun terakhir ini sebagai upaya agar tradisi masyarakat asli itu tak hilang dimakan zaman. Meskipun Ghatib Beghanyut kini dilakukanlebih sebagai ajang wisata atau sebuah rutinitas biasa, masih banyak warga percaya pelaksanaannya tetap bisa melindungi negeri dari berbagai bencana dan penyakit.
 

Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Ghatib Beghanyut menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800636.

 

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 114)  

Suku Sakai merupakan salah satu masyarakat adat yang ada di Provinsi Riau, kini wilayah penyebaran mereka terletak di Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak. Salah satu kesenian yang hidup dan berkembang pada masyarakat suku Sakai ini adalah Tari Poang yang diyakini sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka dahulu.

Masyarakat adat atau suku asli asli di Riau yang salah satunya ialah Sakai memiliki tradisi yang berupa pertunjukan yaitu tari Poang. Tradisi Poang ini sudah begitu lekat pada suku sakai yang berada dan bermukim di beberapa tempat yang ada. Tradisi ini sangat unik, meskipun merupakan praktek berperang, namun hanya disimbolkan saja. Dan hal ini telah ada sejak sakai menyadari bahwa hidup dan cara mereka bertahan harus memiliki kemampuan untuk berperang, baik lahiriah maupun batiniah.


Keberadaan Tari tradisi Poang yang menjadi bagian dari masyarakat suku Sakai di desa Kesumbo Ampai Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka. Tari Poang ini dipertunjukkan pada saat acara penyambutan kepala suku adat ketika datang meninjau desa Kesumbo Ampai. Pelaku dari Tari Poang seperti yang terdapat di Desa Kesumbo Ampai, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis Riau misalnya dimainkan oleh pelaku-pelaku yang memiliki usia dia atas lima puluhan tahun. Salah seorang pelaku tersebut adalah Ridwan yang diakuinya didasarkan secara turun temurun.


Kemudian pada masyarakat suku Sakai yang juga terdapat di desa mandiangin Kabupaten Siak, Tari Poang berfungsi untuk bela diri dan dilakukan untuk menghadapi/melawan musuh berupa manusia, hewan, dan makhluk gaib yang tidak tampak. Pelaksanaannya dapat seiring dengan dikei atau badewo saat mengobati orang sakit.

Tarian ini adalah simbolik dari orang Sakai menyelamatkan diri dari marabahaya: antara manusia dengan manusia, manusia dengan hewan. Tari poang bisa menggunakan senjata maupun tanpa senjata, adapun senjata (properti) yang digunakan adalah:

1.    Kujo
2.    Keris
3.    Panah
4.    Pedang
5.    Sumpit
6.    Tameng/perisai
7.    Tombak

Poang ini ditarikan oleh 6 orang laki-laki atau lebih di tanah lapang atau halaman. Adapun pakaian, gerak, musik, dan panggungnya adalah sebagai berikut:

a.      Rias busana

Tari Poang merupakan salah satu seni tradisional masyarakat adat suku Sakai yang tidak memiliki kebakuan dalam rias. Sementara busana dari penampilan Tari Poang ini menggunakan baju Teluk Belange warna hitam, putih dan merah serta menggunakan ikat kepala yang terbuat dari kain sesuai dengan warna kostum yang digunakan.

b.     Tata gerak

Tata gerak dalam Tari Poang terdiri dari enam ragam, yakni ragam hentak-hentak kaki, berputar di tempat, berputar pindah posisi, memberi salam, menjaga kekompakkan, dan menyerang. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a.      Ragam hentak-hentak kaki

Pada raga mini penari melakukan gerak hentak-hentak kaki maju ke depan berbaris dua berbanjar sambil kedua tangan mereka diturunnaikkan ke atas dan ke bawah serta memegang keris pada tangan sebelah kanan. Pada gerak ini penari sudah berada di panggung.

b.     Berputar di tempat

Pada ragam ini penari melakukan gerak berputar di tempat, dimana penari yang berada di sebelah kanan berputar ke arah kanan belakang.

c.      Berputar pindah

Pada raga mini penari melakukan gerak berputar pindah posisi dimana penari yang berada di sebelah kiri pindah ke kanan dan yang kanan pindah ke kiri.

d.     Memberi salam

Pada raga mini penari melakukan gerak memberi salam sambil bertepuk tangan dan memegang keris yang mereka bawa.

e.      Menjaga kekompakkan

Pada ragam ini penari melakukan gerakkan menjaga kekompakkan antara penari satu dengan penari yang lainnya dalam mempersiapkan menyerang. Dalam gerakkan ini penari juga menggerakkan keris yang mereka bawa ke samping kiri dan ke kanan.

f.      Menyerang

Pada ragam ini penari melakukan gerak menyerang dengan melakukan gerakkan hentak-hentak kaki ke depan yang lebih cepat. 

c.      Iringan musik

Iringan musik Tari Poang menggunakan alat musik Gondang Bebano, yakni alat musik perkusi yang terbuat dari kayu dan kulit sapi. Alat musik Gondang Bebano dimainkan dengan cara dipukul menggunakan kedua tangan. Alat musik lainnya yang digunakan adalah Celempong Kayu Tembaga. ALat musik ini memiliki suara nada yang berbeda yang tersusun menjadi enam bagian. Jika Gendang Bebano sebagai pengiring tempo, Celempong Kayu Tembaga digunakan untuk ragam tingkah nada. 

d.     Panggung

Panggung yang digunakan dalam pertunjukan Tari Poang bukanlah kebakuan panggung pertunjukan. Dikarenakan keberadaan Tari Poang untuk menyambut kedatangan tamu, tari ini dilakukan di laman terbuka dengan penonton dapat melihat dari sudut pandang mana saja.

 

Pada Tahun 2020 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 153 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Tari Poang menjadi salah satu dari Warisan BudayaTak Benda dengan Nomor Registrasi 202001115.

 Seperti Apa Tari Poang dari Suku Sakai ini ? Jawabannya ada pada video berikut

 

 

Sumber :  (https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=2025)

Menurut Babul Al-Qawa'id yang merupakan kitab hukum kesultanan Siak, wilayah administrasi kesultanan Siak Sri Inderapura dibagi ke dalam 10 propinsi, setiap propinsi dipimpin oleh hakim polisi yang memiliki gelar masing-masing. Untuk urusan keagamaan, tiap propinsi tersebut ditunjuk seorang Imam jajahan sebagai hakim syari'ah. Adapun pembagiannya adalah Propinsi Siak, Propinsi Tebing Tinggi, Provinsi Merbau, Propinsi Bukit Batu, Propinsi Bangko, Propinsi Tanah Putih, Provinsi Kubu,  Provinsi Pekanbaru, Provinsi Tapung Kanan dan Provinsi Tapung Kiri.

Provinsi Pekanbaru dulunya dipimpin oleh Hakim Polisi yang Bergelar Datuk Syahbandar, dan Abd. Djalil bergelar Datuk Syahbandar memimpin Provinsi Pekanbaru selain menjadi Kepala Daerah Datuk Syahbandar juga menjabat Hakim yang mengadili Perkara Pidana dan Perdata dengan Ketentuan ketentuan yang telah diatur dalam Undang Undang , misalnya untuk Perkara Perdata akan dihukum setingi tingginya 150 ringgit dan Perkara Pidana selama-lamanya enam bulan.


Datuk Syahbadar Abd. Jalil tercatat lahir pada tahun 1868 dan wafat pada tahun 1942, selama pengabdiannya di Kerjaan Siak Sri Inderapura Datuk Syahbandar juga pernah menjabat di Onder District Tapung Kanan.
Tahun 1919, kedudukan Datuk Syahbandar Abdul Jalil dihapuskan dan diganti dengan kedudukan Kepala District Senapelan yang dikepalai oleh Datuk Pesisir Muhammad Zain, berdasarkan Keputusan Kerajaan Siak Sri Indrapura (Besluit van Het Inlandsch Zelfbestuur van Siak) Nomor 1 tanggal 25 Oktober 1919 sedangkan Datuk Syahbandar Abdul Jalil menjabat sebagai Kepala Onderdistrict Tapung Kanan yang berada dalam wilayah District Senapelan Kerajaan Siak Sri Indrapura.

Makam Datuk Syahbandar terletak di Komplek Pemakaman Pendiri Kota Pekanbaru yang terletak di Sekitar Mesjid Raya Pekanbaru.


 



Sumber :
Buku Sejarah Kebangkitan Nasional
Daerah Riau Oleh Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

 
Sultan Syarif Kasim II merupakan Sultan Siak yang kedua belas atau yang terakhir, memerintah Kerajaan Siak dari tahun 1915-1945. Makam Sultan ini terletak di sisi barat dari Komplek Masjid Sultan (Masjid Syahbuddin). Komplek pemakaman ini terdiri dari makam Sultan Syarif Qasyim beserta permaisuri Tengku Agung Sultanah Latifah dan Tengku Maharatu beserta panglima, makam Sultan ini selalu ramai dikunjungi dan juga didoakan oleh peziarah khususnya wisatawan yang berkunjung ke Siak.

Pada masa pemerintahan presiden BJ Habibie, Sultan Syarif Kasim II diberi tanda kehormatan Bintang Maha Putra Adi Pradana pada tanggal 6 November 1998 dan mendapat gelar Pahlawan Nasional. 



Setelah diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia, Sultan Syarif Kasim II  mengibarkan bendera Merah Putih di depan Istana Siak,lalu ia pergi ke Jakarta untuk menemui Presiden Soekarno dan menyatakan ikrarnya kepada NKRI lalu Sultan menyerahkan mahkota kerajaannya, istana, dan hampir seluruh kekayaan Kesultanan Siak Sri Inderapura kepada pemerintah RI dan menyerahkan   uang sebesar 13juta Gulden dan tentunya sebuah jumlah yang fantastis untuk saat itu. Sejak itu beliau Sultan Syarif Kasim II bermukim di Jakarta sebagai Penasehat Pribadi Presiden Soekarno dan  pada tahun 1960 beliau kembali ke Siak dan hingga beliau mangkat pada tahun 1968 diPekanbaru.


Jenazah beliau kemudian dimakamkan di sekitar  Masjid  Masjid Syahabuddin yang terletak di Jalan Ismail di Desa Kepenghuluan Kampung Dalam, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak. Tidaklah sulit untuk mencari makam Sultan dan makam ini cukup megah dengan bangunan yang cukup luas berukuran sekitar 60m2. Pintu masuk berada di sebelah utara. Dinding dinding luarnya membentuk jendela-jendela dengan bagian atas membentuk lengkung bulat. Bagian atap terdapat satu kubah seperti bentuk kubah masjid. Jirat makam Sultan ini berbentuk empat undak dari tegel dan marmer. Nisannya dari bahan kayu berukir motif suluran. Bentuknya bulat silinder bersudut 8 dengan dimaeter 26 cm dan tinggi 95 cm. Bagian puncak atas nisan berbentuk kelopak bunga teratai.

Semasa hidupnya Sultan dikenal sangat anti Belanda  dan bersikap tegas dan menyatakan bahwa Kerajaan Siak adalah kerajaan yang berkedudukan sejajar dengan Belanda. Hal ini tidak seperti isi kontrak perjanjian antara Kesultanan Siak dengan Belanda yang menyatakan bahwa Siak adalah milik Kerajaan Belanda yang dipinjamkan kepada sultan.

Sultan pemimpin yang arif dan bijak serta mempehatikan rakyatnya, demi mencerdaskan rakyatnya, Sultan Syarif Kasim II menyelenggarakan program pendidikan dengan mendirikan Hollandsch Inlandsche School (HIS)  yang diperuntukkan bagi semua lapisan penduduk, untuk mempermudah transportasi bagi para siswa, dia membuat perahu penyeberangan gratis. Bahkan, bagi para siswa yang berbakat diberikan beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke luar daerah seperti Medan, Padang, dan Batavia. Dia juga mendirikan sekolah agama khusus laki-laki dengan nama Taufiqiah Al-Hasyimah. Tak tanggung-tanggung, tenaga pengajar didatangkan dari Padang dan Mesir.Dan Permaisuri Istri Sultan juga turut mendirikan sekolah khusus untuk perempuan pertama di Riau   yang bernama Latifah School yag didirikan pada tahun 1926.



Cara Menuju ke Makam Sultan Syarif Kasim II
 
Cara menuju ke Makam Sultan Syarif Kasim II terbilang mudah. Terutama jika Anda memulai perjalanan dari Kota Pekanbaru. Bila menggunakan kendaraan pribadi, Anda bisa menempuh jalur darat dari dua arah, pertama melalui simpang Maredan dari Jalan Lintas Timur menuju ke Pelalawan, jalur ini menyajikan jalanan yang bagus, luas namun sedikit lebih jauh. Jalur kedua bisa melalui kawasan Minas.

Untuk kendaraan yang digunakan bisa menggunakan kendaraan pribadi atau umum, baik roda dua maupun roda empat bisa digunakan karena lama perjalanan sekitar 2 jam saja dalam waktu normal.  


Berikut Video Singkat Makam Sultan Syarif Kasim II