Bagan Siapi-api lebih terkenal sebagai kota nelayan dan kota galangan kapal. Tahun 1928, surat kabar De Indische Mercuur
menulis bahwa Bagansiapiapi adalah kota penghasil ikan terbesar kedua di dunia setelah kota Bergen di Norwegia. Dengan industri perikanan
trersebut membuat kota Bagan Siapi-api menjadi sebuah kota modern di
tahun 1934 dengan kelengkapan kota seperti fasilitas pengolahan air
minum, pembangkit tenaga listrik ataupun unit pemadam kebakaran.
Sehingga orang belanda menyebutnya Ville Lumiere (Kota Cahaya).
Kapal-kapal produksi Bagan Siapi-api merupakan salah satu kapal-kapal terhebat buatan nelayan Indonesia bersama Phinisi Bugis. Kapal Bagan dapat mengarungi berbagai jenis karakteristik lautan sehingga digunakan sampai ke pulau Jawa, Nusa Tenggara dan Maluku. Selain itu, kapal Bagan bahkan digunakan oleh nelayan Srilanka, India maupun Amerika. Ketentuan perundang-undangan kehutananlah yang menyebabkan industri galangan kapal Bagan Siapi-api menjadi mati suri.
Bagan Siapi-api yang dahulunya lebih terkenal daripada Pekanbaru, kini pun kembali menjadi terkenal ke seluruh antero Indonesia berkat dibangunnya kampus IPDN yang berada di Banjar XII, Kecamatan Tanah Putih. Daerah itu biasa disebut Ujung Tanjung. Ujung Tanjung, ya itu berarti berada di ujung terujung yang menjadi Indonesian point of view. Ujung Tanjung menjadi pusat perhatian seluruh rakyat Indonesia secara umum, seluruh Sumatera secara khusus. Ujung terujung dari sebuah tanjung ataupun Jazirah yang merupakan tanah yang menganjur ke laut seakan-akan merupakan sebuah pulau.