Bagi orang Ocu di Pulau Godang, Kecamatan XIII Koto Kampar, upacara Kotik Adat merupakan suatu upacara yang penting dan sakral, karena terkait dua aspek yaitu adat dan agama. Melaksanakan Kotik Adat berarti melestarikan adat dan sekaligus mempertebal iman keagamaan. Karena merupakan suatu upacara yang penting, maka pelaksanaanya harus dilakukan dengan persiapan yang matang serta melibatkan orang-orang penting di dalam suku dan nogori. Dalam suatu upacara penobatan Kotik Adat ini, hanya satu calon kotik yang boleh dinobatkan. Jika terdapat dua atau lebih calon Kotik Adat, maka upacara penobatan dilakukan pada waktu atau tempat yang berbeda. Menurut Kotik Bosou (Tokoh Kotik Adat), pada zaman dahulu upacara penobatan Kotik Adat dilaksanakan sebagai upacara tersendiri dan biasanya dilaksanakan pada hari pertama di bulan Syawal setelah sholat dzuhur.
Dalam perkembangannya saat ini, upacara Kotik Adat selalu disejalankan dengan acara halal bihalal dusun atau nogori. Proses persiapan pelaksanaan upacara penobatan Kotik Adat telah dilaksanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Persiapan tersebut meliputi pemilihan calon Kotik Adat, maimbau soko, melatih calon Kotik Adat, persiapan keluarga calon kotik hingga mempersiapkan mesjid / musholla sebagai tempat pelaksanaan upacara penobatan. Pemilihan bakal calon Kotik Adat biasanya telah dimulai satu atau dua bulan sebelum pelaksanaan upacara penobatan. Hal ini sengaja dilakukan karena calon kotik membutuhkan waktu untuk mempelajari irama membaca teks khutbah adat. Maimbau soko, adalah suatu tahapan persiapan dimana orang tua, ninik mamak dan anggota keluarga matrilineal calon kotik berkumpul di rumah soko atau di rumah calon kotik untuk memberitahukan kepada warga persukuan bahwa anak laki-laki mereka akan mengikuti penobatan Kotik Adat. Setelah ninik mamak nogori menyetujui upacara penobatan Kotik Adat tersebut, selanjutnya ninik mamak suku atau seseorang yang dituakan dalam kaum si calon Kotik Adat mencari seorang guru yang akan mengajarkan si calon kotik irama membaca teks khutbah adat. Memilih guru Kotik Adat dilakukan dengan teliti, karena kualitas guru menentukan kualitas si calon kotik. Orang yang ditunjuk menjadi guru membaca khutbah adat adalah seorang Kotik Adat yang diakui keindahan suaranya dan kemampuannya dalam menguasai irama pembacaan khutbah adat yang sedikit berbeda dengan membaca Al-Quran.
Pada proses pelaksanaannya, setelah selesai makan bersama, calon kotik diarak bersama-sama menuju tempat upacara penobatan kotik adat. Calon Kotik Adat diarak memakai payung bubu, yaitu payung berukuran besar dengan hiasan warna-warni dan tirai. Warna payung disesuaikan dengan warna tonggue (bendera) suku. Payung putih untuk suku petopang, merah untuk suku melayu, hitam untuk suku domo dan warna kuning untuk suku piliang. Dalam arak-arakan tersebut ikut sertaorang tua calon Kotik Adat, ninik mamak suku, guru seni membaca khutbah, anggota keluarga luas dari keturunan Ibu dan Ayah, tetangga, panitia acara halal bihalal serta dimeriahkan oleh kelopok rebana laki-laki. Jalur yang dilalui arak-arakan biasanya diatur agar masyarakat dusun dan nogori mengetahui calon Kotik Adat yang akan dinobatkan. Tiba di tempat upacara, calon Kotik Adat beserta pengiringnya disambut dengan penampilan pencak silat. Setelah semua pita digunting, calon Kotik Adat, pemangku adat, perangkat desa serta semua peserta memasuki mesjid atau surau tempat pelaksanaan upacara penobatan Kotik Adat. Di dalam mesjid, Kotik Adat duduk di depan mimbar mesjid didampingi oleh gurunya. Sebelah kanan hingga kebelakang mimbar biasanya ditempati oleh Kepala Desa dan kepala lembaga tingi desa. Di sebelah kanan mimbar bagian belakang ditempati oleh penghulu dan perangkat adat dari suku si calon Kotik Adat. Bagian depan sebelah kiri mesjid ditempati oleh ninik mamak suku lain dalam nogori. Bagian tengah depanruangan mesjid hingga batas syaf laki-laki merupakan posisi duduk kaum laki-laki (orang tua di depan, remaja dan anak-anak di belakang). Bagian tengah di belakang batas syaf laki-laki merupakan posisi duduk kaum perempuan (orang tua di depan remaja dan anak-anak di belakang). Setelah semua duduk di dalam mesjid, prosesi upacara dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Quran oleh salah seorang qori/qoriah yang telah ditunjuk. Selanjutnya penyampaian kata sambutan sekaligus nasehat kepada calon Kotik Adat yang akan dinobatkan, dari tokoh agama, ninik mamak suku si calon kotik dan Kepala Desa. Setelah kata sambutan, seseorang yang bertindak sebagai belal, biasanya adalah guru calon kotik yang akan berkhutbah, mengumandangkan himbauan (dalam bahasa Arab) mengajak hadirin untuk dengan khidmat mendengarkan khutbah adat. Selanjutnya calon Kotik Adat langsung naik mimbar dan membacakan khutbah adat dengan irama yang telah ia pelajari. Pembacaan khutbah adat berlangsung selama 40 s.d.90 menit, tergantung seni atau irama yang dibawakan. Setelah pembacaan doa selesai, ninik mamak dari calon Kotik Adat beserta sijora sukunya berunding sebentar untuk menentukan gelar Kotik Adat yang akan diberikan. Perundingan ini diperlukan karena masyarakat Nogori Pulau Godang mengenal dua jenis gelar Kotik Adat.
1, Gelar kotik kebesaran suku, yaitu gelar kotik yang dimiliki oleh suatu suku dan tidak boleh dipakai oleh suku lain. Gelar Kotik Adat kebesaran suku diwariskan menurut aturan botuong tumbuo di mato artinya diwariskan turun-temurun kepada laki-laki yang termasuk dalam garis keturunan matrilineal dari kaum pemilik gelar kotik tersebut. Gelar Kotik Adat kebesaran suku Domo adalah Majo Kotik dan Kotik Naro. Gelar Kotik Adat kebesaran suku Petopang adalah Kotik Malin dan Intan Kotik. Gelar Kotik Adat kebesaran suku Piliang adalah kotik Sutan dan Kotik Mudo. Gelar kebesaran Kotik Adat suku Melayu adalah Kotik Salio.
2. Gelar Kotik Adat kebanyakan, yaitu gelar Kotik Adat yang boleh dipakai oleh siapa saja yang telah dinobatkan dalam upacara Kotik Adat. Pemberian gelar kotik adat mengacu pada aturan :
a. Gelar Kotik Adat yang diberikan merupakan gelar kebesaran suku si calon kotik sendiri, bukan gelar kotik adat milik suku lain.
b. Gelar yang diberikan tidak sedang dipakai oleh kotik yang lain
c. Usang-usang diperbaharui, yaitu gelar Kotik Adat yang dipakai oleh seseorang namun masyarakat tidak mengakui gelar tersebut karena akhlak dan perbuatan yang kurang baik, atau tidak menjalankan tugasnya sebagai Kotik Adat, gelar tersebut boleh dilekatkan kepada kotik adat yang baru. Penobatan ini sekaligus sebagai pencabutan gelar Kotik Adat yang lama yang dianggap telah usang.
d. Patah tumbuo hilang bagonti, yaitu gelar Kotik Adat yang telah meninggal dunia boleh dipakai oleh Kotik Adat yang baru. Setelah ninik mamak sepakat, gelar Kotik Adat langsung diumumkan oleh penghulu suku si Kotik Adat. Setelah pengumuman tersebut maka resmilah si calon Kotik Adat menjadi Kotik Adat dan berhak menyandang gelar kotik yang diberikan. Malam hari berikutnya, dilakukan pembukaan jambau ponuo di rumah kotik adat yang baru dinobatkan. Selain sebagai rasa syukur atas kelancaran pembacaan khutbah dan penobatan gelar kotik, pembukaan jambau ponuo bertujuan untuk memberitahukan kepada masyarakat nogori bahwa seorang pemuda dari keluarga mereka telah bergelar kotik. Saat ini upacara penobatan kotik adat telah mengalami beberapa perubahan seperti : waktu pelaksanaan upacara, penambahan prosesi pengguntingan pita serta adanya kotik hiburan. Perubahan yang terjadi tidak merubah fungsi upacara Kotik Adat bagi masyarakat Pulau Godang.
Upacara Kotik Adat tersebut paling tidak berfungsi sebagai :
1. Lambang kemakmuran Nogori dan sebagai upacara tolak bala.
2. Menjaga kelangsungan struktur sosial dan budaya
3. Memantapkan identitas dan rasa kolektifitas masyarakat Pulau Godang
4. Gerbang menuju pertaubatan dan penyucian diri
5. Sebagai hiburan.
Pada
Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan telah menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya
Tak
Benda Indonesia dan Kotik Adat Kamparmenjadi salah
satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800641.
(Sumber
: Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018
Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 133)