Kesenian Iranon dengan Iringan Musik kelintang merupakan Kesenian masa lalu yang terdapat di Desa Kuala Patah parang Kecamatan Sungai Batang Kabupaten Indragiri Hilir.
Kesenian ini dibawakan oleh Ibu-Ibu, rata-rata mereka berusia lanjut, dan Kesenian ini biasa dilantunkan pada saat acara pernikahan. Kesenian Iranun merupakan kesenian dari Melayu Timur , dan Melayu Timur merupakan Suku Bangsa di Mindanao Filipina Selatan dan kemudian berkembang ke Sabah (malaysia) dan juga Indonesia (Jambi dan Riau)
Kesenian Suku Iranon menggunakan alat musik Agong (gong), Gandang (gendang), Kulintangan/Ghulintangan (Kelintang), Bebendir dan Debak, serama, anduk-anduk dan kudidi (kedidi).
Tradisi
merupakan sebuah kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun
kepada generasi ke generasi yang membuat tradisi tersebut akan selalu ada, tradisi tidak akan
hilang telan bumi, tidak menjadi abu karena terbakar, tidak
akan hanyut karena ombak, dan tak lapuk karena hujan.
Salah satu tradisi yang sampai saat ini masih dipertahankan adalah Menumbai, menumbai adalah Ritual mengambil madu di sebagian besar Wilayah Riau, namun yang terkenal adalah tradisi Menumbai Madu Sialang Petalangan Pelalawan. Menumbai Madu Sialang masyarakat Melayu Petalangan merupakan suatu ritual pengambilan madu lebah yang ada di suatu
pohon besar dan biasanya pohon tersebut adalah pohon Sialang.
Kerajaan Tambusai merupakan salah satu kerajaan Melayu di wilayah Rokan Hulu. Raja-raja Kerajaan Tambusai ini masih memiliki tali persaudaraan dengan Raja-raja dari Kerajaan Rambah, dimana KerajaanTambusai merupakan cikal bakal Kerajaan Rambah.
Secara umum lokasi ini merupakan kompleks pemakaman dari Raja-raja Tambusai. Dari sekian banyaknya makam yang ada di kompleks pemakaman ini, ketokohan yang bisa diketahui oleh masyarakat hanya makam Tengku Kahar gelar T. H.Mohamad Sutan Ningat T. Acman. Oleh karena penamaan kompleks makam ini dinamai Makam Kahar/Raja Tambusai.
Makam ini berada dalam lahan yang merupakan kompleks pemakaman umum. Pemakaman ini hingga sekarang masih difungsikan sebagai pemakaman umum untuk masyarakat sekitar benteng tujuh lapis dan dalu dalu.
Makam ini berbentuk gundukan tanah setinggi kurang lebih 1,5 m. Di gundukan tersebut terdapat 2 makam yaitu makam Raja Kahar dan makam yang belum dapat diketahui dengan pasti keberadaan tokoh yang dimakamkan.
Makam sudah dapat dikatakan sebagai makam Islam, terlihat dari orientasi nisan makam yang sudah menghadap kiblat. Luas gundukan tanah yangmenjadi jirat makam kurang lebih 4 m x 4 m. Sedangkan, ukuran dan makam adalah 2 m x 1,5 m. Nisan makam terbuat dari batu granit berwarna abu-abu kehitaman. Nisan sudah mengalami pengolahan, berjenis nisan tipe Aceh berbentuk seperti “piala” yang menandakan yang dimakamkan berjenis kelamin laki-laki.
Pada nisan bagiankepala terdapat tulisan arab melayu yang bacaannyaKahar, yang berarti penanda bahwa tokoh yangmakamkan adalah bernama Kahar. Dalam data sejarahnama Kahar lebih dikenal Maruhun Qahar yangmerupakan salah satu Raja Kerajaan Tambusai yang di Dalu-Dalu pada abad ke-XVI Masehi.
Makam ini merupakan Salah Satu Cagar Budaya yang ada di Kabupaten Rokan Hulu yang telah mendapat pengakuan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat dengan Nomor Register : 05/BCB-TB/B/05/2007
Sumber Daftar Cagar Budaya Tidak Bergerak Kabupaten Rokan Hulu Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat (Wilayah Kerja Provinsi Sumatera Barat, Riau dan kepulauan Riau)
Koba merupakan salah satu tradisi lisan masyarakat Melayu yang tinggal
di daerah pesisir Sungai Rokan (sekarang menjadi Rokan Hulu dan Rokan
Hilir) serta di daerah Mandau (sekarang masuk daerah Bengkalis). Koba
disampaikan dengan gaya bernyanyi, baik oleh laki-laki maupun perempuan.
Orang yang menyanyikan koba disebut tukang koba. Koba di daerah Sungai
Rokan menggunakan bahasa logat Rokan, sementara yang di daerah Mandau
menggunakan logat sakai. Pertunjukan koba biasanya dilakukan di
acara-acara perhelatan kampung seperti pernikahan, khitan dan
sebagainya. Penyampaian koba oleh tukang koba dapat menggunakan music
maupun tidak. Bagi yang menggunakan musik, alat musik yang digunakan
biasanya menggunakan babano atau rebana dan gendang.
Koba dalam Bahasa Rokan berarti Kabar sedangkan Bakoba berarti Memberikan Kabar, Koba ataupun Bakoba berisi nasihat kehidupan, cerita alam, hewan,
makhluk halus, manusia, dewa, kayangan,
kecantikan, ketampanan, kegagahan dan kadang diselingi dengan
kisah-kisah lucu dan mengandung unsur edukasi dan nilai sejarah dan juga keagamaan.
Di Rokan Hulu, di Pasir Pengaraian , Kecamatan Tambusai, Rambah serta daerah lainnya KOBA ataupun BAKOBA dijadikan sebuah tontonan ataupun pertunjukan dalan sebuah acara Pernikahan, Koba dibacakan di malam hari baghda Isya dan pembacaanya dilakukan selama beberapa malam dengan cerita bersambung, dan ritual tersebut diawali dengan mensucikan diri atau mengambil wudhu oleh Tukang Koba kemudian tukang koba akan makan sirih lalu ia
membacakan pantun singkat tentang proses perjalanannya hingga sampai ke
tempat berkoba, dengan menyampaikan ungkapan terimakasih kepada
Tuan Rumah yang memiliki hajat.
Beberapa waktu lalu kami (riaudailyphoto) berbincang dengan Pak Taslim yang didaulat menjadi Maestro Koba oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menurut Penuturan Pak Taslim yang bergelar Datuk Mogek Intan, Koba merupakan salah satu sastra Lisan yang ada di Rokan Hulu yang terancam punah, di usianya yang senja Pak Taslim cukup risau karena hingga saat ini belum banyak penerusnya yang mampu menjadi Peng-Koba.
Cerita-cerita yang disajikan tukang koba, umumnya adalah pengembaraan
tokoh atau pahlawan-pahlawan rekaan lokal, dengan bentang-ruang
horisontal yang terbatas pada selat-selat, teluk, tanjung,
sungai-sungai, dan daratan pesisir. Sedangkan bentang-ruang vertikalnya
mencakup bumi hingga kayangan. Sebagian kecil dari korpus cerita koba
dianggap sakral, karena menceritakan tokoh yang dikeramatkan oleh tukang
koba. Untuk cerita yang demikian, penceritaannya tidak memerlukan
perlakuan khusus. Namun saat menamatkannya, tukang koba melakukan ritual
tertentu, dengan berdoa dan menyembelih ayam atau kambing pada petang
sebelum cerita itu ditamatkan. Orang yang punya hajat juga harus
menyediakan seperangkat persembahan kepada tukang koba, yang terdiri
dari pisau belati, sekabung kain putih, dan limau purut.
Koba-koba yang terkenal misalnya Koba Panglimo Awang, Koba Gadih Mudo Cik Nginam, Koba Panglimo Dalong, dan Koba Dang Tuanku.
Sumber :
Wawancara Langsung Dengan Pak Taslim
Menonton Langsung Pertunjukan Koba di Lancang Kuning Art Festival dan di Acara Pernikahan di Tambusai
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/koba/
Penasaran apa itu Koba, bisa menyaksikan di video berikut :
Pada
Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan telah menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya
Tak Benda Indonesia dan Onduo menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda tersebut dengan Nomor Registrasi 201700483.
Onduo merupakan Lagu Pengantar Tidur anak anak Rokan Hulu, dulunya Para Orang Tua di Rokan belum menenal Lagu Nina Bobok, mereka menidurkan anak dengan Onduo, Masyarakat Rokan menyebut Onduo dengan lagu buai anak atau timang anak.
Anak yang dibuai dinyanyikan Onduo dengan irama yang syahdu membuat anak - anak kecil tertidur dengan cepat dan pulas, Onduo memiliki banyak filosofi dan syairnya berisikan nasehat, tunjuk ajar, kerinduan ,kasih sayang, serta harapan dan doa orang tua kepada anaknya kelak. Dalam perkembangannya Onduo ditampilkan dalam acara mencukur rambut bayi , turun mandi, akikah, atau sebelum anak menika. Onduo berisi nasihat yang mengajarkan berbagai nilai kepada anak,seperti nilai nilai keagamaan yang terdapat dalam syair Onduo yakni perintah salat dan puasa
Contoh Syair Onduo : La ela
hailla lo buyung/Tiduo tiduo lo sayang/Kayula morang la telinduong
bulan/Simpa jo dahan diguyang gompo/Tiapla tahun Nobi beposan/Suruah
sumayang dengan puaso/Kalau mongaji momuji Allah/bersembahyang mongampun
duso Modernisasi menggerus keberadaan Onduo, kini Emak Emak (Ibu) membuaikan anaknya dengan lagu - lagu anak melalui smartphone dengan mendengarkan lagu yang ada di Youtube, beberapa waktu lalu Balai Bahasa Riau menyelenggarakan Kegiatan Revitalisasi Tradisi Onduo dan kegiatan Ini diikuti oleh Murid dan Guru SMP di Kabupaten Rokan Hulu dengan Tujuan Onduo dapat terjaga hingga ke generasi mendatang.
Malalak merupakan tradisi lisan yang bersajak prosa liris, dan berbahasaMelayu Kampar Kiri, Tradisi atau kebiasaan Malalak sangat berhubungan dengan ungkapan
perasaan atau ungkapan hati seorang penutur Malalak. Malalak itu juga
dapat dikatakan sebuah nyanyian ratapan atau nyanyian kesedihan atau
cetusan perasaan yang menceritakan riwayat hidup seseorang yang telah
meninggal atau seseorang yang dirindukan. Jadi dapat dikatakan Malalak
merupakan ratapan, jerit tangis, atau senandung hati yang diuntai dalam
bentuk kata-kata yang halus dan spontan, sebagai ungkapan perasaan yang
sedih
Malalak merupakan Senandung seorang wanita yangmendapat tekanan batin dari sang kekasih. Isi dan irama malalak lebihcenderung seperti ratapan dan tangisan nasib diri sendiri. Malalakberisikan luapan perasaan, gejolak jiwa dan rindu dendam seorang wanitauntuk kekasih yang telah meninggalkannya.Alat musik yang mengiringi malalak adalah rebab ditampilkan dalamsebuah pertunjukan.
Contoh syair Malalak:Indak dapek dondang di ayu tidak dapat dendang air Dondang di daghek’kan dendang didekatkan dilalukan juo dilewatkan juga Indak dapek di dalam dunio, tidak dapat di dalam dunia Di akhirat kan deyen tuntuik juo diakhirat akan ku tuntut juga Di dalam tanah jasad batamu di dalam tanah jasad bertemu
Penasaran dengan Syair Malalak ? berikut Video Tradisi Lisan Malalak dari Kampar Kiri
Bagi Orang Luar Riau jika mereka sudah Pernah ke Riau, akan melihat sebuah keunikan di sebagian besar Arsitektur di Riau terutama di fasilitas Umum ataupun Kantor Pemerintahan, keunikan tersebut adalah Selembayung, nyaris Setiap Bangunan yang berasitektur Melayu di Riau terdapat Selembayung. Selembayung adalah
hiasan yang terletak bersilangan pada kedua ujung perabung bangunan.
Pada bangunan rumah adat melayu ini setiap pertemuan sudut atap diberi
Selembayung yang bertekat dari ukiran kayu. Selembayung sering disebut
juga “selo bayuang” dan “tanduk buang”.
Hiasan
bersilangan di kedua ujung perabung bangunan ini dalam pandangan adat
Melayu adalah sumber pemancar bagi aura sebuah bangunan. Diletakkan di
bagian paling tinggi atau ‘tajuk rumah’ karena lambang ini sangat tinggi
arti dan nilainya.
Rumah Melayu Riau umumnya berukuran besar berbentuk panggung dan banyak dihiasi beragam bentuk ukiran yang dinamakan ragam hias. Ragam hias ini banyak terdapat pada pintu, jendela, ventilasi sampai ke puncak atap bangunan. Ragam hias yang dipakai pada atap bangunan ini dikenal dengan sebutan Selembayung.
Menurut para Budayawan Melayu Selembayung ini mengandung beberapa makna antara lain:
Tajuk bangunan, menjadi penanda identitas budaya, membangkitkan seri dan cahaya di sebuah bangunan.
Pekasih bangunan, mencerminkan keserasian pada sebuah objek bangunan.
Pasak atap, melambangkan hidup masyarakat Melayu yang tahu diri
Tangga dewa, bagi kalangan Melayu pedalaman selembayung juga
dimaknai sebagai tangga tempat turunnya para dewa, mambang, akuan, soko,
keramat dan membawa keberkahan bagi kehidupan.
Rumah beradat, menunjukkan bangunan bersangkutan didiami oleh
seseorang yang berbangsa, menjadi balai dan tempat orang berpatut-patut.
Tuah rumah, selembayung diharapkan memberi tuah pada pemilik bangunan.
Lambang keperkasaan dan wibawa orang Melayu
Simbol kasih sayang dengan keberagaman.
Motif ukuran Selembayung berupa daun-daunan, bunga, burung dan lain-lain yang melambangkan perwujudan kasih sayang, tahu adat dan tahu diri. Selembayung ini untuk pemakaiannya tidak terbatas hanya pada bangunan rumah, tetapi pada pelaminan-pelaminan Melayu dipakai juga sebagai lambang/hiasan yang menunjukan bahwa pelaminan yang digunakan adalah Adat Melayu Riau.
Seiring waktu Selembayung digunakan dan dipatut patutkan untuk menjadi sebuah identitas Melayu terutama menjadi sebuah Ornamen di Bangunan seperti di Gapura, Fasiltas Olahraga, bahkan konyolnya di Tong Sampah yang akhirnya banyak mendapat kritikan.
Pada Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Selembayung menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda tersebut dengan Nomor Resgistrasi 201700482.
Zapin Meskom merupakan Tari Zapin yang berada di kampung zapin yang
terletak di Desa Meskom, Bengkalis. Tarian ini sudah mendapat pengakuan
mata budaya Indonesia, yakni dengan meraih sertifikat Warisan Budaya Tak
Benda Indonesia pada 2017 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) dengan Nomor Registrasi 201700477.
Sedangkan sebutan Kampung Zapin sendiri
diberikan oleh Dinas Penanaman Modal Provinsi Riau dan kemudian
dibangunlah Tugu Selamat Datang di Dusun Simpang Merpati, Desa Meskom
sebagai penanda keberadaan Kampung Zapin . Di Desa Meskom terdapat beberapa Sanggar Tari yang hingga kini masih melestarikan Zapin dan Sanggar inilah yang menjadi Nadi Kelestarian Zapin.
Sastrawan Riau Jefri Al Malay menyebut dulu zapin hanya dimainkan di
ceruk-ceruk kampung. Di bawah pohon rambai dan halaman rumah-rumah
penduduk Kampung Meskom, Kabupaten Bengkalis. Saat itu, zapin belum
menjadi karya yang ramai dibicarakan, di serata negeri. Lalu, siapa yang
menyangka, hari ini, Zapin Meskom kerap ditampilkan diberbagai
perhelatan seni. Bahkan telah pula dipelajari banyak pihak, baik
komunitas seni, maupun kampus seni.
Zapin
adalah khazanah tarian rumpun Melayu yang menghibur sekaligus sarat
pesan agama dan pendidikan. Tari ini memiliki kaidah dan aturan yang
tidak boleh diubah namun dari masa ke masa namun keindahannya tak lekang
begitu saja. Nikmati dendang musik dan syairnya yang legit.
Tari
zapin dikembangkan berdasarkan unsur sosial masyarakat dengan ungkapan
ekspresi dan wajah batiniahnya. Tarian ini lahir di lingkungan
masyarakat Melayu Riau yang sarat dengan berbagai tata nilai. Tarian
indah dengan kekayaan ragam gerak ini awalnya lahir dari bentuk
permainan menggunakan kaki yang dimainkan laki-laki bangsa Arab dan
Persia. Dalam bahasa Arab, zapin disebut sebagai al raqh wal zafn. Tari Zapin berkembang di Nusantara bersamaan dengan penyebaran agama Islam yang dibawa pedagang Arab dari Hadramaut.
Zapin
mempertontonkan gerak kaki cepat mengikuti hentakan pukulan pada
gendang kecil yang disebut marwas. Harmoni ritmik instrumennya semakin
merdu dengan alat musik petik gambus. Karena mendapat pengaruh dari
Arab, tarian ini memang terasa bersifat edukatif tanpa menghilangkan
sisi hiburan. Ada sisipan pesan agama dalam syair lagunya. Biasanya
dalam tariannya dikisahkan keseharian hidup masyarakat melayu seperti
gerak meniti batang, pinang kotai, pusar belanak dan lainnya. Anda akan
melihat gerak pembuka tariannya berupa gerak membentuk huruf alif (huruf
bahasa Arab) yang melambangkan keagungan Tuhan.
Di Bengkalis dikembangkan lebih lanjut oleh Abdullah Noer asal Deli
Medan sekitar tahun 1930-an yang sekaligus merupakan guru dari Muhammad
Yazid bin Tomel asal Desa Meskom, Bengkalis sehingga Zapin ini lebih
dikenal sebagai Zapin Meskom. Muhammad Yazid sebagai tokoh Zapin Meskom
tak henti-hentinya terus berkarya dengan Zapin Meskom. Desa Meskom kini
dijuluki Desa Zapin.
Yazid pandai berzapin dari ayahnya, Tomel dan dilanjutkan dengan
berguru kepada Abdullah Noer, Ares dan Cik Muhammad sekitar pertengahan
tahun 1930-an. Belajar secara sembunyi-sembunyi karena Belanda melarang
masyarakat untuk berkumpul atau berkerumun yang dicurigai akan memicu
perlawanan terhadap Belanda. Yazid berkumpul dengan gurunya di kebun
untuk belajar menari Zapin satu atau dua ragam gerak tari.
Sekitar 1950-an, Yazid makin dikenal di Bengkalis bersama penari
lainnya seperti Hasan, Harun, M. Yusuf, Hasan Matero dan M. Ali. Mereka
keluar masuk kampung menari Zapin untuk meramaikan berbagai hajatan
rakyat. Untuk mengembangkan Zapin Meskom, maka Yazid pada tahun 1998
mendirikan Sanggar Yarnubih yang merupakan singkatan dari nama Yazid,
Nur dan Ebih. Melalui sanggar ini Yazid telah berzapin di Riau, Medan,
Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Johor serta Melaka.
Sumber : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/tari-zapin-meskom-bengkalis-yang-makin-mendunia https://www.indonesia.travel Tari Zapin : Khazanah Tarian Rumpun Melayu
Cegak merupakan tarian tradisi pengobatan suku Bonai di Rokan Hulu.
Penari cegak berpakakan daun pisang yang sudah kering dan muka mereka
ditutup dengan kulit kayu, tarian ini diiringi musik bebano dan
pembacaan mantra dan syair.
Cegak artinya sembuh. Tari Cegak merupakan representasi dari kisah
tragedi lima orang masyarakat Suku Bonai dalam menuntut ilmu kebatinan.
Asal mula tarian ini dimulai oleh lima orang pemuda Suku Bonai yang
sedang mempelajari ilmu kebatinan. Karena mendapat perlawanan dari para
penguasa, mereka melarikan diri dan mendapati jalan buntu sehingga
mereka bersembunyi di kebun pisang, kemudian memakai ilmu kebatinan yang
baru dipelajari dengan cara menghilang dan menyerupai manusia dengan berpakaian daun pisang.
Meskipun berhasil, akan tetapi mereka tidak bisa merubah wujud mereka
kembali ke wujud asal.
Randai Kuantan Singingi merupakan sebuah kesenian unik yang memperlihatkan berbagai cerita rakyat, yang dibawakan dalam sebuah pertunjukan teater seni tradisional. Kesenian ini dimainkan oleh sekelompok orang yang berjumlah sekitar 15 hingga 30 orang dalam sekali pementasan. Terdapat beberapa peran penting, seperti tokoh cerita serta peran pendukung lainnya, dalam pertunjukan kesenian yang juga dimainkan oleh mayoritas anak muda yang juga sering disebut dengan nama Randai Bujang Gadi.
Kesenian ini identik dengan berbagai tingkah serta atraksi dari para pemain yang mampu mengundang gelak tawa dari para peonton yang menyaksikannya. Hal ini dikarenakan terdapat berbagai lawakan-lawakan khas dan juga unik, yang pastinya akan menjadi sajian untuk kita nikmati dalam pertunjukan kesenian Randai Kuantan. Salah satu daya tarik yang mampu mengundang kelucuan dalam kesenian ini adalah tokoh yang diperankan oleh laki-laki yang berperan sebagai wanita, dan begitu juga sebaliknya para pemain wanita yang memerankan diri menjadi laki-laki.
Selain di Kuantan Singingi , Randai juga ada di Sumatra barat ,jika di Sumatra Barat tarian randai dikombinasikan dengan Gerakan Silat. Menurut Budayawan Riau asal Kuantan Singingi UU Hamidy, bahwa Randai di daerah Kuansing, erat hubungannya dengan kedatangan perantau-perantau Minang. Randai mulai dikenal di perkampungan sepanjang sungai kuantan Indragiri Riau, kira-kira tahun 1937. Ketika itu keadaan ekonomi rakyat didaerah itu cukup baik. Harga getah cukup mahal, lagipula banyak petani atau peladang getah yang diberi subsidi oleh Belanda. Ekonomi yang baik ini telah mendorong datangnya perantau-perantau Minangkabau ke Kuantan Singingi. Pertunjukan Randai menjadi spesial bagi Orang Kuantan Singingi, terutama bagi perantauan asal kuantan Singingi, perantauan Asal Kuantan Singingi melestarikan Randai ini di tempat ia tinggal dengan rutin menggelar pertunjukan Randai dan mereka akan mengundang sesama Perantauan Asal Kuansing untuk menyaksikan Randai. Perantauan Asal kuansing akan mengadakan Randai jika melangsungkan pernikahan, acara khitanan, syukuran kelahiran anak, Khatam Quran dan acara lainnya.
Pertunjukan Seni Randai menampilkan cerita yang disajikan dalam Dialog dan diiringi oleh Musik Calempong sambil berjoget dengan membentuk lingkaran, para penari atau Anak Randai dengan semangat berjoget sambil berjalanan dan berkeliling membentuk lingkaran dan Induk Randai bercerita dan memimpin Jalannya Randai dan Para Penonton akan terbahak ketawa mendengar Dialog Induk randai dan Anak Randai dan tentunya Penampilan Anak Randai Laki Laki yang menjadi Wanita dengan berpakaian Wanita dan juga Bando di kepala akan menjadi menarik perhatian penonto. Kacamata dan Syal serta peluit menjadi perlengkapan wajib dalam kesenian Randai, Anak Randai berjoget mengelilingi lingkaran sambil meniup peluit dengan membentuk irama tertentu dan menyatu dengan hentakan kaki.
Kini Dokumentasi Kesenian randai banyak dijual dalam Bentuk Kepingan CD baik dalam bentuk MP3 maupun Video, dan CD Randai tersebut menjadi lagu Wajib di Kendaraan Roda Empat bagi Perantauan Asal kuantan Singingi, Syafri Depi Pegawai Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru perantauan Asal Desa Simandolak Benai kuansing menuturkan ia menjadikan Lagu Randai sebagai Nada Dering Handphone, menurutnya Lagu Randai dengan judul Sayang den Du menjadi favorit ia dan Keluarga.
Susunan Acara Penampilan Randai
Pembukaan
Para pemain berbaris dua-dua lalu memasuki arena, diiringi dengan musik
lagu pembuka, misalnya, “Bunga Setangkai”. Barisan ini dipandu
“tukang peluit” yang meniup peluitnya sesuai irama musik. Lalu mereka
berjoget mengelilingi lokasi hingga membentuk lingkaran. Jika lagu telah
selesai, tukang peluit meniup peluitnya sembari memberi kode telah
selesai. Barisan randai yang ada lalu meneriakkan “hep heeep ta”,
kemudian jongkok ataupun duduk dengan posisi melingkar.
Sambutan
Pemandu acara meminta induk randai dan tuan rumah yang memiliki hajatan
untuk menyampaikan kata sambutan. Ia juga meminta ketua randai untuk
menyampaikan petatah petitihnya. Kemudian, para anak randai berdiri dan
berjoget mengelilingi arena, selanjutnya mereka duduk lagi.
Bercerita
Pemandu menyampai isi cerita yang akan dimainkan, lalu anak-anak randai
pun berakting sesuai dengan alur cerita yang disampaikan. Setiap adegan
diawali dengan cerita dari pemandu dan ditutup dengan tarian atau joged.
Istirahat
Setelah sekitar 2 jam, biasanya permainan diistirahatkan. Waktu
istirahat ini biasanya diisi dengan lelang lagu dan joged oleh para
bujang gadih (pemeran laki-laki atas peran perempuan) yang disaksikan
para penonton.
Penutup
Pada saat penutupan, biasanya dinyanyikan lagu “Gelang Sipaku Gelang”.
Para anak randai pun berjoged mengelilingi arena sembari berjalan ke
luar.
Kini Pertunjukan randai bukan hanya sekedar Kesenian tetapi telah menjadi Sebuah Identitas dan Jati Diri bagi Kuantan Singingi.
Pada Tahun
2016 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan telah menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak
Benda Indonesia dan Randai menjadi salah satu dari Warisan Budaya
Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201600309.
Pada pembukaan Festival Pacu Jalur ke-116 pada Tanggal 21 Agustus 2019
Museum Rekor Indonesia (MURI) telah menetapkan Sebuah Rekor Baru dengan Nomor Register : 9124 kepada Kabupaten Kuantan Singingi yang telah mempersembahkan tari randai yang
diikuti oleh 1.574 penari dari seluruh lapisan masyarakat Kabupaten
Kuantan Singingi. Sumber :
Ratik Togak yang telah dilakukan oleh nenek moyang kita dahulu salah
satu tujuannya adalah untuk mengagungkan Asma Allah sembari berdo’a
kepada Allah SWT, memohon petunjuk, berkah serta keselamatan agar negeri
kita ini senantiasa berada dalam lindunga-Nya.”.
Ratib togak, Ratik Bosa, Ratik Togak, Ratib Saman, Rakib Saman dan berbagai
macam nama lainnya.
Ratik Togak di daerah Riau khususnya di Rokan Hulu
sudah menjadi tradisi bahkan Rakib Togak atau Ratik Togak menjadi sebuah
Tugu, tugu ini persis berada di depan Islamic Centre yang begitu
megah.
Ratik bermakna zikir, ratib. Ianya dilakukan oleh kaum tasawuf/ sufi
untuk mencari puncak kenikmatan berzikir, dinamakan juga sebagai ratik
soman (ratib tharikat Samaniah). Zikir seperti ini biasanya dilaksanakan
pada penutupan khalwat 41 hari jamaah thariqat. Semacam kenduri keluar
dari suluk. Ianya khusus dilakukan oleh kelompok jamaah thariqat
(sufiah) dan tidak mengajak orang lain atau masyarakat umum.
Sufi punya cara tersendiri dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah.
Upaya mencari jalan halus menuju Allah itu ditempuh mengikuti wasilah
guru Thariqat yang turun temurun. Beragam zikir dilakoni mulai dari yang
seperti ini (dalam kenduri Thariqat) hingga zikir Sirr atau sampai
pada Zikir Fana (tanpa gerak lisan dan tubuh). Bacaannya menurut zikir
yg diajarkan Rosulullah. Tidak ada ucapan fasik dan munkar dalam zikir
tersebut. Mereka juga menjaga adab serta kehalusan perasaan di hadapan
Allah.
Jika ingin merasakan nikmat Zikir Sufiah Thariqat Muktabaroh, harus
masuk dulu jadi jamaah. Murid dibimbing oleh guru atau tuan syaikh (guru
besar).
Pada
Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan telah menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya
Tak Benda Indonesia dan Ratik Togak menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800635.
Puluhan ikan Koi berseliweran di parit yang temboknya serta Trotoar di Sekitar parit tersebut di cat warna warni dan spontan Pemandangan unik ini menjadi viral bagi warga Kota Pekanbaru
Trotoar dan drainase ini persis berada di depan Kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Riau Jalan Jendral Sudirman Pekanbaru. Sekitar 30 ekor Ikan Koi ini disebar di parit tersebut, Parit ini menjadi habitat Ikan Koi dan pada parit tersebut diberi pembatas berupa jaring kecil dengan tujuan Ikan tersebut tidak berpindah ke Parit lain, Pemandangan ini menjadi viral bahkan pantauan kami disekitar Trotoar tersebut terlihat beberapa Kendaraan terparkir hanya untuk berswaphoto dan juga memberi makan ikan tersebut.
Sayangnya air dalam parit tersebut tidak terlalu jernih sehingga keberadaan Ikan tidak terlihat begitu jelas.
Keberadaan Ikan dalam parit di Indonesia merupakan fenomena yang hampir ada di setiap daerah , seperti di Bandung, Banyuwangi dan Yogyakarta, namun di Riau ataupun Pekanbaru ini adalah yang pertama dan semoga Drainase lain dapat disulap menjadi tempat habitat ikan.
Menurut Indra Agus Lukman Kepala Dinas ESDM Provinsi Riau , ide parit unik ini berasal dari Gubernur Riau dan Wakil Gubernur Riau ketika mereka melihat hal demikian di Luar Kota (#)
Museum Sang Nila Utama Provinsi Riau menggelar Pameran Bersama Museum se-Sumatera, Pameran bersama museum se-Sumatera ini berlokasi di Museum Sang
Nila Utama yang terletak di Jl. Jenderal Sudirman Pekanbaru. Pameran berlangsung
sejak tanggal 26 September hingga 24 Oktober 2019 dari pukul 08.30
sampai dengan 17.00 WIB. Pameran Bersama Museum Sumatera menggelar Pameran Senjata Tradisional Se-Sumatera dan Pameran yang di Pekanbaru ini adalah Pameran Museum Bersama yang ke 5 dan sebelumnya telah dilakukan di Provinsi yang berbeda dan tiap Provinsi bergilir menjadi Tuan Rumah. Pada Pameran kali ini memamerkan sebanyak 79 senjata tradisional
yang berasal dari Aceh 7 koleksi, Sumatera Utara 12 koleksi,
Sumatera Barat 8, Riau 16 koleksi, Jambi 7 koleksi, Bengkulu 12 koleksi,
Sumatera Selatan 9 koleksi dan Lampung 8 koleksi.
Pameran Museum ini diikuti oleh 8 Museum Provinsi di Sumatera yaitu Museum Sang Nila Utama Riau selaku Tuan Rumah, Museum Negeri Nagroe Aceh Darussalam, Museum Negeri Sumatera Utara,Museum Adityawarman Sumatera Barat, Museum Siginjei Jambi, Museum Negeri Bengkulu,Museum Bala Putera Dewa Sumatera Selatan, Museum Ruwa Jurai Lampung
Pameran Bersama Museum se- Sumatera ini bertajuk "Senjata Tradisional
Sumatera" dengan tema Senjata Tradisional Dalam Bingkai Kehidupan Sosial
dan Budaya Masyarakat Sumatera. Berdasarkan pantauan kami Pameran bersama ini cukup di repon masyarakat Pekanbaru dan seitarnya, terutama Pelajar yang ada di pekanbaru, Ela salah satu pelajar SD di pekanbaru menuturkn bahwa ia mendapat tugas dari Guru untuk melihat pameran dan juga mencatatnya. Ibu Agustina Guru Pendamping Ela menuturkan kami cukup berterima kasih kepada Dinas kebudayaan Riau yang menggelar Pameran Bersama ini, cukup banyak tambahan pengetahuan bagi kami, minimal kami menetahui dan melihat langsung Senjata senjata yang ada di Pulau Sumatera.
Senjata Tradisional Upacara Adat Se-Sumatra
Pameran Senjata Tradisional Sumatera ini dapat digolongkan atas :
Senjata untuk mengolah makanan merupakan senjata yang digunakan
untuk mengolah makanan berupa senjata tajam untuk memotong hewan atau
tumbuhan.
Senjata untuk berburu.
Senjata untuk membela diri.
Senjata untuk menyerang
Senjata untuk upacara adat
Perubahan Fungsi Senjata dipakai untuk beberapa fungsi lainnya seperti pertunjukan debus/dabus.
Perkembangan senjata tradisional, yaitu perubahan nilai dan fungsi
senjata yang digunakan sebagai hadiah (souvenir), hiasan, lambang
daerah, tugu.
Senjata koleksi dalam Pameran Senjata Tradisional se-Sumatera 2019
Senjata Mengolah Makanan
Parang Enggano
Parang Pendek
Palitei
Pisau Tumbuk Lado
Sumateralith Kapak Genggam
Parang Pendek
Senjata Tradisional Berburu se SumateraAdd caption
Senjata Berburu
Buk-buk
Mata Tombak
Panah
Panah Sakai
Serampang Mata Satu
Serampang Mata Tiga
Sumpit
Sumpit Suku Sakai
Tombak
Senjata Tradisional Membela Diri se Sumatera
Senjata Membela Diri
Badik
Kerambit
Kuduk
Pedang Palembang
Pengganda Berukir
Pudoi
Pukulan Kayu Runggam
Rencong
Skin
Tameng
Tombak
Tongkat Sumam
Senjata Tradisional menyerang se Sumatera
Senjata Menyerang
Beladau
Gala Rimbau
Jenawi
Keris (Tiap Daerah di Sumatera memiliki berbagai jenis Keris)
Pedang
Pedang Portugis
Peudeung
PeudeungTumpang Jeungki
Piso Halasan
Sondang
Tologu
Tombak Berambut
Tombak Berluk
Tumbuk Lado
Tombak Raja Kampar
Trisula
Umban Tali
Senjata Upacara Adat
Gambik
Keris
Keris Berluk
Keris Tidak Berluk
Keris kuno
Keris Terapang
Pedang Kelewang
Pisau Jantan
Rambai Ayam
Senjata Berubah Fungsi
Mata Dabus
Serampang Trisula
Slope
Trisula
Perkembangan Senjata Tradisional
Maniatur Baluse
Tameng
Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Ditjen Kebudayaan,
Kemendikbud telah menetapkan Bedewo dari Suku Bonai Kabupaten Rokan Hulu sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada tahun 2016, penetapan Bedewo sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) membutuhkan proses yang panjang dan seleksi yang ketat, pada awalnya dihasilkan 474 karya budaya yang diajukan oleh Dinas Kebudayaan
Provinsi sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Seluruh 474 karya budaya yang diajukan kemudian dilakukan proses seleksi
pada Rapat Koordinasi I Tim Ahli Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, proses seleksi terhadap 474 usulan karya budaya tak benda dilakukan
berdasarkan kelengkapan administrasi berupa formulir pencatatan dan data
dukungnya. Berdasarkan hasil seleksi yang dilakukan oleh tim ahli dan
narasumber di rapat tersebut menghasilkan 271 karya budaya yang akan
diseleksi kembali pada Rapat Koordinasi II Tim Ahli Warisan Budaya dan kemudian seleksi hingga akhirnya ditetapkan 150 Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia Tahun 2016.
Badewo atau juga disebut dengan bedewo berasal dari kata ‘berdewa’, yakni sejenis upacara ritual pengobatan penyakit yang dilakukan dengan memanggil dewa-dewa kepercayaan masyarakat pedalaman suku Bonai. Dewa setara dengan peri, mambang, hantu dan jin yang dianggap memiliki kesaktian dan memberikan pengobatan pada keluarga atau masyarakat yang sakit. Dalam satu bulan, badewo ini bisa dilakukan sebanyak dua hingga tiga kali ataupun tergantung jumlah yang sakit. Tradisi pengobatan ini dianggap cukup berkhasiat dibandingkan dengan pengobatan medis. Itulah sebabnya tradisi ini hingga saat ini masih dilakukan oleh suku pedalaman di Rokan Hulu secara turun temurun. Dengan menggunakan mantera-mantera khusus, seorang pawang atau dukun akan memanggil jin untuk membantu proses pengobatan, saat ini Ritual Badewo dapat kita jumpai di Keamatan Kapenuhan Kabupaten Rokan Hulu.
Upacara Bedewo Bonai biasanya dilakukan di malam hari, sesuai dengan karakter jin atau syaitan yang lebih suka beraktivitas di malam hari. Dipimpin seorang dukun atau yang disebut dengan kemantan, ritual ini dijalankan dengan menggunakan mantera-mantera. Kumantan akan membaca mantera memanggil jin yang akan masuk pada tubuh pasien yang sakit. Selanjutnya, kemantan akan bercakap-cakap dengan jin yang sudah masuk ke dalam tubuh pasien untuk membantu proses penyembuhan. Terjadi pembicaraan antara kemantan dengan jin yang menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien.
Penyakit-penyakit yang bersumber dari roh-roh halus akan sembuh jika ritual dilakukan secara benar atas petunjuk jin. "pasien yang sakit" ditidurkan disekitar balai (property ritual bedewo), kemudian dukun atau kumantan berdialog dengan jin dan selanjutnya kumantan akan melakukan ritual penyembuhan.
Pada Tahun 2016 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Bedewo Bonai menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengn Nomor Registrasi 201600311.
Penasaran dengan proses Bedewo ? proses tersebut bisa kita saksikan di video berikut
Zapin Api, Warisan Benda Tak Budaya Bengkalis
Untuk mewujudkan Visi Provinsi Riau pada tahun 2020, Pemerintah Provisi Riau menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2016 tentang OPD baru, dan
Peraturan Gubernur Nomor 82 tahun tentang SOTK Dinas Kebudayaan
(Disbud).
Dengan terbentuknya Dinas Kebudayaan tersebut, Pemprov Riau berupaya
semaksimal mungkin untuk mewujudkan Visi Riau tahun 2020 dengan
prioritas program pengelolaan kekayaan budaya, pengelolaan keragaman
budaya dan pengembangan nilai budaya.
Salah satu contoh dan aksi nyata dari pengelolaan kekayaan budaya, pengelolaan keragaman budaya dan pengembangan nilai budaya tersebut adalah pengakuan terhadap warisan Budaya baik itu berupa benda ataupun tidak benda. Untuk Warisan Budaya Tak benda saat ini ada 41 Warisan Budaya Tak Benda Indonesia yang dimiliki
Provinsi Riau. Sebagian warisan tersebut telah mendapat sertifikat dan pengakuan dari Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.
Dentuman Lelo mengawali Penobatan Pewaris Kerajaan Rantau Kampar Kiri Gunung Sahilan. Dentuman tersebut sangat keras dan membuat sontak para tamu dan undangan kaget. Tengku Muhammad Nizar resmi dinobatkan sebagai pewaris Kerajaan Rantau
Kampar Kiri di Istana Darussalam Koto Dalam, Kecamatan Gunung Sahilan Kabupaten Kampar.
Tengku Muhammad Nizar SH.M.Hum dinobatkan oleh Drs. Tengku Akhyar bin Tengku Arifin bin Tengku Sulung menjadi Pewaris Kerajaan Rantau Kampar Kiri pada Tanggal 22 Januari 2017 , ia mengantikan Putra Mahkota Ayahanda Tengku Gazali yang dinobatkan menjadi raja pada 15 Juli 1941 namun Tengku Gazali belum naik tahta.
Untuk meneruskan tahta kerajaan Tengku Muhammad Nizar menjadi pewaris kerajaan setelah kerajaan ini sempat mengalami
kekosongan pemimpin, sekaligus menjaga dan melestarikan
budaya masyarakat Rantau Kampar Kiri dan penobatan yang dilakukan ini adalah yang pertama kalinya setelah 87 tahun sebelumnya yaitu pada 1930
dilakukan penobatan pada raja sebelumnya, YDTB Tengku Sulung.
Sehari sebelum dilakukan penobatan dilakukan prosesi rantau baguluang, dimana para khalifah luak nan 4 bersama Datuk Singo akan berdatangan
bersama ke Istana Gunung Sahilan. Mereka datang setelah melakukan
prosesi rembuk adat di kekhalifahan Kuntu dan kemudian dilakukan prosesi
arakan menghilir Sungai Kampar Kiri, selain itu juga dilakukan ritual mencuci benda-benda pusaka kerajaan.
Setelah dilakukan penobatan kemudian dilalukan pemasangan tanjak atau mahkota kerajaan dan juga pemasangan keris kepada Tengku Muhammad Nizar dan kemudian dilanjutkan penandatangan berita acara pengukuhan oleh Gubernur Riau H Arsyadjuliandi
Rachman dan juga Pejabat Bupati Kampar Syahrial Abdi disaksikan ninik mamak, keluarga kerajaan, Ketua
LAM Riau Al Azhar, Ketua DPRD Riau Septina Primawati Rusli, Raja-Raja Nusantara dan ribuan masyarakat dan setelah itu Yang Mulia
Yang Dipertuan Agung Tengku Muhammad Nizar menduduki singgasananya , dan kemudian acara penobatan ditutup dengan makan bejambau dan sebelumnya diawali pembacaan doa sebagai tanda syukur suksesnya acara penobatan.
Berikut Video Penobatan Tengku Muhammad Nizar SH.M.Hum sebagai Raja Rantau Kampar Kiri Gunung Sahilan