Lima Luhak (wilayah atau negeri) menjadi Cikal Bakal Pemekaran Kabupaten
Rokan Hulu (Rohul). Secara historis, 5 luhak, yaitu Luhak Rokan, Luhak
Rambah, Luhak Kepenuhan, Luhak Tambusai, dan Luhak Kunto Darusalam
memiliki peranan penting dalam pembentukan Negeri Seribu Suluk
Luhak Tambusai
Luhak Tambusai konon disebut sebgai luhak tertua dan merupaka cikal bakal terjadinya Luhak lainnya yakni luhak kepenuhan, Rambah dan Kunto Darussalam.
Sastra Lisan atau Syair Rantau Kopa berkembang di Wilayah Rokan Hulu dan Rokan Hilir, awalnya berkembang di rantau Kopar (Rokan Hilir). Dahulunya remaja muda dan mudi di Sepajang Sungai Rokan terutama di rantau Kopar berbalas pantun melalui rayuan kepada pemudi atau remaja putri.
Syair Rantau Kopar atau Syair Rantau Kopa atau Syair Antau Kopa demikian penyebutan yang lazim di Wilayah Rokan.
Ada juga penyebutan lain yang kami dapatkan melalui seorang khalifah Suluk bahwa
Kopa berasal dari kata Kepal dari cerita Tuk Penyarang dengan Putri
Hijau hingga sampai pada sebuah rantau yang bernama Rantau Koopar.
Irama Syair Rantau Kopa tidak diciptakan khusus, tetapi sudah ada sejak
dahulu dan dikenal dikenal secara turun temurun kini penutur Syair Rantau Kopa sangatlah langka.
Berikut Syair Rantau Kopa dalam bentuk video singkat :
Kesenian berdah Inhil bukan hanya sekedar Kesenian musik melayu tetapi telah menjadi simbol yang kuat terhadap nilai-nilai
Islam yang telah menyatu kedalam budaya Melayu. Berdah
dimainkan pada acara pesta pernikahan, Perayaan Hari Besar
Islam, Qasidah, barsanji, Tepung Tawar serta acara lainnya.
Berdah berisikan lantunan pujian dan sanjungan untuk Nabi besar Muhammad SAW , berdah dimaikan dengan rebana dan pemain rebana duduk bersila. Di Indragiri Inhil berdah cukup familiar di Masyarakat Mandah, bahkan berdah dijadikan mata pelajaran ekstra kurikuler bagi siswa dengan tujuan
agar kesenian tradisional islami ini tidak punah.
Berdah Inhil pada event wisata religi gema Muharram
1438 Hijriyah lalu telah dicatat sebagai Rekor MURI dengan Rekor Penabuh
berdah terbanyak yaitu 1001 penabuh, tidak hanya itu Berdah Inhil pernah menjadi salah satu ritual pada saat Tepung tawar Bakal Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno.
Salah cara yang dilakukan Riau agar Berdah ini Tetap lestari adalah dengan mengusulkan Berdah Inhil sebagai Warisan Budaya Tak Benda bersama 60 Warisan Budaya lainnya, namun Berdah gagal menjadi Warisan Budaya Tak Benda, selain di Inhil Berdah juga ada di kepulauan Riau, Sumatra Utara, dan Jambi.
Penasaran dengan Berdah, berikut cuplikan Singkat Video Berdah :
Benteng Tujuh Lapis terletak di Dalu-Dalu Lingkungan Benteng Tujuh Lapis Kelurahan Tambusai Tengah Kecamatan TambusaiKabupatenRokanHulu.Bentenginiberadadalam kawasanpemukimanpenduduk,danberadadipinggirsungaisosah.Bentengini berjarak sekitar 30Km dari Pasir
Pangaraian Ibukota
kabupaten Rokan Hulu dan sekitar 210kmdaripekanbaruIbukota ProvinsiRiau.
Sejarah
pendirian benteng ini tidak terlepas dari Tuanku Tambusai, Tuanku Tambusai lahir pada masa zaman
kekuasaan Duli yang dipertuan Besar Radja ke-14 Kerajaan Tambusai. Nama asli Tuanku
Tambusai adalah Muhammad
Saleh, bapaknya
bersamaMaulanaKali,seorangQadhi,alimulama,danImamdalam Kerajaan
Tambuaai. Masa kecil Tuanku Tambusai dihabiskan di tempat-tempat dengan nilai religius karena sering mengikuti
kegiatan bapaknya
yang seorang
Imam Tambusai. Tuanku Tambusai
memiliki sifat yang menarik perhatian orang yaitu pendiam, cepat mengerti dan memiliki pendirian
yangkokoh. Tuanku Tambusai memperdalam ilmu dan pengetahuan agamanya di Minangkabau , ia berguru Kepada Tuanku Imam
Bonjol dan
Tuanku Rao) dan kemudian ia ke Mekkah. Setelah kembali ke kampung halamannya Tuanku Tambusai muda menggantikan kedudukan Ayahnya sebagaiseorangQadhi.
Meriam Peninggalan Tuanku Tambusai
Bersama Tuanku lmamBonjol dan Tuanku Rao, Tuanku Tambusaimencetuskan pemikiran pembaharuan
di bidang agama Islam (pemberantasan bid'ah serta. hal-hal yang bertentangan
dengan Islam). TuankuImamBonjoldanTuankuRaodidaerahBonjoldanRao,sedangkan Tuanku TambusaididaerahTambusai.
Mereka secara bersama bergabung dalam satu wadah yang dinamakan "Kaum Paderi""yang dipimpin olehPeto Syarif yang kemudian terkenaldengansebutanTuankuImamBonjol.
Sebelum Tuanku imam Bonjol, Tuanku Rao dan Tuanku Tambusai berjuang dengan Gerakan Kaum Paderi, gerakan Paderi telah dirintis mulai Tahun 1803 oleh HajiMiskin,HajiSumanikdan Haji Piobang dan Gerakan ini
ditentang oleh kaumadat danterjadilahperperangan saudara antara keduanya dan kaum Adat dibantu oleh Belanda. Momen ini dimanfaatkan oleh Belanda untukikutcampurdalamtatanan kehidupanmasyarakatminangkabau hingga akhirnya terjadilah Perang antara Kaum Paderi dan Kolonial Belanda.
Salah Satu Lapis Dari Benteng Tujuh Lapis
BentengTujuhLapisDalu-Daluinididirikanpadatahun1835olehTuanku
Tambusaiyangfungsinyasebagaikubuperlahanandalammelawanpenjajah Belanda.PadaawalnyabentenginidinamaiKubuAurDuri,karenaparitdan tanggul pertahanan benteng ini diperkuat
dengan aur berduri.
Benteng inisargat kokoh dan kuat,
benteng terdiri dari
tanggul pertahanan yang berjumlah tujuh lapis dan tiap lapis dilapisi lagi oleh kubu kubu kecil dan ditamai bambu berduri. Bagian belakang benteng langsung berhubungan dengan Sungai Sosah sebagai jalur pelarian untuk menyelamatkan diri,
Benteng Tujuh Lapis berulang kali diserang oleh Belanda namun selalu gagal, Padatanggal27November 1873.KolonelMichielsdiangkatmenjadi Gubernur Militer baru untuk menghadapi Tuanku Tambusai, karenakuatnya pertahanan Benteng Tujuh Lapis , Kolonel Micheils memintabantuan
pasukan dari Batavia. Pasukan bantuan ini terdiri dan empat kompi dari pasukan Batalyon ke-6
dan di bantu pasukan pribumi yang berpihak
kepada Belanda. Selain itu Micheils dibantu Mayor Bethoven yang bergerak dari Lubuk Sikaping dengan 1.500 pasukan dan juga Mayor Weslenberg dengan 2 kompi pribumi.
Gelanggang Silat Tuanku Tambusai
Gelanggang Silat Tuanku Tambusai
Menurut Laporan Micheils kepada atasannya tertanggal 12 Februari 1839 ,bahwa Banyak Korban Jiwa dari Belanda antara lain Mayor Bethoven tewas, dan Kolonel Micheils berhasil merebut Benteng Tujuh Lapis pada tanggal28 Desember 1838 , dan Tuanku Tambusai berhasil melarikan diri dan Hijrah ke Malaysia dan hingga di penghujung hidupnya Tuanku Tambusai wafat dan dimakamkan di Malaysia dan Dulunya sudah ada upaya dari Pemerintah Kabupaten Kampar dan Provinsi Riau untuk memindahkan Makam Tuanku Tambusai dari Malaysia ke Indonesia, namun usaha tersebut gagal, di Malaysia Tuanku Tambusai di anggap Tokoh dan juga Penyebar Agama Islam.
Kokohnya pertahanan Benteng Tujuh Lapis ini dapat dilihat dari lamanya waktu pertempuran dalam merebut Benteng , berdasarkan Catatan Kolonel Michels ia dan pasukan bertempur selama 11 hari hingga akhirnya Benteng berhasil dikuasai. Salahsatufaktorpenyebabadanyarasacintatanahairyangtinggidikalangan
parapengikutTuankuTambusaiadalahkarenafaktorwibawa,jiwakepemimpinan yang baik, tidak mau kompromi, sertakecerdasanyangdimilikioleh Tuanku Tambusai, Tuanku Tambusai dapat menyatakan pengikutnya yang berasal dari
kelompok etnis
yang berbeda seperti Melayu,MandailingdanMinangkabauyangmendiamitigawilayahyangberlainan (Minangkabau,
Melayu dan
Mandailing).
Bekas Lokasi pengintaian yang dijadikan Rumah Penduduk
Karena perjuangan dan kehebatannya, oleh pihak Belanda Tuanku
Tambusai di juluki Padriesche Tiger van Rokan' atau Harimau Paderi dari RokanyangbertempurdiRiau,TapanulidanMinangkabaubagianutara.Dan
berkat jasa-jasa dan kepahlawanannya dalam melawan penjajahBelanda , Pemerintah Republik Indonesia Menetapkan Tuanku Tambusai Sebagai Pahlawan Nasional melalui Ketetapan SK. No. 071/TK/Tahun 1995 arggal 7 Agustus 1995 .
Berdasarkan data yang didapat bahwa benteng Tujuh Lapis pada Tahun 1838 berbentuk segi empat yang terdiri dari gundukan tanah (disebut Kubu) dan diantara kubu kubu dialiri air dengan dealaman 7 hingga 10 meter dan disekeliling benteng ditanam bambu berduri dan pintu gerbang benteng dibuat tiga lapis dari kayu dan diberi lubang untuk pengintai dan menembak musuh. Kini kawasan sekitar Benteng dijadikan penduduk sebagai tempat tinggal, dan di sekitar Benteng terdapat sebuah laman silat dan juga sebuah tanah kosong yang luas dan sering dimanfaatkan untuk kegiatan olahraga, berkemah serta kegiatan sosial masyarakat lainnya.
Kini Kawasan Benteng telah direvitalisasi dengan dibangunnya penerangan disekitar Benteng, kemudian juga dibuat tanggul untuk menghindari abrasi sungai, serta di buat tempat duduk untuk bersantai warga serta wisatawan yang ingin berkunjung dan disekitar Benteng dengan jarak sekitar 2 km dibangun Diorama Perjuangan Tuanku Tambusai.
Cara Menuju Lokasi Benteng Tujuh Lapis
Untuk mengunjungi lokasi Benteng Tujuh Lapis yang berada di
Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan
Hulu, sebaiknya Anda menggunakan kendaraan pribadi, baik roda empat
maupun roda dua. Apabila Anda memulai perjalanan dari pusat Kota
Pekanbaru, Anda harus menempuh perjalanan lebih kurang sejauh dua ratus
kilometer , dengan waktu tempuh normal 4 ,5 hingga 5 jam perjalanan.
Perjalanan
dilakukan menuju Tambusai Kabupaten Rokan Hulu dari Pekanbaru dapat
dilakukan melalui akses Jalan yaitu melewati Jalan Bangkinang serta
melewati Jalan Petapahan (via Garuda Sakti Pekanbaru). Untuk memudahkan
perjalanan, Anda bisa
menggunakan google map yang lebih akurat untuk menemukan lokasi yang
Anda cari.
Selain itu
untuk memudahkan serta kenyamanan anda juga dapat menggunakan Jasa
Travel Pekanbaru - Tambusai dengan Biaya Rp.120.000,- sekali Perjalanan,
Alam Travel menjadi salah satu Referensi kami untuk Perjalanan
Pekanbaru - Tambusai atau sebailknya Tambusai - Pekanbaru , keramahan
Supir dan juga keamanan dalam mengemudi Kendaraan menjadi Ciri Khas dari
Alam Travel. Untuk menikmati perjalanan bersama Alam Travel dapat
menghubungi Nomor 08217228279.
Kesenian Iranon dengan Iringan Musik kelintang merupakan Kesenian masa lalu yang terdapat di Desa Kuala Patah parang Kecamatan Sungai Batang Kabupaten Indragiri Hilir.
Kesenian ini dibawakan oleh Ibu-Ibu, rata-rata mereka berusia lanjut, dan Kesenian ini biasa dilantunkan pada saat acara pernikahan. Kesenian Iranun merupakan kesenian dari Melayu Timur , dan Melayu Timur merupakan Suku Bangsa di Mindanao Filipina Selatan dan kemudian berkembang ke Sabah (malaysia) dan juga Indonesia (Jambi dan Riau)
Kesenian Suku Iranon menggunakan alat musik Agong (gong), Gandang (gendang), Kulintangan/Ghulintangan (Kelintang), Bebendir dan Debak, serama, anduk-anduk dan kudidi (kedidi).
Air terjun
menjadi salah satu alternatif mengisi liburan, tidak hanya sekedar berlibur tetapi kita juga lebih mencintai alam dan tentunya dapat mengolah fisik untuk menjadi lebih sehat, karena cenderung untuk menuju sebuah Air Terjun akan melewati medan yang sulit dengan menguras tenaga dan waktu.
Jika air terjun berada di kawasan hutan dan pegunungan tentu nya
kesegaran air dan kesejukan udara menjadi hal yang akan didapatkan
di sana. Biasanya air terjun dengan akses mudah dan sudah
dibangun fasilitas lengkap menjadi obyek wisata yang selalu diserbu
wisatawan sedangkan Air Terjun yang berada di hutan dengan jarak tempuh berjam jam menjadi Wisata Minat Khusus.
Aek Martua salah satu objek wisata unggulan Kabupaten Rokan Hulu, jika ke Rokan Hulu tidak lengkap jika tidak berkunjung ke Air Terjun Aek Martua. Secara administratif Air Terjun ini berada di Desa Bangun Purba
Kecamatan Bangun Purba. Penamaan aek
mertua diambil dari bahasa Batak Mandailing , dimana di sekitar kawasan
air terjun ini banyak dihuni oleh masyarakat bersuku
Mandailing.
Aek mertua artinya air yang bertuah. Seperti yang
diharapkan masyarakat dari air terjun indah yang memancar sebanyak tujuh
tingkat tersebut, berupa kebaikan dan manfaat langsung yang dirasakan
oleh warga setempat. Bagi para pengunjung yang ingin menikmati keindahan air terjun ini
dapat mencapai lokasi dengan menggunakan angkutan umum seperti L300 atau
Superban tujuan Pekanbaru - Pasir Pengaraian dengan biaya Rp 65.000, untuk kenyamanan kami menyarankan menggunakan travel (Avanza, Innova) dengan biaya Rp.100.000,-. Pengunjung
bisa turun di Simpang Tangun, kemudian dari Simpang Tangun perjalanan dilanjutkan menuju Lokasi Air Terjun dengan
menggunakan Becak Motor ataupun Ojek dengan biaya sebesar Rp.20.000,-.
Jembatan Gantung, Akses Menuju Aek Martua
Setelah tiba di Lokasi kita akan disambut oleh Pokdarwis Gema Wisata Aek Martua dan kita dapat membeli Karcis Parkir/ Tiket Masuk Wisata dimana untuk Sepeda Motor dikenakan Parkir sebesar Rp.15.000,- dan Pengunjung dikenakan Tiket Masuk Rp.5.000,-/orang. Sesampainya
di lokasi pun, para pengunjung tidak serta merta langsung dapat
menikmati keindahan air terjun ini. Karena setiba di pintu masuk obyek
wisata ini pengunjung harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki
melewati jembatan gantung dan jalan setapak yang sudah disemenisasi sejauh kurang lebih 2,5km, kemudian perjalanan dilanjutkan melewati hutan lindung sejauh 4.5km yang cukup menguras tenaga melewati jalan tanjakan dan turunan
yang curam dan sangat tidak disarankan berkunjung ke Aek martua saat musim hujan karena jalanan yang dilewati akan licin dan cukup berbahaya bagi pengunjung.
Jika kita membawa Kendaraan Roda Dua ,maka perjalanan cukup membantu dan disarankan Kendaraan Roda Dua dengan Sepeda Motor Trail dengan ban yang cukup besar, setelah membeli Tiket Masuk dan Parkir kita dapat melanjutkan perjalanan dengan sepeda motor melewati Jalan Setapak yang telah disemenisasi, kemudian kita melewati Perkebunan Sawit milik warga dan juga melewati Hutan Lindung, hingga nantinya kita dapat memarkirkan Kendaraan dan selanjutnya Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki dengan jarak tempuh perjalanan lebih kurang 45menit dan jangan lupa untuk mengabadikan photo karena ada beberapa spot yang cukup menarik untuk berphoto.
Setelah Kendaraan diparkirkan kita melanjutkan perjalanan melewati Anak Tangga yang cukup banyak sehingga ada juga yang menyebut Air Terjun ini dengan sebutan Air Terjun Tangga Seribu. Setelah melewati Anak Tangga kita kembali melewati jalan setapak menurun dengan kondisi jalan cukup licin dan juga melewati anak sungai, perjalanan akan lebih nyaman
jika mengenakan alas kaki yang tidak licin ataupun tanpa alas kaki.
Sekitar 45menit berjalan turun, sampailah perjalanan
di tepi sungai yang bersumber dari air terjun, perjalanan
untuk sampai di titik air terjun harus melewati anak sungai. Udara yang sejuk dan juga bunyi air yang terjun dari puncak menghiasi pendengaran kami seakan sudah tidak sabar untuk sampai ke air terjun.
Perjalanan yang melelahkan terbayar dengan sejuknya udara di Air Terjun, sejuknya udara menyegarkan tubuh dan serasa mengembalikan tenaga yang hilang akibat berjalan kaki, airnya begitu jernih
dan mengalir deras, pemandangan hutan yang sangat menawan yang
menjadikan udara disekitar air terjun tersebut sangat segar dan
menyejukkan, ditambah lagi adanya perpaduan dari bebatuan cadas dengan
tekstur yang unik dan alami. Air yang mengalir ke Aek Martua merupakan aliran dari sebuah sungai yang bersumber
dari Bukit Simalombu, yakni salah satu dari rangkaian Bukit Barisan
yang membentang disepanjang Pulau Sumatra. Informasi yang kami dapat dari Pokdarwis dulunya Perjalanan ke Aek Martua ditempuh dalam waktu 5jam dan saat ini jarak sudah dipangkas dengan membangun akses jalan dan dari 5jam kini Perjalanan dapat ditempuh dalam waktu 1 hingga 1,5jam. Berfoto di bawah cucuran air terjun menjadi aktivitas favorit yang dilakukan pengunjung. Dengan sudut yang pas, hasil foto dengan latar belakang air terjun yang deras menjadi kenang-kenangan tak terlupakan usai melewati rute cukup sulit menuju air
terjun.
Tradisi
merupakan sebuah kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun
kepada generasi ke generasi yang membuat tradisi tersebut akan selalu ada, tradisi tidak akan
hilang telan bumi, tidak menjadi abu karena terbakar, tidak
akan hanyut karena ombak, dan tak lapuk karena hujan.
Salah satu tradisi yang sampai saat ini masih dipertahankan adalah Menumbai, menumbai adalah Ritual mengambil madu di sebagian besar Wilayah Riau, namun yang terkenal adalah tradisi Menumbai Madu Sialang Petalangan Pelalawan. Menumbai Madu Sialang masyarakat Melayu Petalangan merupakan suatu ritual pengambilan madu lebah yang ada di suatu
pohon besar dan biasanya pohon tersebut adalah pohon Sialang.