Sumber :
Sumber :
Bangunan yang ada sekarang sudah ditambah dengan bangunan baru yang berfungsi sebagai dapur yang berada dibagian belakang dan menyatu dengan bangunan induk yang berada di bagian depan.
Luas bangunan asli adalah 153 m2. Jika ditambah dengan bangunan baru, maka luasnya menjadi 270 m2. Bangunan ini merupakan tipe rumah panggung yang di bagian bawah (kaki) terdiri dari struktur semen dan bata merah, sedangkan struktur di atasnya (tubuh) merupakan bangunan kayu. Bangunan ini mempunyai beranda depan yang diapit (kanan dan kiri) oleh dua buah tangga/jenjang yang merupakan jalan masuk utama. Jenjang tersebut masing-masing terbuat dari struktur semen dan bata merah.
Bangunan ini terbagi ke dalam beberapa ruangan yang berada di lajur kanan dan kiri. Antara kedua lajur ini dibatasi oleh sebuah lorong yang berada di tengah-tengah sebagai pemisah sekaligus sebagai jalan utama keluar-masuk rumah. Pemilik rumah ini, almarhum H. Nawawi, merupakan pengusaha sukses di Jakarta. Sekarang rumah ini ditempati oleh salah seorang kerabat H. Nawawi.
Makam ini terletak satu kompleks dengan pemakaman umum. Jirat makam ini berundak-undak dari keramik warna hijau. Nisan makam ini dua buah yaitu bagian kepala dan kaki yang terbuat dari batu andesit berbentuk gada. Di sebelah timur laut makam Tengku Bagus Syaid Thoha terdapat makam istri abang Syarif Kasim. Makam ini dilengkapi dengan dengan cungkup dan pagarkeliling. Makam Tengku Bagus Syed Thoha berukuran 2,30 x 1,5m dan tinggi 0,5m.
Sumber :
Tugu ini terletak di Desa Alah Air, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Kepulauan Merantl, Provinsi Riau. Dilokasl tunggu lni merupakan tempat jatuhnya bom yang dijatuhkan oleh Belanda pada masa Akgresi Belanda ke II, atau semasa Pemerintahan Darurat Republlk Indonesia (PDRI) tahun 1949. Pembuatan tugu ini merupakan inisiatif dari tokoh rnasvarakat di Selat Panjang. Karena dengan adanya pembuatan tugu ini diharapkan adanya pentransferan nilai perjuangan dari generasi terdahulu kepada generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
Tugu ini terletak di komplek sekolah SD 23 kecamatan Tebing Tinggi. Tugu ini dijadikan sebagai simbol kepahlawan oleh masyarakat di Kabupaten Kepulaun Meranti dalam mempertahankan kemerdekaan. Dulunya disekitar tugu ini
merupakan merupakan Sekolah Rakyat (SR) yang dibangun pada tahun 1947 dan dimotori oleh Bapak Sarmin (almarhum). Bangunan Sekolah ini telah direnovasi total dan bentuk , bentuk bangunan lama dari SD ini bisa dilihat dari foto-foto yang terdokumentasi pada saat sekolah ini berdiri yailu sekitar tahun 1947.
Tugu ini telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Tidak Bergerak Kabupaten Kepulauan Meranti oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat dengan Nomor Inventaris Cagar Budaya : 13/BCB-TB/B/12/2013.
Sumber :
Cagar Budaya Tidak
Bergerak Kabupaten Kepulauan Meranti oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat.
Bangunan Kolonial Kantor Pos ini berada di jalan merdeka yang memiliki luas banguan ±15 m x 40 m dan luas lahan ± 20 m x 50 m dan bersebelahan dengan rumah dinas kantor pos yang berada tepat di belakang kantor pos. Ciri khas bangunan Belanda masih terasa pada bangunan ini terbukti dengan ciri khas bangunan belanda yang memiliki pintu pintu dan jendela yang besar pada bangunan ini. Bangunan Kolonial Kantor Pos berwarna putih dan orange serta memakai atap yang terbuat dari genteng.
Kantor Pos Selat Panjang ini telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Tidak Bergerak Kabupaten Kepulauan Meranti oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat dengan Nomor Inventaris Cagar Budaya : 08/BCB-TB/B/12/2010.
Sumber :
Cagar Budaya Tidak
Bergerak Kabupaten Kepulauan Meranti oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat.
Benda cagar budaya adalah benda alami atau buatan manusia, baik bergerak atau tidak, yang punya hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Benda cagar budaya tidak hanya penting bagi disiplin ilmu arkeologi, tetapi terdapat berbagai disiplin yang dapat melakukan analisis terhadapnya. Antropologi misalnya dapat melihat kaitan antara benda cagar budaya dengan kebudayaan sekarang.
Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding, tidak berdinding dan atau beratap.
Struktur Cagar Budaya adalah suatu susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.
Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.
Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
- Istana Kerajaan Pelalawan
- Kompleks Makam Kerajaan Pelalawan I (Makam Jauh)
- Kompleks Makam Kerajaan Pelalawan II
- Kompleks Makam Kerajaan Pelalawan III
- Masjid Hibbah
- Kompleks Meriam Kerajaan Pelalawan
- Makam Sultan Machmud Syah I
Benda cagar budaya adalah benda alami atau buatan manusia, baik bergerak atau tidak, yang punya hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Benda cagar budaya tidak hanya penting bagi disiplin ilmu arkeologi, tetapi terdapat berbagai disiplin yang dapat melakukan analisis terhadapnya. Antropologi misalnya dapat melihat kaitan antara benda cagar budaya dengan kebudayaan sekarang.
Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding, tidak berdinding dan atau beratap.
Struktur Cagar Budaya adalah suatu susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.
Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.
Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
- Vihara Sejahtera Sakti
- Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kab. Kep. Meranti (eks Kantor
Controleur) - Kantor Dinas Pendapatan Daerah Prov. Riau (eks Kantor Offseter)
- Makam J.M. Tengkoe Soelong Tjantik Saijet Alwi (Panglima Besar Selat
Panjang) - Makam Belanda (Henriette Souisa)
- Kompleks Makam Suku 50
- Kantor Pos Selat Panjang
- Situs Pengeboman Belanda
Cagar budaya adalah daerah yang kelestarian hidup masyarakat dan peri kehidupannya dilindungi oleh undang-undang dari bahaya kepunahan. Menurut UU no. 11 tahun 2010, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Benda cagar budaya adalah benda alami atau buatan manusia, baik bergerak atau tidak, yang punya hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Benda cagar budaya tidak hanya penting bagi disiplin ilmu arkeologi, tetapi terdapat berbagai disiplin yang dapat melakukan analisis terhadapnya. Antropologi misalnya dapat melihat kaitan antara benda cagar budaya dengan kebudayaan sekarang.
Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding, tidak berdinding dan atau beratap.
Struktur Cagar Budaya adalah suatu susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.
Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.
Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
- Makam Panglima Minal
- Makam Sang Nawaluh Damanik
- Makam T. Bagus Syaid Thoha
- Rumah Kapiten
- Lembaga Permasyarakatan Bengkalis
- Rumah Tradisional Melayu
- Wisma Megat Kudu
- Rumah Dinas Kapolsek
- Kompleks Koramil
- Rumah Dt. Laksamana Raja Di Laut
- Gedung Daerah Dt. Laksamana Raja Di Laut
- Kantor Dinas Kehutanan
Benda cagar budaya adalah benda alami atau buatan manusia, baik bergerak atau tidak, yang punya hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Benda cagar budaya tidak hanya penting bagi disiplin ilmu arkeologi, tetapi terdapat berbagai disiplin yang dapat melakukan analisis terhadapnya. Antropologi misalnya dapat melihat kaitan antara benda cagar budaya dengan kebudayaan sekarang.
Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding, tidak berdinding dan atau beratap.
Struktur Cagar Budaya adalah suatu susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.
Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.
Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
Menurut keterangan keluarga pemilik rumah ini, bangunan ini dibangun pada tahun 1818. Pada tahun tersebut Bengkalis masih merupakan wilayah Kerajaan Siak Sri Indrapura pada masa pemerintahan Sultan Tengku Syed Ibrahim. Menurut keterangan Kasi Kebudayaan Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Kab. Bengkalis, Rumah kapiten ini adalah milik dari Orang Cina pertama yang mendiami Bengkalis dan ikut berperan dalam pengembangan kota Bengkalis. Kapiten terakhir orang Cina di Bengkalis adalah Oei Tek Gie.
Arsitektur bangunan rumah berbentuk rumah panggung, yang dipengaruhi oleh gaya kolonial dengan ciri tembok yang tebal, dinding tinggi, pintu dan jendela berukuran tinggi dan berkisi-kisi. Bangunan tersebut temboknya dicat dengan cat kuning gading. Pintu depannya sudah diganti dengan pintu yang terbuat dari besi yang bercat biru. Atap bangunan berupa genteng tanah berbentuk kecil-kecil yang disusun timbal balik. Ragam hias yang terdapat pada bangunan tersebut bercorak khas melayu yaitu berbentuk untaian daun melingkar di bagian atas dinding luar serta di bawah atap. Pilasternya terdapat hiasan sulur-suluran. Tangga naik di depan rumah dilapisi tegel warna hijau bermotif daun dengan susunan simetris.
Sumber :
Bengkalis.
Makam Panglima minal terletak di kompleks pemakaman keluarga yang di sekitarnya terdapat ladang yang ditumbuhi oleh pohon durian. Lokasinya bejarak kurang lebih 150 meter dari jalan raya Panglima Minal dan berjarak 3 km dari pasar Bengkalis. Makam Panglima Minal dan istrinya terletak dalam satu jirat.
Nisan pada makam tersebut berjumlah empat buah (dua Pasang) ,Nisan pada makam ini terdiri dari dua bentuk. Nisan pertama berbentuk bulat untuk pria dan nisan yang kedua berbentuk pipih untuk wanita Ukurran tinggi nisan adalah 0,65 m. Jirat makam terbuat dari bahan porselin berwarna biru muda. Menurut masyarakat setempat makam Panglima minal selalu dikunjungi para pesiarah dari berbagai daerah untuk meminta berkah pada hari-hari tertentu.
Sumber :
Makam Sang Nawaluh Damanik terletak persis di tepi jalan Senggoro Bantan yang berjarak kira-kira 2 km dari pasar Bengkalis. Jirat makam terbuat dari beton yang dilapisi dengan poselin berwarna putih. Tinggi jirat 0,70 m dan lebar 0,90 m , sedangkan nisan berukuran tinggi 0,65 m . Makam ini telah diberi cungkup pelindung dengan ukuran 3 x 2 meter.
Sumber :
Berdasarkan keterangan Bapak Raja Satria rumah pesanggrahan Belanda ini dibangun setelah Rumah Dinas Amir Enok, yakni tahun 1938. Dahulunya rumah ini digunakan sebagai rumah hunian bagi tamu-tamu (pejabat kolonial) yang datang ke Enok. Secara keseluruhan bangunan rumah masih dipertahankan keasliannya kecuali beberapa bagian pintu dan jendela.
Deskripsi Arkeologis
Rumah ini berada di sisi barat eks. Rumah Dinas Amir Enok sekitar 10 m. Bangunan ini berdenah persegi panjang dengan komponen utama bahan bangunan adalah kayu. Atap bangunan berbentuk limas terbuat dari seng. Bangunan berbentuk rumah panggung dengan umpak/sandi terbuat dari coran kerikil. Pintu masuk berada di sisi selatan terbuat dari kayu dengan bentuk daun pintu bukaan dua ini terdiri dari 3 ruangan, ruang utama berupa sebuah ruangan lepas, 1 buah kamar tidur, dan 1 buah dapur. Beberapa bagian kayu sudah agak lapuk, terutama di bagian dapur (lantai dan dinding). Sebagian atap juga telah rusak. Dinding bangunan terbuat dari kayu yang dipasang horisontal. Bangunan ini dari awal pembangunan hingga sekarang belum mengalami banyak perubahan.
Fungsi awal dan fungsi sekarang
Fungsi awal sebagai rumah hunian baFgi tamu-tamu (pejabat kolonial) yang datang ke Enok, kini difungsikan sebagai rumah hunian masyarakat.
Letak Astronomis
S 00° 30’ 27.8”E 103° 11’ 31.0”S (103,19225; -0,507944)
Aksesibilitas Cagar Budaya
Untuk mencapai lokasi dari Tembilahan (Ibukota kabupaten) dapat ditempuh dengan kendaraan roda 2 dan speed boat. Dari Tembilahan dilakukan penyeberangan dengan menggunakan speed boat (15 menit), kemudian dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan roda 2 (ojek) yang menempuh jarak 29 km dengan waktu tempuh 1 jam (catatan: jalan yang ditempuh jalan desa yang belum dilakukan pengerasan)
Sumber :
Souisa merupakan nama Ayah dari bayi perempuan Henriette , Henriette merupakan seorang Dokter Berdarah Belanda dan Maluku. Dr. D Souisa ditugaskan sebagai Dokter di Selat Panjang pada tahun 1922 , kemudian bertugas di Medan pada tahun 1932, dan pada tahu 1937 bertugas di Banda Neira dan selanjutnya pada Tahun 1949 bertugas di Surabaya sebagai Direktur Rumah Sakit CBZ .
Sumber :
Bangunan ini dulunya adalah Markas BKR/TKR yang kemudian menjadi markas TNI selatpanjang pada awal kemerdekaan. Di tempat ini semua strategi perang di atur dan perintah komando dikeluarkan saat menghadapi pasukan belanda. Ketika selat panjang dikuasai belanda, tempat ini menjadi kantor Offseter (pekerja umum). Kini tempat ini menjadi kantor UPTD Dispenda Provinsi Riau di selat panjang.
Bangunan ini ini telah ditetapkan Sebagai Cagar Budaya oleh BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU dengan Nomor Inventaris Cagar Budaya 03/BCB-TB/B/12/2010
Sumber :
Rumah Kolonial Dinas Pendapatan Daerah Kab. Meranti ini terletak di jalan merdeka yang memiliki luas bangunan 25 x 37,7 m dan luas lahan sebesar 35 x 64 m yang dikelilingi oleh pagar. Ciri khas bangunan belanda masih terasa pada bangunan ini yang terlihat dengan pintu dan jendela yang besar.
Sumber :
Fungsi awal dan fungsi sekarang
Dari awal berdirinya bangunan, tempat ini digunakan sebagai rumah hunian.
Letak Astronomis
103° 9' 34.800"E 0° 19' 31.900"S (103,159667 ; -0,325528)
Aksesibilitas Cagar Budaya
Aksesibilitas situs sangat mudah karena berada di tengah-tengah pusat kota Tembilahan yaitu di Jalan M. Boya No. 40 dan dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda dua dan empat. Sekeliling bangunan merupakan rumah hunian/rumah dinas pemda/kantor dengan bentang lahan datar.
Sumber :
Kelenteng ini juga dikenal dengan nama Hoo Ann Kiongdan juga Tua Pek Kong Bio ( bahasa Hokkian ), Kelenteng ini
berada di Jalan Jenderal Ahmad Yani,Selatpanjang, Kabupaten
Kepulauan Meranti.
Vihara Sakti Sejahtera, merupakan salah satu bangunan yang sangat monumental di Kota Selat Panjang. Bangunan ini merupakan tempat beribadah bagi umat Budha. Pada umumnya yang beribadah di tempat lni adalah etnis keturunan Cina yang beragama Budha.
Sumber :
Bangunan ini merupakan bangunan peninggalan masa kolonial Belanda yang diperkirakan dibangun sekitar tahun 1900-an. Berdasarkan bentuk bangunan, diperkirakan dari awalnya pembangunannya rumah difungsikan sebagai rumah hunian bagi pejabat-pejabat kolonial Belanda. Sekarang rumah ini digunakan sebagai Rumah Dinas bagi Dinas Kesehatan. Pada awalnya diperkirakan rumah ini berbahan kayu, namun pada periode berikutnya rumah ini dilapisi dengan semen. Ini dapat dilihat pada beberapa bagian dinding bangunan yang sudah mengelupas. Selain itu perubahan-perubahan yang terdapat pada bangunan adalah lantai yang sudah dikeramik. Pada sisi timur bangunan terdapat tempat bak tertutup tempat penampungan atau penyimpanan air yang bangunannya masih asli.
Deskripsi Arkeologis
Rumah Dinas Kesehatan memperlihatkan arsitektur campuran, yaitu perpaduan arsitektur kolonial dan arsitektur tradisional. Arsitektur kolonial terlihat pada penggunaan material bangunan yang terbuat dari bata berspesi sementara arsitektur kolonial terlihat pada bentuk rumah berpanggung. Sebagian bangunan telah mengalami perubahan seperti terlihat pada semua bentuk jendela dan pintu. Selain itu perubahan juga terlihat dari bentuk lantai yang telah berubah menjadi keramik putih. Denah bangunan berbentuk persegi panjang, sementara atap bangunan berbentu limas dan terbuat dari genteng. Bentuk dan ukuran genteng sama dengan bangunan kantor Bazda dan Mess Staf Lapas Tembilahan.
Fungsi awal dan fungsi sekarang
Dari awal berdirinya bangunan, tempat ini digunakan sebagai rumah hunian/mess.
Letak Astronomis
103° 9' 34.800"E 0° 19' 29.500"S (103,159667 ; -0,324861)
Aksesibilitas Cagar Budaya
Aksesibilitas
situs sangat mudah karena berada di tengah-tengah pusat kota Tembilahan
yaitu di Jalan M. Boya dan dapat dicapai dengan menggunakan
kendaraan roda dua dan empat. Sekeliling bangunan merupakan rumah
hunian/rumah dinas pemda/kantor dengan bentang lahan datar.
Sumber :
Rumah Dinas Kalapas dan selanjutnya dijadikan sebagai mess bagi staf Lapas (sipir) Tembilahan.
Deskripsi Arkeologis
Bangunan ini tepat berada di sisi utara Rumah Pejabat Kolonial Tembilahan No. 40 (Rumah Dinas PU). Bangunan ini memperlihatkan perpaduan arsitektur tradisional dan kolonial. Bangunan tradisional terlihat dapat bentuk bangunan berpanggung dan komponen bangunan terbuat dari kayu. Sementara arsitektur kolonial terlihat pada bentuk atap limas yang terbuat dari genteng dan pada bagian atas atap terdapat lubang angin. Mess staf lapas ini berdenah persegi panjang dengan material komponen bangunan sebagian besar terbuat dari kayu. Bangunan ini sebagian besar masih asli, hanya pada bagian jendela dan pintu di bagian depan telah di ganti. Sebagian jendela juga terlihat asli, seperti jendela pada sisi utara di bagian depan, sisi selatan, dan sisi timur semua jendela masih asli. Bangunan ini menghadap ke arah jalan tepatnya ke arah timur dengan pintu masuk berada di arah timur. Pintu masuk ini terbuat dari kayu dengan bukaan satu. Pintu masuk ini merupakan hasil penggantian. Selain pintu, jendela yang berdampingan dengan pintu masuk ini juga merupakan hasil penggantian baru.
Fungsi awal dan fungsi sekarang
Dari awal berdirinya bangunan, tempat ini digunakan sebagai rumah hunian/mess.
Letak Astronomis
103° 9' 35.100"E 0° 19' 32.100"S (103,15975 ; -0,325583)
Aksesibilitas Cagar Budaya
Aksesibilitas
situs sangat mudah karena berada di tengah-tengah pusat kota Tembilahan
yaitu di Jalan M. Boya No. 41 dan dapat dicapai dengan menggunakan
kendaraan roda dua dan empat. Sekeliling bangunan merupakan rumah
hunian/rumah dinas pemda/kantor dengan bentang lahan datar.
Sumber :