Tampilkan postingan dengan label Pengetahuan dan Kebiasaan Perilaku Mengenai Alam Semesta. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pengetahuan dan Kebiasaan Perilaku Mengenai Alam Semesta. Tampilkan semua postingan

Maawuo ikan di Danau Bokuok merupakan suatu tradisi yang sudah ada semenjak ratusan tahun yang lalu. Danau Bokuok yang menjadi tempat atau lokasi maawuo merupakan warisan dari leluhur masyarakat Danau. Maawuo Cerminan masyarakat danau yang memiliki sifat gotong-royong yang tinggi. Maawuo Danau Bokuok merupakan tradisi menangkap ikan bersama-sama menggunakan jala. Tradisi yang telah ada turun temurun ini dulu hanya dilaksanakan sekali setahun menjelang bulan puasa. Adapun tujuannya agar ikan yang telah ditangkap dapat dijadikan sebagai bahan makanan.

 

Untuk saat ini Tradisi Maawuo telah menjadi event wisata rutin, jadwal kegiatannya sudah ditetapkan berdasarkan keputusan bersama dalam rapat yang digelar oleh seluruh ninik mamak Kenegerian Tambang. Pesta rakyat Maawuo Danau Bokuok ini dipastikan berjalan meriah dan mendapatkan dukungan dari berbagi pihak baik pemerintah dan seluruh tokoh masyarakat Tambang. 

 

Danau Bokuok yang dijadikan tempat maawuo oleh masyarakat danau merupakan warisan dari leluhur. Masyarakat Danau memiliki komitmen akan selalu menjaga dan melestarikan Danau Dokuok , dulunya  kegiatan maawuo dilaksanakan menjelang masuk bulan suci Ramadan dan hasil maawuo dijadikan oleh masyarakat sebagai persiapan menghadapi bulan Suci Ramadan dan juga hasil maawuo juga dijadikan untuk membayar pajak pada zaman Belanda.

 

Tradisi Maawuo juga memiliki nilai budaya yang sangat tinggi terutama budaya gotong royong. Sebelum kegiatan maawuo dilaksanakan, masyarakat akan bergotong royong untuk mendirikan pondok-pondok di sepanjang Danau Bokuok. Masyarakat juga akan saling membantu untuk menarik perahu yang dijadikan sebagai alat transportasi menangkap ikan tersebut. Selama berada dipondokpun, masyarakat akan saling membantu dan memberi bantuan satu-sama lainnya.

 

Pada Tahun 2020 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 153 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Tradisi Ma’awuo Danau Bokuok menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 202001119

 

Tongkah artinya papan untuk tumpuan atau titian yang biasanya dipasang pada tempat becek dan basah (lumpur). Di Komunitas Duanu (Orang Laut) Indragiri Hilir, Provinsi Riau, tongkahmenjadi salah satu alat bantu yang cukup unik ketika mencari kerang darah (Anadara Granosa). Dalam dialek Duanu disebut tiangan. Pekerjaan tersebut kemudian dinamakan Menongkah atau Manongkah, yang dalam bahasa Duanu disebut Mut tiangan atau Mud Ski atau Ski Lumpur. 
 
Teknik menongkah inilah yang kemudian menjadi tradisi orang Duanu dalam mencari kerang di pantai lumpur. Dengan menggunakn sebidang papan, salah satu kaki kemudian menjadi pengayuh. Dahulu, ketika kayu besar masih mudah didapat, tongkah adalah sebentuk papan yang tidak bersambung. Tetapi sekarang sudah banyak pula tongkah dari gabungan papan. Tongkah rata-rata memiliki panjang 2 meter sampai dengan 2,5 meter. Sementara lebarnya antara 50 cm sampai 80 cm, dan ketebalan 3 cm sampai 5 cm. Gerak tongkah dipengaruhi lentik papan. Sebab tak jarang pula tongkah menancap ke dalam lumpur. Jenis kayu yang digunakan untuk membuat tongkah adalah Pulai dan Jelutung. Kedua ujung tongkah berbentuk lonjong atau lancip serta melentik ke atas.


Pada Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Manongkah menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda tersebut dengan Nomor Resgistrasi 201700478.
 
(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 93)  


Tradisi merupakan sebuah kebiasaan yang dilakukan  secara turun temurun kepada generasi ke generasi yang membuat tradisi tersebut akan selalu ada, tradisi tidak akan hilang telan bumi, tidak menjadi abu karena terbakar, tidak akan hanyut karena ombak, dan tak  lapuk karena hujan.
Salah satu tradisi yang sampai saat ini masih dipertahankan adalah Menumbai, menumbai adalah Ritual mengambil madu di sebagian besar Wilayah Riau, namun yang terkenal adalah tradisi Menumbai Madu Sialang Petalangan Pelalawan. Menumbai Madu Sialang masyarakat Melayu Petalangan merupakan  suatu ritual pengambilan madu lebah yang ada di suatu pohon besar dan biasanya pohon tersebut adalah pohon Sialang.

Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Ditjen Kebudayaan, Kemendikbud telah menetapkan Bedewo dari Suku Bonai Kabupaten Rokan Hulu sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada tahun 2016, penetapan Bedewo sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) membutuhkan proses yang panjang dan seleksi yang ketat,  pada awalnya dihasilkan  474  karya budaya yang diajukan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Seluruh 474 karya budaya yang diajukan kemudian dilakukan proses seleksi pada Rapat Koordinasi I Tim Ahli Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, proses seleksi terhadap 474 usulan karya budaya tak benda dilakukan berdasarkan kelengkapan administrasi berupa formulir pencatatan dan data dukungnya. Berdasarkan hasil seleksi yang dilakukan oleh tim ahli dan narasumber di rapat tersebut menghasilkan 271 karya budaya yang akan diseleksi kembali pada Rapat Koordinasi II Tim Ahli Warisan Budaya dan kemudian seleksi hingga akhirnya ditetapkan 150  Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia Tahun 2016.


Badewo atau juga disebut dengan bedewo berasal dari kata ‘berdewa’, yakni sejenis upacara ritual pengobatan penyakit yang dilakukan dengan memanggil dewa-dewa kepercayaan masyarakat pedalaman suku Bonai. Dewa setara dengan peri, mambang, hantu dan jin yang dianggap memiliki kesaktian dan memberikan pengobatan pada keluarga atau masyarakat yang sakit. Dalam satu bulan, badewo ini bisa dilakukan sebanyak dua hingga tiga kali ataupun tergantung jumlah yang sakit. Tradisi pengobatan ini dianggap cukup berkhasiat dibandingkan dengan pengobatan medis. Itulah sebabnya tradisi ini hingga saat ini masih dilakukan oleh suku pedalaman di Rokan Hulu secara turun temurun. Dengan menggunakan mantera-mantera khusus, seorang pawang atau dukun akan memanggil jin untuk membantu proses pengobatan, saat ini Ritual Badewo dapat kita jumpai di Keamatan Kapenuhan Kabupaten Rokan Hulu.




Upacara Bedewo Bonai biasanya dilakukan di malam hari, sesuai dengan karakter jin atau syaitan yang lebih suka beraktivitas di malam hari. Dipimpin seorang dukun atau yang disebut dengan kemantan, ritual ini dijalankan dengan menggunakan mantera-mantera. Kumantan akan membaca mantera memanggil jin yang akan masuk pada tubuh pasien yang sakit. Selanjutnya, kemantan akan bercakap-cakap dengan jin yang sudah masuk ke dalam tubuh pasien untuk membantu proses penyembuhan. Terjadi pembicaraan antara kemantan dengan jin yang menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien.

Penyakit-penyakit yang bersumber dari roh-roh halus akan sembuh jika ritual dilakukan secara benar atas petunjuk jin. "pasien yang sakit" ditidurkan disekitar balai (property ritual bedewo), kemudian dukun atau kumantan berdialog dengan jin dan selanjutnya kumantan akan melakukan ritual penyembuhan.


Pada Tahun 2016 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Bedewo Bonai menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengn Nomor Registrasi 201600311.

Penasaran dengan proses Bedewo ? proses tersebut bisa kita saksikan di video berikut