Tari Gendong

Tari Gendong telah ada sejak abad ke-16 sebelum masuknya Kerajaan Siak. Kesenian tari tradisional ini lahir, tumbuh, dan berkembang di tengah masyarakat yang dikenal sebagai Suku Asli Anak Rawa tepatnya berada di Kampung Penyengat Kecamatan Sungai Apit, yang diiringi alat musik gendang, gong, dan biola. Fungsi tari ini adalah sebagai sarana upacara tolak bala dan sebagai sarana hiburan masyarakat suku Anak Rawa. Penari terdiri dari enak orang wanita yang saling bergantian bernyanyi. Tari Gendong yang penuh suka cita ini dapat dilihat dari cara berjoget dan bernyanyi semua penari maupun penonton yang larut dan ikut dalam suasana kegembiraan. Tarian ini dahulunya ditampilkan pada malam hari saat masyarakat sedang istirahat, sehingga tarian ini dijadikan sebagai hiburan bagi masyarakat yang mana saat siang hari lelah dengan pekerjaan dan pada malam harinya mereka menghibur diri dengan menyaksikan maupun ikut menari dengan para penari Gendong. Tari ini memiliki unsur magis, seperti menyediakan sesajen di dalam pertunjukannya, penari melantunkan sebuah lagu terlebih dahulu sebagai tanda akan dimulainya Tarian Gendong, kemudian barulah penonton boleh menari dengan penari. Penonton yang ingin menari dengan penari harus memiliki lagu dan membayar Rp 10.000. Kemudian, barulah diperbolehkan menari. Di sini dapat dilihat interaksi sesama masyarakat sangat baik dengan 152ditampilkannya Tari Gong ini dapat menjalin silaturahmi serta kekeluargaan yang sangat baik antar masyarakat.

Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Tari Gendong menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800646.

 

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 151)  

0 komentar: