Lukah Gilo Riau

Pola kehidupan masyarakat Banjar yang berpusat di pedesaaan dengan mata pencaharian bertani, berkebun dan menangkap ikan menyebabkan masyarakat Banjar memenuhi peralatan hidupnya dengan hal yang sederhana yang diambil dari alam dan lingkungannya. Seperti halnya mereka dalam menangkap ikan, mereka menggunakan alat yangdisebut ’lukah’. Alat tradisional ini ada seiring dengan engetahuan sederhana mereka bagaimana mereka bisa menagkap ikan tanpa harus menggunakan alat yang berbahaya. Alat yang disebut lukah ini dipergunakan oleh masyarakat Banjar hampir di seluruh wilayahKalimantan Selatan, baik untuk menangkap ikan di daerah-daerah aliran suangai maupun di danau-danau di tambak-tambak bahkan di rawa-rawa yang banyak terdapat di wilayah ini. Penggunaan lukah sampai saat ini masih dilakukan meskipun banyak pilihan lain berupa alat modern maupub obat-obat yang dapat dipakai sebagai alat untuk menangkap ikan.

 

Lukah adalah barang hasil kerajinan yang terbuat dari bambu dan rotan yang berbentuk tabung dengan ujung berbentuk kerucut tumpul yang diberi lubang yang gunanya untuk menagkap ikan. Lukah biasanya dibuat dengan panjang sekitar dua meter dan diameter kira-kira 30 centimeter (namun juga sangat tergantur dari lukah yang dibuat untuk keperluan menangkap ikan besar atau kecil). Menurut  bentuknya, lukah sibedakan menjadi dua yaitu ”lukah jarangdan ”lukah tatal”.

 

Kegunaan lukah disesuaikan dengan jenisnya. Lukah yang jarang hanya menangkap ikan yang besar-besar saja, sedangkan lukah tatal bisa digunakan untuk menangkap ikan baik besar maupun kecil. Namun yang biasa digunakan untuk menangkap ikan baik besar maupun kecil. Namun yang biasa digunakan oleh masyarakat Banjar, lukah tatal ini khusus dipakai untuk menangkap ikan papuyu atau ikan betook dan sepat. Adapun cara penggunaan lukah ini adalah sebagai berikut: sebelum lukah dimasukkan dalam air (sungai, tambak, atau rawa), di dalam lukah tersebut simasukan beberapa biji siput sawah yang besar yang kulitnya telah dipecah-pecah sebagai umpannya. Lubang belakangnya ditutup dengan ruas bambu atau tempurung. Pada saat lukah dimasukkan dalam permukaan hidup. Biasanya lukah dipasang berlawanan dengan arus air, sehingga bau siput yang dipecah itutercium oleh ikan-ikan, dan merangsang ikan-ikan itu untuk mencari sumber bau tersebut.

 

Biasanya lukah dipasang pada sore atau malam hari, dan pada pagi harinya, lukah-lukah itu diangkat ke permukaan untuk diperiksa ada ikan yang terperangkap atau tidak.Lukah-lukah itu diambil dan pada sore harinya dipasang umpan lagi dan dimasukkan ke air lagi untuk mencari ikan sebagai penghidupan mereka.

 

Selain di masyarakat  Banjar  Lukah Gilo cukup populer di Rkan Hulu khususnya di SUku Bonai,  Lukah Gilo merupakan kesenian tradisional yang sering dimainkan oleh rakyat dalam berbagai upacara, baik upacara adat maupun acara-acara lainnya. Kesenian ini mirip dengan Jailangkung yang dikendalikan oleh seorang pawang.  Lukah berarti alat tangkap ikan yang terbuat dari anyaman rotan dan Gilo berarti gila. Sebelum Lukah Gilo dimainkan, ada beberapa tahapan proses pembuatan yang perlu dilakukan hingga Lukah siap dimainkan. Lukah Gilo merupakan ekspresi dari hubungan atau komunikasi antara manusia (bomo) dan kawan-kawannya dengan makhluk gaib untuk masuk ke dalam Lukah, dengan berbagai tujuan keperluan budaya. Bagi suku Bonai, mahkluk halus yang masuk kedalam Lukah tersebut dikategorikan sebagai jin. Beberapa tahapan ritual yang harus dilakukan oleh sang bomo dan orang-orang yang terlibat dalam permainan ini, supaya lukah dipertunjukkan dapat berjalan lancar berikut tahapan pertunjukan lukah gilo ialah:

  1. Merokok. Bertujuan untuk mengumpulkan energi, menenangkan diri, dan berkonsentrasi;
  2. Makan. Bomo dan asisten bomo nmembawa bekal nasi dan lauk-pauk yang mereka masak sendiri dari rumah ketempat pertunjukan;
  3. Minum. Untuk melepas dahaga dan mengumpulkan energi;
  4. Membuka tutup lukah. Merupakan tahapan pertunjukan dimulai. Kain hitam penutup lukah dibuka oleh bomo utama. Bomo memanggil dua orang asistennya untuk memegang lukah, dan lukah pun kembali ditutup dengan menggunakan kain hitam oleh bomo sambil berkata kepada penonton;
  5. Mengambil mayang pinang dan memulai pertunjukan. Tahap ketika bomo duduk dihadapan lukah yang akan siap dimainkan sambil berkata kepada dua asistennya, "Dah siap ompun beduo?", yang artinya, "Apakah sudah siap kamu berdua?" (untuk melakukan lukah gilo sebagai tanda permainan dimulai);
  6. Membaca mantra perlahan dan cepat. Setelah semua lengkap dan bomo mulai menggoyang-goyangkan mayang pinang ke arah kiri dan kanan sambil membaca mantra lukah gilo;
  7. Lukah bergerak dan menggila, asisten bomo yang memegang lukah pun ikut bergerak ke manapun arah lukah digerakkan oleh bomo utama;
  8. Meniup lukah agar lukah berhenti bergerak;
  9. Lukah berhenti bergerak;
  10. Menyerahkan lukah kepada penyelenggara;
  11. Minum setelah pertunjukan


    Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Ghatib Beghanyut menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800637

     

    (Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 119)  

0 komentar: