BENARKAH RAL MARWAH RIAU ?




Secara historis Riau Airlines yang sekarang telah berganti nama menjadi Riau Air adalah buah tangan dari Gubernur Riau Saleh Djasit. Ide yang dicetus oleh Saleh Djasit  pada 12 Mei 2002 dan mulai beroperasi Desember 2002 ini mendapat dukungan investasi dari beberapa kabupaten/kota di Riau dan beberapa Pemprov dan Pemkab di Sumatera, yakni Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung, Nias dan Natuna.

RAL merupakan satu-satunya maskapai penerbangan komersil di Indonesia milik pemerintah daerah dan satu-satunya pula yang berkantor pusat di luar Jakarta. Namun  sayangnya perkembangan maskapai penerbangan milik Riau dengan motto “Spirit of Riau“ ini terus menurun, sehingga banyak pemerintah daerah yang menarik sahamnya. Kebangkrutan selanjutnya pun datang dimana perusahaan tidak mampu membayar gaji karyawan sampai dengan tidak terbang selama setahun penuh, karena tidak memiliki pesawat. 


Setelah melewati masa idah 12 bulan akhirnya Kementerian Perhubungan RI menyatakan sudah mencabut izin penerbangan atas PT Riau Airlines. Sepintas banyak yang heran kenapa perusahaan penerbangan plat merah milik Pemerintah Provinsi Riau izinnya dicabut? Menurut Kemenhub, PT Riau Airlines selain tidak melakukan kegiatan angkutan udara selama 12 bulan berturut-turut juga tidak melaporkan tindakan-tindakan nyata demi mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan ini. Seperti disampaikan oleh Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Herry Bakti kepada wartawan, “Jika tidak beropersi selama satu tahun, izinnya tercabut secara otomatis. Hal ini sesuai dengan pasal 119 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Kita sudah memberikan surat peringatan kepada maskapai bersangkutan untuk mengingatkan, tetapi tidak ada tanggapan”.

Seperti pada umumnya walaupun izin telah tercabut, maka RAL ingin membela diri. “Surat Direksi RAL tanggal 15 Maret 2012 yang ditujukan kepada Direktur Jendral Perhubungan Udara Kemenhub sudah kami kirimkan, sebagai pemberitahuan dan laporan bahwa kami sedang menyusun kembali rencana bisnis yang disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku,” kata Dirut RAL Teguh Triyanto, kepada Riau Pos.

Walaupun Kemenhub telah mencabut izin penerbangan Riau Air, dan  Direksi RAL berkelit telah melaporkannya, maka Pemprov Riau masih menghendaki agar RAL kembali terbang. “Pasti  pemerintah daerah menghendaki supaya RAL kembali terbang. Memang sekarang sedang dicari formulanya agar RAL profesional kembali. Saya pikir persoalan ini terus diikuti oleh Komisaris Utama RAL serta Biro Perekonomian. Mereka ini yang mengikuti perkembangan RAL,” kata Wagub Mambang Mit.

Sekarang masyarakat menjadi semakin jelas bahwa kegagalan-kegagalan yang dialami oleh RAL selama ini akibat dikelola secara tidak profesional. Hal ini dapat disimpulkan dari pernyataan Wagub Mambang Mit kepada wartawan bahwa pemprov sedang mencari formula agar RAL profesional kembali. Asumsi ini diperkuat pula oleh pernyataan mantan karyawan RAL Bakhrizal, “Jika RAL tidak bersikap profesional, sulit maskapai penerbangan ini akan kembali bangkit. Terlebih lagi keberadaan orang-orang dalam perusahaan yang tidak profesional. Jangan harap RAL bisa bangkit selagi diurus oleh orang yang tidak profesional”. Sebelumnya RAL pernah memiliki armada 2 buah, yakni pesawat BAe 146 dan pesawat Fokker 50. Menjelang kebangkrutan RAL yang tersisa hanya 2 pesawat Fokker 50 itupun  akhirnya ditarik oleh pihak penyewa Aero Century, karena RAL tidak mampu membayar sewa. Dengan ditariknya 2 pesawat Fokker 50 ini, maka jadilah RAL maskapai penerbangan komersil nasional satu-satunya di dunia yang tidak memiliki pesawat. Karena tidak lagi memiliki pesawat, maka RAL pun tidak terbang, sehingga akhirnya izinpun dicabut.

Memang harus diakui dizaman globalisasi ini seluruh bidang harus dikelola secara profesional. Bila tidak, maka akan tersingkir sendiri oleh keadaan. Di zaman ketika dunia masih minim akan tenaga profesional, memang masih dikenal istilah semi profesional bahkan amatir. Seorang teman saya pernah berkata kepada saya, “Pak Tabrani, secara prinsip beda antara profesional dengan amatir itu dimana, profesional itu menyangkut pekerjaan tetap sementara amatir itu menyangkut hobi. Bedanya lagi, profesi itu akan menghasilkan uang, sementara hobi selalu menghabiskan uang”. Dalam hati saya betul juga kata teman saya ini dan mungkin karena tidak profesional, maka yang terjadi hanya menghabiskan uang dan karena itulah RAL tidak pernah untung.

Sisi buruk akibat berbagai kegagalan yang ditoreh manajemen RAL adalah pencabutan izin oleh Kemenhub RI. Disamping itu tuah badan yang ada pada perusahaan BUMD Pemprov Riau membuat maskapai penerbangan bagaikan anak mas setiap kali kolap setiap kali pula mendapat kucuran dana. Disamping Pemprov Riau, yang tidak kalah membela keberadaan RAL adalah DPRD Riau, sehingga dana yang dianggarkan oleh Pemprov  Riau selama ini terus disetujui.

Kali ini dukungan tersebut datang dari anggota Komisi B DPRD Riau Rusli Ahmad yang berpendapat bahwa Riau Air masih layak dipertahankan. Karena itu Rusli meminta Pemprov Riau segera mengurus  perpanjangan SIUP. “Pemerintah daerah bersama pemegang saham, jajaran direksi serta komisaris harus mempertahankan SIUP itu. Sebab keberadaan RAL berkaitan dengan marwah Riau. Saya yakin akan ada dispensasi, tidak mungkin langsung dicabut,” kata Rusli Ahmad. Sayangnya marwah Riau yang dimaksudkan Rusli Ahmad ini identik dengan kerugian dan identik pula dengan menyedot APBD Riau.

Yang menjadi pertanyaan banyak pihak, berapa banyakkah dana yang terserap seandainya RAL terbang kembali? Yang jelas selama ini berapapun dana yang diperlukan, penyandang dana utamanya pasti Pemprov Riau dan  pasti dana tersebut disedot dari APBD Riau. Sebab tidak mungkin lagi mengharapkan penyertaan dana dari pihak lain terhadap perusahaan yang terus merugi sepanjang hayat ini.  Kalaupun ada PT Aruss Utama yang mau berinvestasi ke RAL seperti dikatakan Dirut RAL, mengingat kondisi dan waktu yang telah habis  sangat mustahil RAL akan selamat.

Memang setelah dinyatakan izinnya dicabut RAL masih memiliki peluang untuk terbang, namun persyaratan yang harus dipenuhi bukanlah hal yang mudah dimana maskapai harus mengurus kembali seperti awal-awal dulu, sementara mempertahankan yang telah didapat dengan susah payah itu pihak manajemen gagal total.

Barangkali inilah keanehan dan keunikan RAL, dari satunya maskapai penerbangan nasional milik pemerintah daerah dan satu-satunya yang berkantor pusat di luar Jakarta akhirnya menjadi satu-satunya maskapai penerbangan yang tidak memiliki pesawat sama sekali. Kalau begini apa mungkin RAL dapat menegakkan marwah Riau ?

Sumber : 
Karya Thabrani Rab (Riau Pos)

0 komentar: