Silat
Perisai adalah sebuah seni pertunjukan dari seni pencak Silat.
Silat Perisai dimainkan oleh
sepasang atau beberapa pasang pemuda
dan pemudi
sebagai pertunjukan
seni tradisional guna menyambut kedatangan tamu pejabat daerah pada sebuah upacara pembukaan seni tradisi seperti, Pekan Budaya Daerah, Pekan Olahraga Tradisional, Upacara Balimau Kasai, pembukaan MTQ dll.
Kelompok Silat Perisai ini tampil dengan iringan musik
Calempong Oguong
yang dimainkan oleh lima orang. Busana pesilat berwarna hitam berikat kepala dengan properti sebilah pedang dan
sebuah perisai. Pedang dan perisai terbuat dari kayu.
Keberadaan Silat Perisai
dimulai pada masa Wilayah
Negeri Kampar
dulunya
sebelum
kemerdekaan
RI pernah mempunyai
sistem pemerintahan
Andiko dimana yang berkuasa adalah Pucuk Adat yang disebut Ninik Mamak. Ninik Mamak menaungi masyarakat yang disebut anak Kemenakan dan Urang
Sumondo.
Setiap
kelompok
masyarakat yang terdiri dari Anak Kemenakan dan
Urang Sumondo disebut pasukuan. Setiap pasukuan memiliki dubalang/pendekar Silat Perisai. Pada masa itu yang berlaku hukum adat. Bila terjadi silang sengketa antara pasukuan misalnya tentang wilayah hutan tanah, menurut hukum adat diputuskan untuk menentukan
siapa yang
berhak
mengadu dua orang dubalang/pendekar dari dua suku
yang bersengketa itu di gelanggang silat. Masing-masing
dubalang memakai busana teluk belanga lengan pendek, kain sesamping dan ikat kepala, bersenjata sebilah pedang si tangan kanan dan sebuah perisai di tangan kiri. Dengan
diberi aba-aba oleh dubalang
pucuk adat pertarungan
dimulai. Bila salah
seorang dubalang itu sudah terdesak
dan tak mampu
lagi bertahan sehingga mungkin akan terluka/terbunuh,
isteri dubalang dimaksud akan masuk
ke gelanggang
(sebagai wasit) segera menghentikan pertarungan itu
dengan sebuah isyarat yang menyatakan pada hadirin bahwa pendekar (suaminya) telah mengaku kalah.
Dengan itu Pucuk
Lembaga Adat akan mengumumkan pasukan yang menang.
Pada
Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan telah menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya
Tak Benda Indonesia dan Silat Perisai menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201700475.
(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 84)
Suku
Sakai merupakan salah satu masyarakat adat yang ada di Provinsi Riau,
kini wilayah penyebaran mereka terletak di Kabupaten Bengkalis dan
Kabupaten Siak. Salah satu kesenian yang hidup dan berkembang pada
masyarakat suku Sakai ini adalah Tari Poang yang diyakini sudah ada
sejak zaman nenek moyang mereka dahulu.
Masyarakat
adat atau suku asli asli di Riau yang salah satunya ialah Sakai
memiliki tradisi yang berupa pertunjukan yaitu tari Poang. Tradisi Poang
ini sudah begitu lekat pada suku sakai yang berada dan bermukim di
beberapa tempat yang ada. Tradisi ini sangat unik, meskipun merupakan
praktek berperang, namun hanya disimbolkan saja. Dan hal ini telah ada
sejak sakai menyadari bahwa hidup dan cara mereka bertahan harus
memiliki kemampuan untuk berperang, baik lahiriah maupun batiniah.
Keberadaan Tari tradisi Poang yang menjadi bagian dari masyarakat suku
Sakai di desa Kesumbo Ampai Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis sudah
ada sejak zaman nenek moyang mereka. Tari Poang ini dipertunjukkan pada
saat acara penyambutan kepala suku adat ketika datang meninjau desa
Kesumbo Ampai. Pelaku dari Tari Poang seperti yang terdapat di Desa
Kesumbo Ampai, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis Riau misalnya
dimainkan oleh pelaku-pelaku yang memiliki usia dia atas lima puluhan
tahun. Salah seorang pelaku tersebut adalah Ridwan yang diakuinya
didasarkan secara turun temurun.
Kemudian pada masyarakat suku
Sakai yang juga terdapat di desa mandiangin Kabupaten Siak, Tari Poang
berfungsi untuk bela diri dan dilakukan untuk menghadapi/melawan musuh
berupa manusia, hewan, dan makhluk gaib yang tidak tampak.
Pelaksanaannya dapat seiring dengan dikei atau badewo saat mengobati
orang sakit.
Tarian
ini adalah simbolik dari orang Sakai menyelamatkan diri dari
marabahaya: antara manusia dengan manusia, manusia dengan hewan. Tari
poang bisa menggunakan senjata maupun tanpa senjata, adapun senjata
(properti) yang digunakan adalah:
Poang
ini ditarikan oleh 6 orang laki-laki atau lebih di tanah lapang atau
halaman. Adapun pakaian, gerak, musik, dan panggungnya adalah sebagai
berikut:
a.Rias busana
Tari
Poang merupakan salah satu seni tradisional masyarakat adat suku Sakai
yang tidak memiliki kebakuan dalam rias. Sementara busana dari
penampilan Tari Poang ini menggunakan baju Teluk Belange warna hitam,
putih dan merah serta menggunakan ikat kepala yang terbuat dari kain
sesuai dengan warna kostum yang digunakan.
b.Tata gerak
Tata
gerak dalam Tari Poang terdiri dari enam ragam, yakni ragam
hentak-hentak kaki, berputar di tempat, berputar pindah posisi, memberi
salam, menjaga kekompakkan, dan menyerang. Adapun penjelasannya sebagai
berikut:
a.Ragam hentak-hentak kaki
Pada
raga mini penari melakukan gerak hentak-hentak kaki maju ke depan
berbaris dua berbanjar sambil kedua tangan mereka diturunnaikkan ke atas
dan ke bawah serta memegang keris pada tangan sebelah kanan. Pada gerak
ini penari sudah berada di panggung.
b.Berputar di tempat
Pada
ragam ini penari melakukan gerak berputar di tempat, dimana penari yang
berada di sebelah kanan berputar ke arah kanan belakang.
c.Berputar pindah
Pada
raga mini penari melakukan gerak berputar pindah posisi dimana penari
yang berada di sebelah kiri pindah ke kanan dan yang kanan pindah ke
kiri.
d.Memberi salam
Pada raga mini penari melakukan gerak memberi salam sambil bertepuk tangan dan memegang keris yang mereka bawa.
e.Menjaga kekompakkan
Pada
ragam ini penari melakukan gerakkan menjaga kekompakkan antara penari
satu dengan penari yang lainnya dalam mempersiapkan menyerang. Dalam
gerakkan ini penari juga menggerakkan keris yang mereka bawa ke samping
kiri dan ke kanan.
f.Menyerang
Pada ragam ini penari melakukan gerak menyerang dengan melakukan gerakkan hentak-hentak kaki ke depan yang lebih cepat.
c.Iringan musik
Iringan
musik Tari Poang menggunakan alat musik Gondang Bebano, yakni alat
musik perkusi yang terbuat dari kayu dan kulit sapi. Alat musik Gondang
Bebano dimainkan dengan cara dipukul menggunakan kedua tangan. Alat
musik lainnya yang digunakan adalah Celempong Kayu Tembaga. ALat musik
ini memiliki suara nada yang berbeda yang tersusun menjadi enam bagian.
Jika Gendang Bebano sebagai pengiring tempo, Celempong Kayu Tembaga
digunakan untuk ragam tingkah nada.
d.Panggung
Panggung
yang digunakan dalam pertunjukan Tari Poang bukanlah kebakuan panggung
pertunjukan. Dikarenakan keberadaan Tari Poang untuk menyambut
kedatangan tamu, tari ini dilakukan di laman terbuka dengan penonton
dapat melihat dari sudut pandang mana saja.
Pada
Tahun 2020 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan telah menetapkan 153 karya budaya sebagai Warisan Budaya
Tak Benda Indonesia dan Tari Poang menjadi salah satu dari Warisan BudayaTak Benda dengan Nomor Registrasi 202001115.
Seperti Apa Tari Poang dari Suku Sakai ini ? Jawabannya ada pada video berikut
Sumber : (https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=2025)
Dahulunya di Ulak Patian Rokan Hulu Infrastruktur Kesehatan jauh dari kata layak,mereka tidak mengenal Medis, tidak mengenal Dokter, Puskesmas, mantri, bidan ataupun yang lainnya.
Jika ada yang sakit maka diobati dengan ritual Tarian yang diiringi dengan musik dan pembacaan mantra, Tarian tersebut adalah Tari Burung Kwayang. Berbagai penyakit disembuhkan dengan pengobatan
tradisional dengan mengundang jin-jin, ritual pengobatan ini
dipimpin oleh Bomo yang dalam tarian itu disebut Dondayang. Dalam istilah
keseharian yang sakit selalu disebut dengan anak cucu Datuk Said
Panjang jangguik dan Uak paneh Sopotang. Begitulah mereka mengakui bahwa
mereka adalah keturunan datuk tersebut, dan masih berharap dengan
perlindungan dari makhluk halus ini.
salah seorang penari burung kwayang dari
Bonai, Rokan Hulu mengatakan, tari burung kwayang adalah sebuah ritual
pengobatan yang biasa dilakukan oleh masyarakat adat bonai. Tari burung
kwayang dibawakan oleh seorang bomo atau dukun yang bertindak sebagai
dondayang atau perantara dengan makhluk halus, yang disebut dengan deo.
Di samping itu, penari penari yang disebut sebagai pomantan, yang
dirasuki oleh para deo, dipanggil oleh sang dukun. "Sebelum pengobatan ini dimulai, disiapkan sejumlah makanan
tradisional, berbagai ramuan obat, air bunga, kemeyan, jeruk purut, dan
lainnya. Ritual dimulai dengan pembacaan mantera oleh bomo untuk
memanggil makhluk halus atau deo, yang dimasukkan ke tubuh pomanten
Setelah deo masuk ke tubuh pomaten, terjadi
dialog yang membicarakan maksud penggilan deo tersebut. Pasien yang
diletakkan di tengah-tengah dubalangpun mulai diobati oleh makhluk
halus. Sedangkan bomo kembali membaca mantera untuk memanggil delapan
deo lagi yang dimasukkan ke tubuh pomanen dengan menyebutkan namanya,
yaitu Rajo Anak Tangah Koto, Anak Rajo Pulau Pinang, Dayang Limun,
Dayang Mak Inai, Olah Kisumbo, Buaya Gilo, Burung Kwuayan, dan Kudo
Lambung. Para pomaten yang sudah dirasuki oleh roh para deo tersebut menari
berputar-putardiiringi oleh music tradisionalyang terdengar magis.
Pengobatan sesi pertama selesai, dan bomo membaca mantera untuk
mengeluarkan para deo dari tubuh pomanten. Tapi pada sesi berikutnya,
bomo kembali memanggil deo-deo yang lain, yakni, deo Uda Balai, Mak Ino
Kuning Tanah Dareh, Anak Rajo Jopun, Anak Rajo Lelo Mongok, dan Kumbang
Sulendang. Pasien kembali diobati oleh para deo tersebut dengan iringan
musik tradisional hingga pengobatan selesai, dan bomo membaca mantera
untuk mengusir para makhluk halus.
Pada
Tahun 2019 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan telah menetapkan 267 karya budaya sebagai Warisan Budaya
Tak Benda Indonesia dan Tari Burung Kwayang menjadi salah satu dari Warisan BudayaTak Benda dengan Nomor Registrasi 201900838.
Bila mendengar kata Silat yang terpintas bagi kita di Riau adalah Silat Pangean, dternyata di Riau tidak hanya ada Silat Pangean tetapi juga terdapat jenis Silat lainnya. Salah satu jenis Silat tersebut adalah Silat Tiga Bulan yang berasal dari Rokan Hulu atau dengan bahasa Lokal Rokan biasa disebut Silek Tigo Bulan.
Pada
Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan telah menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya
Tak Benda Indonesia dan Belian menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800633.
Salah satu jenis Silat Melayu Sungai Rokan yang paling terkenal adalah
silat tiga bulan. Jenis silat ini kemudian hari dibagi menjadi dua yaitu
sendeng dan tondan.
Gelanggang yang mengutamakan pelajaran dan latihan
gerak ketangkasan disebut tondan. Sedangkan gelanggang yang lebih
mengutamakan ketahanan fisik disebut sendeng. Kebanyakan orang lebih
suka belajar tondan terlebih dahulu baru kemudian belajar sendeng.
Selain silat yang tersebut di atas masih ada istilah silek rimau (silat
harimau), silek boruk (silat beruk), silek ula (silat ular), yang muncul
karena perilaku pendekar itu seperti harimau, beruk atau ular. Inti
pelajaran silat adalah memahirkan penggunaan nur (cahaya). Cahaya itu
terbagi tiga, dua di antaranya mempunyai warna khas, dan satu lagi tidak
dapat diwujudkan. Ketiga jenis cahaya itu berubah-ubah warnanya.
Selama
tiga bulan itulah murid mompolasinkan (memahirkan) penggunaan cahaya
tersebut dalam gerak silat. Untuk menamatkan pelajaran silat ini
diperlukan waktu selama tiga bulan belajar silat gerak di tanah,
ditambah 10 hari untuk menamatkan (kaji batin). hitungan 10 hari adalah
kaji di rumah berupa; tujuh hari belajar kaji batin, sehari kaji duduk
(silat dalam posisi duduk), sehari kaji togak (silat dalam posisi
berdiri), dan sehari hari kaji guliang (silat dalam posisi guling). Kaji
guling ini dilakukan dengan mandi berlimau terlebih dulu, kemudian guru
menggulingkan muridnya. Dalam keadaan guling tersebut murid diserang
dengan tikaman pisau belati. Murid yang guling tadi pasti dapat
menghindar karena telah josom. Ujian silat yang terakhir adalah dua
orang yang berada dalam satu kain sarung dibekali pisau belati sebilah
seorang kemudian mereka saling tikam-menikam.
Jumlah bilangan hari yang
dilalui hingga tamat belajar silat tiga bulan ini adalah 100 hari. Silat
tondan biasanya lebih dahulu mempelajari silat batin barulah kemudian
belajar silat gerak. Kaji di rumah dilalui selama 21 hari. Dalam rentang
21 hari tersebut sebenarnya hanya perlu 7 hari saja. Bilangan 7 hari
itu untuk memberi tenggang waktu sebab di antara murid-murid tidak akan
sama daya tangkap dan kemampuannya. Kaji di tanah dilakukan selama 21
hari, jumlah masa belajar silat tondan ini 70 hari.
Tondan mengutamakan
keahlian, kecepatan dan ketepatan gerak silat, sehingga perlu kecerdasan
memahami gerak. Keputusan tondan dan sendeng adalah moilak (mengelak)
dan lak, disamakan dengan la (tidak, Arab), apabila ?lah dapek lak mako
non tido kan konai kecuali datang molaikat maut? (kalau sudah mendapat
keputusan lak maka tidak akan kena kecuali maut). Pendekar bertarung
dengan memperhatikan tanda-tanda atau kotipanan yaitu ?apobilo lai
nampak non kan di colo, mako indo kan mati indo kan luko? (apabila masih
tampak tanda-tanda, maka tidak akan mati dan tidak akan luka) Sementara
itu belajar silat sendeng biasa memakan waktu berbulan-bulan, berupa
latihan tenaga dan kekuatan fisik. Pendekar sendeng berciri-ciri kuat
dan tahan terhadap serangan.
Sumber
Rudianto (Pegawai Bank Riau Kepri Capem Dalu-Dalu)
Berikut Video Singkat Gerakan dari Silek Tigo Bulan
Koba merupakan salah satu tradisi lisan masyarakat Melayu yang tinggal
di daerah pesisir Sungai Rokan (sekarang menjadi Rokan Hulu dan Rokan
Hilir) serta di daerah Mandau (sekarang masuk daerah Bengkalis). Koba
disampaikan dengan gaya bernyanyi, baik oleh laki-laki maupun perempuan.
Orang yang menyanyikan koba disebut tukang koba. Koba di daerah Sungai
Rokan menggunakan bahasa logat Rokan, sementara yang di daerah Mandau
menggunakan logat sakai. Pertunjukan koba biasanya dilakukan di
acara-acara perhelatan kampung seperti pernikahan, khitan dan
sebagainya. Penyampaian koba oleh tukang koba dapat menggunakan music
maupun tidak. Bagi yang menggunakan musik, alat musik yang digunakan
biasanya menggunakan babano atau rebana dan gendang.
Koba dalam Bahasa Rokan berarti Kabar sedangkan Bakoba berarti Memberikan Kabar, Koba ataupun Bakoba berisi nasihat kehidupan, cerita alam, hewan,
makhluk halus, manusia, dewa, kayangan,
kecantikan, ketampanan, kegagahan dan kadang diselingi dengan
kisah-kisah lucu dan mengandung unsur edukasi dan nilai sejarah dan juga keagamaan.
Di Rokan Hulu, di Pasir Pengaraian , Kecamatan Tambusai, Rambah serta daerah lainnya KOBA ataupun BAKOBA dijadikan sebuah tontonan ataupun pertunjukan dalan sebuah acara Pernikahan, Koba dibacakan di malam hari baghda Isya dan pembacaanya dilakukan selama beberapa malam dengan cerita bersambung, dan ritual tersebut diawali dengan mensucikan diri atau mengambil wudhu oleh Tukang Koba kemudian tukang koba akan makan sirih lalu ia
membacakan pantun singkat tentang proses perjalanannya hingga sampai ke
tempat berkoba, dengan menyampaikan ungkapan terimakasih kepada
Tuan Rumah yang memiliki hajat.
Beberapa waktu lalu kami (riaudailyphoto) berbincang dengan Pak Taslim yang didaulat menjadi Maestro Koba oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menurut Penuturan Pak Taslim yang bergelar Datuk Mogek Intan, Koba merupakan salah satu sastra Lisan yang ada di Rokan Hulu yang terancam punah, di usianya yang senja Pak Taslim cukup risau karena hingga saat ini belum banyak penerusnya yang mampu menjadi Peng-Koba.
Cerita-cerita yang disajikan tukang koba, umumnya adalah pengembaraan
tokoh atau pahlawan-pahlawan rekaan lokal, dengan bentang-ruang
horisontal yang terbatas pada selat-selat, teluk, tanjung,
sungai-sungai, dan daratan pesisir. Sedangkan bentang-ruang vertikalnya
mencakup bumi hingga kayangan. Sebagian kecil dari korpus cerita koba
dianggap sakral, karena menceritakan tokoh yang dikeramatkan oleh tukang
koba. Untuk cerita yang demikian, penceritaannya tidak memerlukan
perlakuan khusus. Namun saat menamatkannya, tukang koba melakukan ritual
tertentu, dengan berdoa dan menyembelih ayam atau kambing pada petang
sebelum cerita itu ditamatkan. Orang yang punya hajat juga harus
menyediakan seperangkat persembahan kepada tukang koba, yang terdiri
dari pisau belati, sekabung kain putih, dan limau purut.
Koba-koba yang terkenal misalnya Koba Panglimo Awang, Koba Gadih Mudo Cik Nginam, Koba Panglimo Dalong, dan Koba Dang Tuanku.
Sumber :
Wawancara Langsung Dengan Pak Taslim
Menonton Langsung Pertunjukan Koba di Lancang Kuning Art Festival dan di Acara Pernikahan di Tambusai
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/koba/
Penasaran apa itu Koba, bisa menyaksikan di video berikut :
Pada
Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan telah menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya
Tak Benda Indonesia dan Onduo menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda tersebut dengan Nomor Registrasi 201700483.
Onduo merupakan Lagu Pengantar Tidur anak anak Rokan Hulu, dulunya Para Orang Tua di Rokan belum menenal Lagu Nina Bobok, mereka menidurkan anak dengan Onduo, Masyarakat Rokan menyebut Onduo dengan lagu buai anak atau timang anak.
Anak yang dibuai dinyanyikan Onduo dengan irama yang syahdu membuat anak - anak kecil tertidur dengan cepat dan pulas, Onduo memiliki banyak filosofi dan syairnya berisikan nasehat, tunjuk ajar, kerinduan ,kasih sayang, serta harapan dan doa orang tua kepada anaknya kelak. Dalam perkembangannya Onduo ditampilkan dalam acara mencukur rambut bayi , turun mandi, akikah, atau sebelum anak menika. Onduo berisi nasihat yang mengajarkan berbagai nilai kepada anak,seperti nilai nilai keagamaan yang terdapat dalam syair Onduo yakni perintah salat dan puasa
Contoh Syair Onduo : La ela
hailla lo buyung/Tiduo tiduo lo sayang/Kayula morang la telinduong
bulan/Simpa jo dahan diguyang gompo/Tiapla tahun Nobi beposan/Suruah
sumayang dengan puaso/Kalau mongaji momuji Allah/bersembahyang mongampun
duso Modernisasi menggerus keberadaan Onduo, kini Emak Emak (Ibu) membuaikan anaknya dengan lagu - lagu anak melalui smartphone dengan mendengarkan lagu yang ada di Youtube, beberapa waktu lalu Balai Bahasa Riau menyelenggarakan Kegiatan Revitalisasi Tradisi Onduo dan kegiatan Ini diikuti oleh Murid dan Guru SMP di Kabupaten Rokan Hulu dengan Tujuan Onduo dapat terjaga hingga ke generasi mendatang.
Zapin Meskom merupakan Tari Zapin yang berada di kampung zapin yang
terletak di Desa Meskom, Bengkalis. Tarian ini sudah mendapat pengakuan
mata budaya Indonesia, yakni dengan meraih sertifikat Warisan Budaya Tak
Benda Indonesia pada 2017 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) dengan Nomor Registrasi 201700477.
Sedangkan sebutan Kampung Zapin sendiri
diberikan oleh Dinas Penanaman Modal Provinsi Riau dan kemudian
dibangunlah Tugu Selamat Datang di Dusun Simpang Merpati, Desa Meskom
sebagai penanda keberadaan Kampung Zapin . Di Desa Meskom terdapat beberapa Sanggar Tari yang hingga kini masih melestarikan Zapin dan Sanggar inilah yang menjadi Nadi Kelestarian Zapin.
Sastrawan Riau Jefri Al Malay menyebut dulu zapin hanya dimainkan di
ceruk-ceruk kampung. Di bawah pohon rambai dan halaman rumah-rumah
penduduk Kampung Meskom, Kabupaten Bengkalis. Saat itu, zapin belum
menjadi karya yang ramai dibicarakan, di serata negeri. Lalu, siapa yang
menyangka, hari ini, Zapin Meskom kerap ditampilkan diberbagai
perhelatan seni. Bahkan telah pula dipelajari banyak pihak, baik
komunitas seni, maupun kampus seni.
Zapin
adalah khazanah tarian rumpun Melayu yang menghibur sekaligus sarat
pesan agama dan pendidikan. Tari ini memiliki kaidah dan aturan yang
tidak boleh diubah namun dari masa ke masa namun keindahannya tak lekang
begitu saja. Nikmati dendang musik dan syairnya yang legit.
Tari
zapin dikembangkan berdasarkan unsur sosial masyarakat dengan ungkapan
ekspresi dan wajah batiniahnya. Tarian ini lahir di lingkungan
masyarakat Melayu Riau yang sarat dengan berbagai tata nilai. Tarian
indah dengan kekayaan ragam gerak ini awalnya lahir dari bentuk
permainan menggunakan kaki yang dimainkan laki-laki bangsa Arab dan
Persia. Dalam bahasa Arab, zapin disebut sebagai al raqh wal zafn. Tari Zapin berkembang di Nusantara bersamaan dengan penyebaran agama Islam yang dibawa pedagang Arab dari Hadramaut.
Zapin
mempertontonkan gerak kaki cepat mengikuti hentakan pukulan pada
gendang kecil yang disebut marwas. Harmoni ritmik instrumennya semakin
merdu dengan alat musik petik gambus. Karena mendapat pengaruh dari
Arab, tarian ini memang terasa bersifat edukatif tanpa menghilangkan
sisi hiburan. Ada sisipan pesan agama dalam syair lagunya. Biasanya
dalam tariannya dikisahkan keseharian hidup masyarakat melayu seperti
gerak meniti batang, pinang kotai, pusar belanak dan lainnya. Anda akan
melihat gerak pembuka tariannya berupa gerak membentuk huruf alif (huruf
bahasa Arab) yang melambangkan keagungan Tuhan.
Di Bengkalis dikembangkan lebih lanjut oleh Abdullah Noer asal Deli
Medan sekitar tahun 1930-an yang sekaligus merupakan guru dari Muhammad
Yazid bin Tomel asal Desa Meskom, Bengkalis sehingga Zapin ini lebih
dikenal sebagai Zapin Meskom. Muhammad Yazid sebagai tokoh Zapin Meskom
tak henti-hentinya terus berkarya dengan Zapin Meskom. Desa Meskom kini
dijuluki Desa Zapin.
Yazid pandai berzapin dari ayahnya, Tomel dan dilanjutkan dengan
berguru kepada Abdullah Noer, Ares dan Cik Muhammad sekitar pertengahan
tahun 1930-an. Belajar secara sembunyi-sembunyi karena Belanda melarang
masyarakat untuk berkumpul atau berkerumun yang dicurigai akan memicu
perlawanan terhadap Belanda. Yazid berkumpul dengan gurunya di kebun
untuk belajar menari Zapin satu atau dua ragam gerak tari.
Sekitar 1950-an, Yazid makin dikenal di Bengkalis bersama penari
lainnya seperti Hasan, Harun, M. Yusuf, Hasan Matero dan M. Ali. Mereka
keluar masuk kampung menari Zapin untuk meramaikan berbagai hajatan
rakyat. Untuk mengembangkan Zapin Meskom, maka Yazid pada tahun 1998
mendirikan Sanggar Yarnubih yang merupakan singkatan dari nama Yazid,
Nur dan Ebih. Melalui sanggar ini Yazid telah berzapin di Riau, Medan,
Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Johor serta Melaka.
Sumber : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/tari-zapin-meskom-bengkalis-yang-makin-mendunia https://www.indonesia.travel Tari Zapin : Khazanah Tarian Rumpun Melayu
Cegak merupakan tarian tradisi pengobatan suku Bonai di Rokan Hulu.
Penari cegak berpakakan daun pisang yang sudah kering dan muka mereka
ditutup dengan kulit kayu, tarian ini diiringi musik bebano dan
pembacaan mantra dan syair.
Cegak artinya sembuh. Tari Cegak merupakan representasi dari kisah
tragedi lima orang masyarakat Suku Bonai dalam menuntut ilmu kebatinan.
Asal mula tarian ini dimulai oleh lima orang pemuda Suku Bonai yang
sedang mempelajari ilmu kebatinan. Karena mendapat perlawanan dari para
penguasa, mereka melarikan diri dan mendapati jalan buntu sehingga
mereka bersembunyi di kebun pisang, kemudian memakai ilmu kebatinan yang
baru dipelajari dengan cara menghilang dan menyerupai manusia dengan berpakaian daun pisang.
Meskipun berhasil, akan tetapi mereka tidak bisa merubah wujud mereka
kembali ke wujud asal.
Randai Kuantan Singingi merupakan sebuah kesenian unik yang memperlihatkan berbagai cerita rakyat, yang dibawakan dalam sebuah pertunjukan teater seni tradisional. Kesenian ini dimainkan oleh sekelompok orang yang berjumlah sekitar 15 hingga 30 orang dalam sekali pementasan. Terdapat beberapa peran penting, seperti tokoh cerita serta peran pendukung lainnya, dalam pertunjukan kesenian yang juga dimainkan oleh mayoritas anak muda yang juga sering disebut dengan nama Randai Bujang Gadi.
Kesenian ini identik dengan berbagai tingkah serta atraksi dari para pemain yang mampu mengundang gelak tawa dari para peonton yang menyaksikannya. Hal ini dikarenakan terdapat berbagai lawakan-lawakan khas dan juga unik, yang pastinya akan menjadi sajian untuk kita nikmati dalam pertunjukan kesenian Randai Kuantan. Salah satu daya tarik yang mampu mengundang kelucuan dalam kesenian ini adalah tokoh yang diperankan oleh laki-laki yang berperan sebagai wanita, dan begitu juga sebaliknya para pemain wanita yang memerankan diri menjadi laki-laki.
Selain di Kuantan Singingi , Randai juga ada di Sumatra barat ,jika di Sumatra Barat tarian randai dikombinasikan dengan Gerakan Silat. Menurut Budayawan Riau asal Kuantan Singingi UU Hamidy, bahwa Randai di daerah Kuansing, erat hubungannya dengan kedatangan perantau-perantau Minang. Randai mulai dikenal di perkampungan sepanjang sungai kuantan Indragiri Riau, kira-kira tahun 1937. Ketika itu keadaan ekonomi rakyat didaerah itu cukup baik. Harga getah cukup mahal, lagipula banyak petani atau peladang getah yang diberi subsidi oleh Belanda. Ekonomi yang baik ini telah mendorong datangnya perantau-perantau Minangkabau ke Kuantan Singingi. Pertunjukan Randai menjadi spesial bagi Orang Kuantan Singingi, terutama bagi perantauan asal kuantan Singingi, perantauan Asal Kuantan Singingi melestarikan Randai ini di tempat ia tinggal dengan rutin menggelar pertunjukan Randai dan mereka akan mengundang sesama Perantauan Asal Kuansing untuk menyaksikan Randai. Perantauan Asal kuansing akan mengadakan Randai jika melangsungkan pernikahan, acara khitanan, syukuran kelahiran anak, Khatam Quran dan acara lainnya.
Pertunjukan Seni Randai menampilkan cerita yang disajikan dalam Dialog dan diiringi oleh Musik Calempong sambil berjoget dengan membentuk lingkaran, para penari atau Anak Randai dengan semangat berjoget sambil berjalanan dan berkeliling membentuk lingkaran dan Induk Randai bercerita dan memimpin Jalannya Randai dan Para Penonton akan terbahak ketawa mendengar Dialog Induk randai dan Anak Randai dan tentunya Penampilan Anak Randai Laki Laki yang menjadi Wanita dengan berpakaian Wanita dan juga Bando di kepala akan menjadi menarik perhatian penonto. Kacamata dan Syal serta peluit menjadi perlengkapan wajib dalam kesenian Randai, Anak Randai berjoget mengelilingi lingkaran sambil meniup peluit dengan membentuk irama tertentu dan menyatu dengan hentakan kaki.
Kini Dokumentasi Kesenian randai banyak dijual dalam Bentuk Kepingan CD baik dalam bentuk MP3 maupun Video, dan CD Randai tersebut menjadi lagu Wajib di Kendaraan Roda Empat bagi Perantauan Asal kuantan Singingi, Syafri Depi Pegawai Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru perantauan Asal Desa Simandolak Benai kuansing menuturkan ia menjadikan Lagu Randai sebagai Nada Dering Handphone, menurutnya Lagu Randai dengan judul Sayang den Du menjadi favorit ia dan Keluarga.
Susunan Acara Penampilan Randai
Pembukaan
Para pemain berbaris dua-dua lalu memasuki arena, diiringi dengan musik
lagu pembuka, misalnya, “Bunga Setangkai”. Barisan ini dipandu
“tukang peluit” yang meniup peluitnya sesuai irama musik. Lalu mereka
berjoget mengelilingi lokasi hingga membentuk lingkaran. Jika lagu telah
selesai, tukang peluit meniup peluitnya sembari memberi kode telah
selesai. Barisan randai yang ada lalu meneriakkan “hep heeep ta”,
kemudian jongkok ataupun duduk dengan posisi melingkar.
Sambutan
Pemandu acara meminta induk randai dan tuan rumah yang memiliki hajatan
untuk menyampaikan kata sambutan. Ia juga meminta ketua randai untuk
menyampaikan petatah petitihnya. Kemudian, para anak randai berdiri dan
berjoget mengelilingi arena, selanjutnya mereka duduk lagi.
Bercerita
Pemandu menyampai isi cerita yang akan dimainkan, lalu anak-anak randai
pun berakting sesuai dengan alur cerita yang disampaikan. Setiap adegan
diawali dengan cerita dari pemandu dan ditutup dengan tarian atau joged.
Istirahat
Setelah sekitar 2 jam, biasanya permainan diistirahatkan. Waktu
istirahat ini biasanya diisi dengan lelang lagu dan joged oleh para
bujang gadih (pemeran laki-laki atas peran perempuan) yang disaksikan
para penonton.
Penutup
Pada saat penutupan, biasanya dinyanyikan lagu “Gelang Sipaku Gelang”.
Para anak randai pun berjoged mengelilingi arena sembari berjalan ke
luar.
Kini Pertunjukan randai bukan hanya sekedar Kesenian tetapi telah menjadi Sebuah Identitas dan Jati Diri bagi Kuantan Singingi.
Pada Tahun
2016 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan telah menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak
Benda Indonesia dan Randai menjadi salah satu dari Warisan Budaya
Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201600309.
Pada pembukaan Festival Pacu Jalur ke-116 pada Tanggal 21 Agustus 2019
Museum Rekor Indonesia (MURI) telah menetapkan Sebuah Rekor Baru dengan Nomor Register : 9124 kepada Kabupaten Kuantan Singingi yang telah mempersembahkan tari randai yang
diikuti oleh 1.574 penari dari seluruh lapisan masyarakat Kabupaten
Kuantan Singingi. Sumber :
Rupat Utara menyimpan kearifan lokal yang unik yang keberadaannya kian tergerus zaman yaitu Zapin Api. Zapin bukanlah hal yang asing bagi kita semua, zapin begitu melekat dengan melayu, namum zapin api adalah sesuatu yang berbeda, zapin ai dimainkan dengan mantra-mantra yang dibacakan oleh seorang khalifah diiringi dengan lantunan musik gambus, marwas dan kompang.
Seorang lelaki tua yang bernama Abdullah bin Husein didaulat menjadi khalifah, diusia senja kakek yang lahir 7hari setelah kemerdekaan RI berupaya menjaga kelestarian zapin api. Awalnya upaya yang dilakukan oleh kakek yang mempunyai 27 cucu dan 3 cicit ini ditentang oleh anakna, kini Umar (40), Azhar (36) dan Montel (33) mendukung upaya yang dilakukan oleh ayah mereka, khusus Umar dan Montel bahkan sudah dikaderkan untuk menjadi penerus dan khalifah dan saat ini mereka bertugas menjadi pengawas api ketika Zapin Api dilakukan.
Keberadaaan zapin api sempat menghilang sekitar 40tahun, dahulunya zapi api adalah hiburan favorit di acara pernikahan, kini keberadaan zapin api kian tersingkirkan dengan hadirnya organ tunggal, band serta orkestra lainnya. Sosok Bapak Edward Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bengkalis yang membuat keberadaan zapin api ini mulai muncul kembali. Edward memberi Khalifah kompang dan memberi spirit agar budaya ini terus dilestarikan, hingga akhirnya di Tahun 2013 zapin api kembali dipertontonkan.
Iringan kompang dan
gambus serta komando dari Khalifah mengawali Zapin Api. Lima orang
laki-laki yang merupakan keponakan dari Khalifah Abdullah berjongkok
mengelilingi kemenyan
sambilmenutup telinga dan berkomat kamit dan khalifah menghampiri mereka
satu persatu sambil membisikkan mantradan doa, dan kelima lelaki
tersebut menghayati lantunan mantra yang dibacakan khalifah dan mereka
akan kehilangan kesadaran lalu menari dengan mengikuti irama dan
seketika mereka bersemangat dan berliuk liuk di bara api.
Sebelum
Zapin Api dimulai, khalifah Abdullah memberitahu kepada penonton,
selama zapin api berlangsung dilarang untuk merokok ataupun memantik api
seperti mancis dan korek api, api dari benda-benda tersebut akan
membuat penari zapin api mengarah kesumber api , selain itu kepada
penonton yang mengenali pemain zapin api dilarang memanggil atau menyapa
mereka.
Khalifah Abdullah sang Komando Zapin Api
Khalifah abdullah merupakan salah satu khalifah Zapin api, khalifah lainnya bernama M. Nur, M.Nur sudah cukup sepuh dan kemungkinan berusia 100tahun lebih, karena M. Nur merupakan teman dari Ayah Abdullah. Ayah dari Khalifah Abdullah merupakan khalifah yang cukup piawai dan cukup dikenal di Bengkalis, dan dari ayahnyalah Abdullah mengenal Zapin Api.
Menutup pembicaraan kami dengan Khalifah Abdullah ia berharap besar kepada Pemerintah untuk dapat membantu menyumbangkan alat musik yang lebih baik lagi terutama dari kualitas suara, maklum saja alat musik yang ia miliki sudah cukup tua.
Pada
Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan telah menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya
Tak Benda Indonesia dan Zapin Api menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201700476.
Zapin
adalah khazanah tarian rumpun Melayu yang menghibur sekaligus sarat
pesan agama dan pendidikan. Tari ini memiliki kaidah dan aturan yang
tidak boleh diubah namun dari masa ke masa namun keindahannya tak lekang
begitu saja. Nikmati dendang musik dan syairnya yang legit.
Tari
zapin dikembangkan berdasarkan unsur sosial masyarakat dengan ungkapan
ekspresi dan wajah batiniahnya. Tarian ini lahir di lingkungan
masyarakat Melayu Riau yang sarat dengan berbagai tata nilai. Tarian
indah dengan kekayaan ragam gerak ini awalnya lahir dari bentuk
permainan menggunakan kaki yang dimainkan laki-laki bangsa Arab dan
Persia. Dalam bahasa Arab, zapin disebut sebagai al raqh wal zafn. Tari Zapin berkembang di Nusantara bersamaan dengan penyebaran agama Islam yang dibawa pedagang Arab dari Hadramaut.