Meski telah wafat 2008 lalu di Kota Paris, ibu kota Prancis pada usia
100 tahun, Salim adalah seorang pelukis Indonesia yang telah menetap
lama di Prancis. Maestro seangkatan pelukis Affandi ini walaupun sering
disebut dari Medan (kota besar pesisir Sumatera Timur zaman itu),
sebenarnya terlahir di Bagansiapi-api, 3 September 1908 dan meninggal di
Prancis 14 Oktober 2008 .
Pelukis Salim telah berpulang ke Rahmatullah tanggal 13 Oktober 2008 pukul 17:15 waktu setempat. Pelukis Salim meninggal dunia di rumah sakit Neuilly Sur Seine-Paris, Prancis, dalam usia 100 tahun 1 bulan 10 hari. Sampai saat terakhir pikiran beliau masih cerdas, malah menanyakan berapa skor pertandingan sepak bola antara Prancis dan Rumania. Salim telah mempererat hubungan Perancis dan Indonesia melalui karyanya.
Salim beribukan orang Melayu Bagansiapi-api bernama Nuraini dan berayah seorang Melayu keturunan Persia bernama Salahuddin. Salim kecil merantau ke Medan di umur 11 tahun namun tak lama menetap di sana. Perjalanan hidupnya berpindah-pindah dari Medan ke Belanda yang dibawa oleh sepasang orang tua angkat berkebangsaan Jerman-Belanda, dan pada umur 20 tahun menetap di Prancis.
Dalam sebuah kutipan yang ditulis website dari Canada
http://www.cyberpresse.ca yang dimiliki LA Presse (Cyberpresse Inc.
Montreal Canada) menyebutkan, walaupun diaa telah lama hidup di dunia
Barat/Eropa, tetapi dia tidak kehilangan akar asalnya dalam melukis.
Website itu juga memberitakan bahwa karya-karyanya telah banyak
dipamerkan di Amsterdam, Paris, Jenewa dan bahkan di Jakarta.
Bahkan
Association Franco-Indonesienne dalam website-nya menyebutkan: Begitu
sedihnya berbagai pihak tentang kematian Salim yang dianggap sebagai
manusia yang humanis, seorang teman, murah hati, lucu, suatu vitalitas
meluap, dan sering membuat orang penasaran.
Setelah menamatkan sekolah sederajat Sekolah Menengah Atas (SMA) di Belanda, Salim kemudia hijrah ke Prancis dan belajar melukis di Acadimie de la Grande Chaumihre tahun 1928. Kemudian dia melanjutkan pula sekolah melukis yang didirikan Fernand Leger (Academie Fernand Leger).
Acadimie de la Grande Chaumihre adalah sekolah seni yang terletak di Paris pada 14 rue de la Grande Chaumiere. Didirikan pada 1904 oleh pelukis berkebangsaan Swiss bernama Stettler Martha (1870-1945). Sedangkan Fernand Leger adalah seorang kubisme, pelukis Prancis, pencipta permadani dan kaca patri, desainer, tukang keramik, pematung, desainer, ilustrator. Fernand Leger lahir lahir pada 4 Februari 1881, di Argentan (Orne) dan meninggal 17 Agustus 1955, Gif-sur-Yvette (Essonne).
Pameran pertama lukisan Salim dilaksanakan di Sete-Neuilly, dekat kota Paris pada 1948. Kemudian ia mengadakan pameran lain di Amsterdam, Paris, Jakarta, Tokyo, Jenewa. Ia pun memperoleh medali di festival di Prancis. Sejak tahun 1957 sampai kematiannya (13 Oktober 2008 atau 14 Oktober 2008 penanggalan Indonesia) Ia tinggal di sebuah apartemen yang sangat kecil di Neuilly-sur-Seine dekat kota Paris.
Salim pernah kembali ke Indonesia dari 1932 sampai 1935, dan bekerja pada perusahaan Java Neon Company di Batavia (kini Jakarta) sambil membantu Hatta dan Sjahrir dalam mengurus bagian pendidikan partai PNI dan majalahnya, Daoelat Ra’jat (Daulat Rakyat). Ia kembali ke Prancis pada 1935 dan menekuni lukis sampai akhir hayatnya. Walaupun pernah ditawari Soebandrio untuk menjadi salah satu menteri di Indonesia, Salim menjawab dengan bijak (kurang lebih) ‘’saya seorang pelukis, adakah yang lebih baik dari itu?’’ Salim membangun jembatan antar budaya untuk membangun karyanya
Salim, pelukis yang ulet, tekun dan tangguh. Karyanya dikenal dengan
warna-warna yang cemerlang, bentuk yang mudah ditebak dan stilasi yang
menyenangkan. Surga hijau di belahan tropis. AD.Pirous pernah dibuat
terengah oleh ayunan langkah Salim yang panjang dan cepat. Ia bilang
pelukis besar Fernand Leger adalah pejalan kaki andal yang bermotto
"berjalan kaki selalu sebuah seni yang besar".
Salim mengajak kita untuk tidak tenggelam dalam pengunggulan teknik saja dalam menjelajah seni lukis modern Indonesia, tapi juga sarat oleh kehangatan isi, kehangatan hidup itu sendiri. Salim bermukim di Paris, berkarya di jantung kota kesenian dunia, dan terbiasa dengan ruang luas yang bebas, mencipta dengan nalar terbuka. Pikiran-pikiran itu divisualisasikan Salim dalam karyanya yang dibuat sejak tahun 1957.
Lukisan2 itu masih memancarkan kehangatan, warna dan garis Salim yang puitis. Warna yang redup, mantap dan kecoklatan. Garis lirisnya sangat efektif ketika melukis ruang arsitektur yang vertikal. Lukisan gereja atau mesjid yang dibuatnya terasa damai dan religius. Agak beda dari lukisan-lukisan cemerlang, hangat nan ceria, di pameran Balai Budaya tahun 1957.
Pameran seni rupa retrospektif selalu menarik, meski tak selalu menyajikan gebrakan spektakuler. Ada segi yang membuat kita merenung, menapaki jalan panjang seorang seniman. Salim adalah pelukis senior Indonesia yang kini telah tiada. Karya-karyanya, menunjukkan kesetiaan dan pengabdian seni yang tak terputus. Pameran karya Salim mencitrakan kesenian yang utuh bagi generasi muda.
Pendapat Affandi mengenai Salim :
Apa yang saya akan tulis ini pada Sdr.
ialah pengalaman saya di Paris di th. 1950. Ini adalah pertama kali saya
menginjak Paris. Langsung saya kepingin sekali ketemu Sdr. Salim
pelukis Indonesia yang ada di Paris dan belum pernah pulang ke
Indonesia. Begitu saya ketemu saya kaget luar dugaan dan merasa bahagia.
Apa sebab? Saya kira tadinya, Sdr Salim dalam seninya barat.
Betul-betul tidak. Dia tetap timur Indonesia. Dalam garis-garisnya, saya
lihat inti-inti batik, yang zoodanis verwerk menjadi khas pribadinya. Linier sekali drawingnya.
Sumber :
- http://www.ambafrance-id.org/Wafatnya-Salim-Sang-Pelukis
- SALIM/SIAPA SALIM (http://cemara6galeri.wordpress.com/2008/07/14/prilla-tania-solo-exhibition)
- Riau Pos
- Pasar Malam (http://pasarmalam.free.fr/activites/2008.html)
- Cyberpresse (http://www.cyberpresse.ca/arts/arts-visuels/200810/15/01-29604-deces-du-peintre-indonesien-salim.php)
- Buku Salim : pelukis Indonesia di Paris
- wikipedia
0 komentar:
Posting Komentar