Tampilkan postingan dengan label WISATA BUDAYA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label WISATA BUDAYA. Tampilkan semua postingan

Bicara tentang pariwisata di Bumi Lancang Kuning tak akan ada habisnya. Provinsi Riau memang punya segudang tempat menarik untuk dikunjungi, yang tak hanya untuk melepas penat namun juga punya nilai budaya yang syarat sejarah.

 

Misalnya saja, objek wisata Istana Siak , bangunan kokoh peninggalan Kesultanan Siak hingga Festival Pacu Jalur yang telah diadakan lebih dari 100tahun. Keduanya merupakan destinasi wisata yang mampu membawa wisatawan lokal maupun mancanegara berkunjung ke Riau terutama ke Siak dan Taluk Kuantan.





Pagi itu makanku cukup lahap, Sarapan buatan Sang Istri bagiku paling nikmat, sembari menikmati Sarapan ku asyik membaca berita di Tribunnews, berita tersebut sangat menarik perhatianku untuk berkunjung kembali ke Istana Siak.  

Yang menarik, adalah informasi mengenai pemugaran untuk melestarikan bangunan peninggalan sejarah tersebut yang dilakukan oleh pihak swasta, yakni PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP/April Group). Menarik karena selama ini urusan pariwisata selalu dihandle oleh Dinas Pariwisata pemerintah setempat. Kali ini perusahaan penghasil pulp dan kertas yang beroperasi di Pangkalan Kerinci ini ikut serta untuk memajukan pariwisata berkelanjutan di Provinsi Riau dengan mendanai pemugaran. 

Terlintas seketika dalam hati hebat nih RAPP semoga perusahaan lain juga akan melakukan hal yang sama dalam pengembangan objek wisata di Riau. 
Serah terima Istana Peraduan Sultan Siak dilakukan oleh Direktur PT RAPP Mhd Ali Shabri dan diterima oleh Bupati Siak Alfedri.  Bapak Ali Shabri bagiku tidak asing karena pernah berurusan dengan beliau, sekitar 10Tahun lalu saat saya masih bertugas di Pangkalan Kerinci dan Pak Ali Shabri merupakan nasabah saya.  Istana Peraduan alias rumah tempat istirahat Sultan Syarif Kasim II kini selesai dipugar dan pemugaran menelan biaya Rp3,2 miliar, pemugaran yang dilakukan PT RAPP sangat mewah dan megah , walau sudah dipugar, tetap mempertahan aslinya. Ada enam ruangan yang dipugar, yakni ruang tamu, ruang keluarga, diorama, kamar tidur utama atau bilik peraduan, ruang makan dan ruangan pembatas, termasuk interior dan eksterior gedung.

Selesai sarapan rasa penasaranku muncul untuk berkunjung kembali ke Istana Siak, kemudian ku panggil Istri, sayang kita Ke Istana Siak yuk jalan jalan. Dan akhirnya kami merencanakan perjalanan Ke Istana Siak bersama Istri.

Sebuah kerajaan Melayu Islam terbesar di Riau telah meninggalkan jejak yang cantik di bumi melayu dan nusantara, Istana  Siak, itulah nama yang biasa disebut. Ini adalah kunjungan kesekian kalinya bagi saya,namun tidak pernah bosan untuk berkunjung kembali, kunjungan ini begitu spesial bagi saya karena berkunjung bersama Istri. Rasa penat menempuh perjalanan 2 Jam dari Pekanbaru hilang seketika ketika kami melewati sebuah jembatan Megah Jembatan Tengku Agung Sulthanah LatifahSecara eksplisit jembatan ini menggambarkan masa keemasan dan Kejayaan Kerajaan Siak tempo dulu. Panorama hamparan kebun sawit berubah menjadi pemandangan nuansa melayu ketika kami melewati jembatan tersebut.  

Istana Siak atau biasa disebut dengan ” Istana Matahari Timur ” atau disebut juga Asserayah Hasyimiah ini dibangun oleh Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889 oleh arsitek berkebangsaan Jerman. Arsitektur bangunan merupakan gabungan antara arsitektur Melayu, Arab, Eropa. Bangunan ini terdiri dari dua lantai. Lantai bawah dibagi menjadi enam ruangan sidang: Ruang tunggu para tamu, ruang tamu kehormatan, ruang tamu laki-laki, ruang tamu untuk perempuan, satu ruangan disamping kanan adalah ruang sidang kerajaan, juga digunakan untuk ruang pesta. Lantai atas terbagi menjadi sembilan ruangan, berfungsi untuk istirahat Sultan serta para tamu Istana. Di dalam istana akan kita lihat berbagai koleksi yang bernilai tinggi seperti Kursi Singgasana Sultan yang berbalut emas.

Bangunan Istana Siak bersejarah tersebut selesai pada tahun 1893. Pada dinding istana dihiasi dengan keramik khusus didatangkan buatan Prancis. Beberapa koleksi benda antik Istana, kini disimpan Museum Nasional Jakarta, Istananya sendiri menyimpan duplikat dari koleksi tersebut.Diantara koleksi benda antik Istana Siak adalah: Keramik dari Cina, Eropa, Kursi-kursi kristal dibuat tahun 1896, Patung perunggu Ratu Wihemina merupakan hadiah Kerajaan Belanda, patung pualam Sultan Syarim Hasim I bermata berlian dibuat pada tahun 1889, perkakas seperti sendok, piring, gelas-cangkir berlambangkan Kerajaan Siak masih terdapat dalam Istana, komet , kapal kato (kapal raja siak). Dipuncak bangunan terdapat enam patung burung elang sebagai lambang keberanian Istana. Sekitar istana masih dapat dilihat delapan meriam menyebar ke berbagai sisi-sisi halaman istana, disebelah kiri belakang Istana terdapat bangunan kecil sebagai penjara sementara.

Di ruang yang lain kita saksikan berbagai kursi meja baik dari kayu, kristal dan kaca tertata rapi di bawah lampu-lampu kristal berwarna-warni bergantungan di plafon istana, demikian pula berbagai bentuk almari dan berjenis senjata dari tembaga dan besi. Disamping itu terdapat pula aneka cinderamata yang merupakan hadiah dari para sahabat dan daerah di sekitar Siak.

Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh Kerajaan Siak di masa lalu dapat kita lihat melalui foto-foto berukuran besar yang terletak di dalam Istana Siak. Terdapat juga sebuah cermin yang menjadi milik oleh para permaisuri Sultan yang dapat membuat wajah semakin cerah dan awet muda bila sering bercermin di sana. Cermin ini dinamakan cermin Ratu Agung. Istana Siak adalah bukti sejarah kebesaran Kerajaan Melayu Islam yang terbesar di daerah Riau. Masa kejayaan Kerajaan Siak berawal dari abad ke-16 sampai abad ke-20, dan silsilah Sultan-sultan Kerajaan Siak dimulai pada tahun 1723 M dengan 12 Sultan yang pernah bertahta.



Disisi lain terdapat pula alat musik Komet yang dibuat secara home industri di Jerman yang memiliki piringan dengan garis tangan sekitar 90 cm berisikan lagu-lagu klasik dari Mozard dan Bethoven.Konon barang ini hanya ada dua di dunia yaitu di Jerman sebagai pembuat dan di istana Siak.       

Dan terakhir Istana Peraduan menjadi tujuan saya bersama istri, walau telah dilakukan reovasi bentuk asli bangunan tetap dipertahankan. Tidak hanya sekedar melakukan  pemugaran Istana Peraduan tetapi RAPP juga berkontribusi menukung Riau sebagai destinasi wisata berbasis budaya.


Namun, pada akhirnya, pengembangan pariwisata tersebut bermuara pada kontribusi dan tanggung jawab pribadi kita masing-masing sebagai pelancong dan pengunjung, tidak hanya sebagai Tanggung Jawab Dinas Pariwisata, Menteri Pariwisata, RAPP ataupun perusahaan lainnya. Yuk kita sama -sama lestarikan pariwisata dan sejarah bangsa kita bersama-sama !




Ratik Togak yang telah dilakukan oleh nenek moyang kita dahulu salah satu tujuannya adalah untuk mengagungkan Asma Allah sembari berdo’a kepada Allah SWT, memohon petunjuk, berkah serta keselamatan agar negeri kita ini senantiasa berada dalam lindunga-Nya.”. Ratib togak, Ratik Bosa, Ratik Togak, Ratib Saman, Rakib Saman dan berbagai macam nama lainnya.

Ratik Togak di daerah Riau khususnya di Rokan Hulu sudah menjadi tradisi bahkan Rakib Togak atau Ratik Togak menjadi sebuah Tugu, tugu ini persis berada di depan Islamic Centre yang begitu megah. Ratik bermakna zikir, ratib. Ianya dilakukan oleh kaum tasawuf/ sufi untuk mencari puncak kenikmatan berzikir, dinamakan juga sebagai ratik soman (ratib tharikat Samaniah). Zikir seperti ini biasanya dilaksanakan pada penutupan khalwat 41 hari jamaah thariqat. Semacam kenduri keluar dari suluk. Ianya khusus dilakukan oleh kelompok jamaah thariqat (sufiah) dan tidak mengajak orang lain atau masyarakat umum. Sufi punya cara tersendiri dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah. Upaya mencari jalan halus menuju Allah itu ditempuh mengikuti wasilah guru Thariqat yang turun temurun. Beragam zikir dilakoni mulai dari yang seperti ini (dalam kenduri Thariqat) hingga zikir Sirr atau sampai pada Zikir Fana (tanpa gerak lisan dan tubuh). Bacaannya menurut zikir yg diajarkan Rosulullah. Tidak ada ucapan fasik dan munkar dalam zikir tersebut. Mereka juga menjaga adab serta kehalusan perasaan di hadapan Allah. Jika ingin merasakan nikmat Zikir Sufiah Thariqat Muktabaroh, harus masuk dulu jadi jamaah. Murid dibimbing oleh guru atau tuan syaikh (guru besar).


Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Ratik Togak menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800635.




Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Ditjen Kebudayaan, Kemendikbud telah menetapkan Bedewo dari Suku Bonai Kabupaten Rokan Hulu sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada tahun 2016, penetapan Bedewo sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) membutuhkan proses yang panjang dan seleksi yang ketat,  pada awalnya dihasilkan  474  karya budaya yang diajukan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Seluruh 474 karya budaya yang diajukan kemudian dilakukan proses seleksi pada Rapat Koordinasi I Tim Ahli Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, proses seleksi terhadap 474 usulan karya budaya tak benda dilakukan berdasarkan kelengkapan administrasi berupa formulir pencatatan dan data dukungnya. Berdasarkan hasil seleksi yang dilakukan oleh tim ahli dan narasumber di rapat tersebut menghasilkan 271 karya budaya yang akan diseleksi kembali pada Rapat Koordinasi II Tim Ahli Warisan Budaya dan kemudian seleksi hingga akhirnya ditetapkan 150  Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia Tahun 2016.


Badewo atau juga disebut dengan bedewo berasal dari kata ‘berdewa’, yakni sejenis upacara ritual pengobatan penyakit yang dilakukan dengan memanggil dewa-dewa kepercayaan masyarakat pedalaman suku Bonai. Dewa setara dengan peri, mambang, hantu dan jin yang dianggap memiliki kesaktian dan memberikan pengobatan pada keluarga atau masyarakat yang sakit. Dalam satu bulan, badewo ini bisa dilakukan sebanyak dua hingga tiga kali ataupun tergantung jumlah yang sakit. Tradisi pengobatan ini dianggap cukup berkhasiat dibandingkan dengan pengobatan medis. Itulah sebabnya tradisi ini hingga saat ini masih dilakukan oleh suku pedalaman di Rokan Hulu secara turun temurun. Dengan menggunakan mantera-mantera khusus, seorang pawang atau dukun akan memanggil jin untuk membantu proses pengobatan, saat ini Ritual Badewo dapat kita jumpai di Keamatan Kapenuhan Kabupaten Rokan Hulu.




Upacara Bedewo Bonai biasanya dilakukan di malam hari, sesuai dengan karakter jin atau syaitan yang lebih suka beraktivitas di malam hari. Dipimpin seorang dukun atau yang disebut dengan kemantan, ritual ini dijalankan dengan menggunakan mantera-mantera. Kumantan akan membaca mantera memanggil jin yang akan masuk pada tubuh pasien yang sakit. Selanjutnya, kemantan akan bercakap-cakap dengan jin yang sudah masuk ke dalam tubuh pasien untuk membantu proses penyembuhan. Terjadi pembicaraan antara kemantan dengan jin yang menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien.

Penyakit-penyakit yang bersumber dari roh-roh halus akan sembuh jika ritual dilakukan secara benar atas petunjuk jin. "pasien yang sakit" ditidurkan disekitar balai (property ritual bedewo), kemudian dukun atau kumantan berdialog dengan jin dan selanjutnya kumantan akan melakukan ritual penyembuhan.


Pada Tahun 2016 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Bedewo Bonai menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengn Nomor Registrasi 201600311.

Penasaran dengan proses Bedewo ? proses tersebut bisa kita saksikan di video berikut
Zapin Api, Warisan Benda Tak Budaya Bengkalis
Untuk mewujudkan Visi Provinsi Riau pada tahun 2020, Pemerintah Provisi  Riau menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2016 tentang OPD baru, dan Peraturan Gubernur Nomor 82 tahun tentang SOTK Dinas Kebudayaan (Disbud).
Dengan terbentuknya Dinas Kebudayaan tersebut, Pemprov Riau berupaya semaksimal mungkin untuk mewujudkan Visi Riau tahun 2020 dengan prioritas program pengelolaan kekayaan budaya, pengelolaan keragaman budaya dan pengembangan nilai budaya.

Salah satu contoh dan aksi nyata dari pengelolaan kekayaan budaya, pengelolaan keragaman budaya dan pengembangan nilai budaya tersebut adalah pengakuan  terhadap warisan Budaya baik itu berupa benda ataupun tidak benda. Untuk Warisan Budaya Tak benda saat ini ada 41 Warisan Budaya Tak Benda Indonesia yang dimiliki Provinsi Riau. Sebagian warisan tersebut telah  mendapat sertifikat dan pengakuan dari  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 

Rupat Utara menyimpan kearifan lokal yang unik yang keberadaannya kian tergerus zaman yaitu Zapin Api. Zapin bukanlah hal yang asing bagi kita semua, zapin begitu melekat dengan melayu, namum zapin api adalah sesuatu yang berbeda, zapin ai dimainkan dengan mantra-mantra yang dibacakan oleh seorang khalifah diiringi dengan lantunan musik gambus, marwas dan kompang.

Seorang lelaki tua yang bernama Abdullah bin Husein didaulat menjadi khalifah, diusia senja kakek yang lahir 7hari setelah kemerdekaan RI berupaya menjaga kelestarian zapin api. Awalnya upaya yang dilakukan oleh kakek yang mempunyai 27 cucu dan 3 cicit ini ditentang oleh anakna,  kini Umar (40), Azhar (36) dan Montel (33) mendukung upaya yang dilakukan oleh ayah mereka, khusus Umar dan Montel bahkan sudah dikaderkan untuk menjadi penerus dan khalifah dan saat ini mereka bertugas menjadi pengawas api ketika Zapin Api dilakukan.

Keberadaaan zapin api sempat menghilang sekitar 40tahun, dahulunya zapi api adalah hiburan favorit di acara pernikahan, kini keberadaan zapin api kian tersingkirkan dengan hadirnya organ tunggal, band serta orkestra lainnya.  Sosok Bapak Edward Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bengkalis yang membuat keberadaan zapin api ini mulai muncul kembali. Edward memberi Khalifah kompang dan memberi spirit agar budaya ini terus dilestarikan, hingga akhirnya di Tahun 2013 zapin api kembali dipertontonkan.



 


Iringan kompang dan gambus serta komando dari Khalifah mengawali Zapin Api. Lima orang laki-laki yang merupakan keponakan dari Khalifah Abdullah berjongkok mengelilingi kemenyan sambilmenutup telinga dan berkomat kamit dan khalifah menghampiri mereka satu persatu sambil membisikkan mantradan doa, dan kelima lelaki tersebut menghayati lantunan mantra yang dibacakan khalifah dan mereka akan kehilangan kesadaran lalu menari dengan  mengikuti irama dan seketika mereka bersemangat dan berliuk liuk di bara api.

Sebelum Zapin Api dimulai, khalifah Abdullah memberitahu kepada penonton, selama zapin api berlangsung dilarang untuk merokok ataupun memantik api seperti mancis dan korek api, api dari benda-benda tersebut akan membuat penari zapin api mengarah kesumber api , selain itu kepada penonton yang mengenali pemain zapin api dilarang memanggil atau menyapa mereka.

Khalifah Abdullah sang Komando Zapin Api

Khalifah abdullah merupakan salah satu khalifah Zapin api, khalifah lainnya bernama M. Nur, M.Nur sudah cukup sepuh dan kemungkinan berusia 100tahun lebih, karena M. Nur merupakan teman dari Ayah Abdullah. Ayah dari Khalifah Abdullah merupakan khalifah yang cukup piawai dan cukup dikenal di Bengkalis, dan dari ayahnyalah Abdullah mengenal Zapin Api.


Menutup pembicaraan kami dengan Khalifah Abdullah ia berharap besar kepada Pemerintah untuk dapat membantu menyumbangkan alat musik yang lebih baik lagi terutama dari kualitas suara, maklum saja alat musik yang ia miliki sudah cukup tua.



Pada Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Zapin Api menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201700476.



Festival Kampung Senapelan merupakan event yang bertujuan mengangkat marwah Melayu, dan event ini ditaja  mahasiswa/i FKIP Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris yang mengambil mata kuliah Tradisi Melayu & Pembelajaran Budaya Melayu di Universitas Riau dan bersama Riau Heritage. Acara ini bukanlah suatu proyek ataupun bisnis namun murni kreatifitas mahasiswa/i tersebut untuk mengangkat marwah melayu.

Pameran Batik Riau
Berbagai Kuliner Khas Riau

Acara ini berlangsung dari tanggal 20-21 Desember 2014. Akan ada Pameran Photo, Pameran Batik Riau, Wisata kuliner, Syair dan Dongeng, Musikalisasi Puisi, Tarian, Lagu Melayu, serta Permainan Rakyat dan berbagai macam penampilan kesenian, dan berbagai hal yang berhubungan dengan kebudayaan Melayu. Festival ini gratis tanpa dipungut biaya apapun.

Jadwal Festival Kampung Senapelan Hari Pertama
Jadwal Festival Kampung Senapelan Hari Kedua





COLOK didalam bahasa melayu berarti  alat penerang, masyarakat melayu memberi nama colok itu dengan sebutan “pelite” atau “pelito” yakni sejenis lampu teplok yang menggunakan sumbu kompor memakai minyak tanah sebagai bahan bakar penerangnya.  

Lampu colok merupakan lampu tradisonal yang biasa dipakai dipakai untuk menerangi kegelapan di daerah Pedesaan. bahan lampu colok ini bisa terbuat dari bambu, seperti obor. Ada juga kaleng atau botol bekas minuman yang dibuat seperti lampu senter. Setelah itu di isi dengan minyak tanah untuk menyalakan sumbu yang terpasang di tengahnya. Di daerah Riau Pesisir, sehari-hari Colok  digunakan sebagai alat penerangan yang diletakkan didepan pintu rumah, dan berguna menemani disaat anak-anak pergi mengaji dan belajar didalam kegelapan malam, penerangan colok ini sangat berguna disaat aktivitas masyarakat berada diluar terutama bagi nelayan yang akan pergi melaut.
Seorang warga yang berusaha untuk menyalakan Lampu Colok
Nyala Api Lampu Colok
Salah satu Lampu Colok yang berbentuk Mesjid
Seiring dengan berjalannya waktu, sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi turun temurun, masyarakat Melayu terutama menjelang penghujung bulan Ramadhan menggunakan penerangan colok ini sebagai hiasan didepan rumah,terutama dalam menghadapi malam lailatul qadar, aneka bentuk colok yang dibuat masyarakat dengan menggunakan bahan kaleng minuman bekas, botol kaca minuman, bambu yang diberi sumbu sampai dengan colok yang dibuat khusus seperti tabung menggunakan bahan baku seng dan alumunium.
          Tarian Senandung Syukur Seribu Bulan sebagai Tari Pembukaan Festival Lampu Colok Tahun 1432H di Lapangan Bukit Senapelan Pekanbaru
Bentuk Model Colok yang telah dimodifikasi

Festival Lampu Colok ini dapat di jumpai,diseluruh daerah di Provinsi Riau, di Pekanbaru tahun 2011 atau 1432 Hijriah ini Festival lamu colok dipertandingkan antar Kecamatan se Pekanbaru, dan pembukaanya di lakukan pada malam 27 Ramadhan bertempat di Lapangan Bukit Kecamatan Senapelan. Festival lampu Colok merupakan khasanah warisan Budaya tempo dulu yang bertahan hingga sekarang. Dan Kini Festival Lampu Colok telah menjadi agenda Wisata bagi beberapa Kabupaten dan Kota di Provinsi Riau.


Kabupaten Kuantan Singingi sangat kaya akan keragaman adat dan budaya,salah satu diantaranya adalah Pacu jalur.  Pacu berarti lomba adu cepat, sedangkan jalur berarti perahu besar yang dapat memuat40-50 orang anak pacu. Jalur dibuat dari sebatang pohon Bonio atau kulim kuyian dengan panjang 30 meter atau lebih dengan diameter 2meter.

Untuk membuat Pacu banyak ritual yang mesti dilalui, kayu yang diambil dihutan diawali dengan upacara persembahan dan semah yang dipimpin oleh pawang,kayu tersebut dianggap memiliki penghuni,upacara ini dilakukan agar proses penebangan kayu dapat berjalan lancar. Kemudian pohon ditebang sesuai dengan panjang jalur yang akan dibuat,setelah pohon ditebang lalu diseret bersama-sama ke Desa dengan menggunakan tenaga manusia, nuansa gotong royong dan kebersamaan masih kental dalam proses pembuatan jalur

Sesampai di Desa Pohon yang ditebang dan diseret tadi di layur (diasapi) selama kurang lebih 12jam, proses pengasapan ini dilakukan pada malam hari diiringi upacara adat dan tari-tarian yang dihadiri oleh pemuka masyarakat. Tujuan kayu diasapi agar kayu atau jalur menjadi kering dan tidak berat saat dipacu.



PACU JALUR
Pacu jalur awalnya dilaksanakan untuk memperingati hari besar agama Islam seperti Maulid nabi, Idul Fitri, Tahun Baru Islam 1 Muharam. Tetapi Ketika Penjajah Belanda memasuki daerah Riau diawal tahun 1900 mereka memanfaatkan Pacu jalur sebagai peringatan Ulang Tahun Ratu Wilhelmina  yang jatuh pada setiap tanggal 31 Agustus. Namun sejak Indonesia merdeka Pacu jalur menjadi Agenda untuk memperingat Hari kemerdekaan, kini Pacu jalur diadakan setiap Bulan Agustus atau dipercepat sebelum Agustus jika pada Saat Bulan Agustus bertepatan dengan Bulan Ramadhan.

Kini Pacu jalur menjadi pesta masyarakat Kuantan Singingi dan masyarakat Riau pada umumnya yang telah menjadi kalender  Pariwisata Nasional. Pacu Jalur ini diadakan di Tepian batang Narosa Sungai Kuantan Taluk Kuantan, event Pacu Jalur tidak hanya diikuti oleh Jalur dariKecamatan yang ada di Kabupaten Kunatan Singingi saja tapi juga diikuti oleh Jalur dari Kabupaten lain di Provinsi Riau dan juga diikuti Jalur Provinsi tetangga dan juga negara lain.



BAGAIMANA MENUJU TALUK KUANTAN (LOKASI PACU JALUR)
Sekurangnya ada 6jalur penerbangan yang rutin menuju Pekanbaru Ibu Kota Provinsi Riau,yaitu melalui Jalur Batam, Jakarta,Bandung, Medan, Singapura dan Kuala Lumpur. Dari Pekanbaru perjalanan dilanjutkan menuju Kota Taluk Kuantan ibu kota Kabupaten Kuantan Singingi dengan menggunakan perjalanan darat. Banyak pilihan kendaraan yang tersedia diantaranya Taxi, mobil angkutan umum dan kendaraan pribadi yang biasa disebut dengan mobil travel. Perjalanan dari Pekanbaru menuju Taluk Kuantan ditempuh dengan waktu lebih kurang 4jam hingga 4,5jam. Untuk Penginapan di Taluk Kuantan tidak perlu khawatir,karena banyak pilihan wisma,penginapan untuk bermalam selengkapnya bisa dilihat di : Daftar Hotel di Taluk Kuantan


Pada Tahun 2015 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 121 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Pacu Jalur menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201500184.







 
Desa Pulau Belimbing adalah salah satu Desa yang berada di Kecamatan Bangkinang Barat Kabupaten Kampar. Desa ini dijadikan sebuah Desa Wisata, di Desa ini banyak dapat kita jumpai Rumah - Rumah Tua yang sudah berumur ratusan tahun, dan sebagian besar rumah tersebut berbentuk Lontiok dan dikenal sebagai Rumah Lontiok yaitu Rumah Adat Kampar.
Desa Wisata Pulau Belimbing ini jaraknya sekitar 70km dari Kota Pekanbaru.  Transportasi umum untuk tujuan Desa Wisata Pulau Belimbing sangatlah banyak ,kita bisa menggunakan transportasi umum yang biasa disebut Superben atau travel. Dari Pekanbaru tepatnya di Daerah Simpang Baru Panam kita bisa menemui Travel atau Superben tujuan Bangkinang ataupun Tujuan Pasir Pengaraian,dengan biaya 15ribu nantinya kita akan diantarkan ke depan pintu Gerbang Desa Wisata Pulau Belimbing. Jarak dari depan Pintu Gerbang Desa Wisata Pulau Belimbing ke Desanya lebih kurang 2km, dan kita bisa berjalan kaki atau menggunakan transportasi ojek dan kita juga bisa  meminta tumpangan kepada masyarakat sekitar. 
Di Desa Pulau Belimbing juga terdapat sebuah Museum yaitu Museum Kandil Kemilau Emas museum ini berbentuk Rumah Lontiok yang menyimpan  berbagai koleksi yang memiliki nilai sejarah seperti Barang tembikar, Alat Pertukangan, Alat Pertanian, Alat-alat penangkap ikan, alat-alat kesenian, Alat-alat pelaminan, Alat-alat perdagangan, Alat pesta dan lain-lain.
Museum Kandail Kemilau Emas yang berbentuk Rumah Lontiok
Dalam rangka menyambut Bulan Suci Ramadhan maka masyarakat di desa Wisata Pulau Belimbing  Kecamatan Bangkinang menggelar acara yang sudah menjadi tradisi sejak lama yakni lomba pacu tongkang melawan arus Sungai Kampar.
Museum Kandil Kemilau Emas berlokasi di Desa Wisata Pulau Belimbing Kecamatan Bangkinang Barat, Kabupaten Kampar. Museum ini diresmikan  pada tanggal 22 Mei 1988. Museum ini adalah sebuah rumah berbentuk Rumah Adat Lontiok Kampar yang dibangun sekitar tahun 1900 oleh almarhum Haji Hamid.


Museum Kandil Kemilau Emas yang berbentuk Rumah Lontiok
Salah Satu Ornamen Bermotif Melayu di Museum Kandil kemilau Emas
Penampakan Dari Samping Museum Kandil Kemilau Emas


Haji Hamid merupakan saudagar kaya pada masa dahulunya.  Kini dalam museum ini tersimpan berbagai barang antik koleksi yang memiliki nilai sejarah seperti Barang tembikar, Alat Pertukangan, Alat Pertanian, Alat-alat penangkap ikan, alat-alat kesenian, Alat-alat pelaminan, Alat-alat perdagangan, Alat pesta dan lain-lain. Disamping alat-alat tersebut tersimpan pula dayung perahu dagang terbuat dari kayu yang sangat kuat berasal dari abad ke 18, serta sebuah kompas yang terbuat dari bambu yang dibuat oleh bangsa China karena angka-angka yang tertulis pada kompas tersebut ditulis dalam aksara China. Ada dua ratus lima puluh (250) macam barang antik koleksi museum Kandil Kemilau Emas yang semuanya merupakan koleksi warisan yang telah turun temurun sebagai barang pusaka.
Sebagai agenda tahunan dan dalam rangka melestarikan Budaya Melayu Riau, pemerintah Kabupaten Siak menyelenggarakan suatu event yang disebut "SIAK BERMADAH". Event ini sangat menarik, menghibur dan tentunya menambah wawasan kita,karena bukan hanya sekedar menampilkan berbagai pagelaran seni MELAYU saja, tetapi event ini dikemas dalam bentuk perlombaan yang memperebutkan aneka hadiah dan penghargaan yang cukup bergengsi bagi masyarakat Siak Sri Indrapura. Aneka lomba dan kesenian yang ditampilkan pada ajang ini antara lain Tari Tradisional Melayu, Tari Kreasi Melayu, Melawak, Syair, Adat Perkawinan Siak, Nyanyian Lagu Melayu, Nasyid, Berbalas Pantun, Pemilihan Bujang dan Dara. Dalam event ini juga diikuti seniman dari Malaysia


As an annual agenda to preserve Riau Malay culture, the government of Siak regency hold an event called "SIAK BERMADAH". This event is very interesting entertain and certainly would improve our insight, since it is not only presenting various malay art show, but this event is presented in form contest to gain various prestigious gifts and appreciations for the peop;e of  Siak Sri Indrapura Regency. This art contest displays Malay Dance, Creation Malay Dance, Comedy, Poem, Siak Marriage Tradition, Malay Song, Nasyid, Traditional Poetrry, Girl and Boy Selection, etc. This event is mored toned up with the participation of malay Artist from Malaysia.

Source : Majalah Visit Riau 2011 (Riau Tourism Board)

TUANG MINYAK


BAKAR HIO

HIO JALANAN

GOTONG TONGKANG

SEBAR KERTAS

BAKAR TONGKANG

LOYA TONGKANG

Dokumentasi : Flickr Imam Hartoyo
FESTIVAL LAMPU COLOK
FESTIVAL LAMPU COLOK is an annual ritual usually done in Riau to celebrate the coming of Idul Fitri, FESTIVAL LAMPU COLOK is usually done at the end of ramadan and has been a tradition since the first.  LAMPU COLOK is a kind of kerosene-fueled lanterns made from cans or bottles and then turned on the fire.

pacu jalur
At first Pacu Jalur was held in the villages along the Kuantan River to commemorate the great days of Islam, such as the Mawlid of the Prophet Muhammad, Eid al-Fitr, or the New Year a Muharam. When the Dutch began to enter the area of Riau (ca. 1905), precisely in the area that is now the Taluk Kuantan, they use pacu jalur in celebration of Queen Wilhelmina's birthday which falls on every 31 Agustus.Pacu Jalur  is usually done in the Tepian Narosa Kuantan Singingi 
PACU JALUR SALAH SATU ANDALAN WISATA RIAU.


Festival Bakar Tongkang is a leading cultural tourism Riau Province of Rokan Hilir (Rohil). Festival Bakar Tongkang has become a national and even international tourism. Fuel Barge ceremony is a traditional ceremony Tionghoa community in the capital district of Rokan Hilir Bagansiapiapi.

Muara Takus Temple is a Buddhist temple located in Riau, Indonesia. This temple complex is located in the village of precisely Barelang, District XIII Koto Kampar Regency or the distance is approximately 135 kilometers from the city of Pekanbaru, Riau. The distance between this temple complex in the village center Barelang approximately 2.5 miles and not far from the edge of the Kampar River Right.                   This temple complex surrounded by a wall measuring 74 x 74 meters outside the walls there are also arealnya sized ground 1.5 x 1.5 kilometers surrounding this complex sampal to Kampar Kanan river.


Within this complex there are also old temple buildings, temples and Mahligai Youngest Stupa and Palangka. Temple building material composed of sandstone, river rock and brick. According to sources original, bricks for this building built in the village Pongkai, a village located on the downstream side of the temple complex. Former mining land for the bricks until now regarded as a highly respected residents. To carry bricks to the temple, done in relay from hand to hand. This story must be true although not yet give the impression that temple building was the work together and conducted by the crowds.