TENUN SONGKET MELAYU PEKANBARU

 
Bertuah orang berkain songket
Coraknya banyak bukan kepalang
Petuahnya banyak bukan sedikit
Hidup mati di pegang orang
Kain songket tenun melayu
Mengandung makna serta ibarat
Hidup rukun berbilang suku
Seberang kerja boleh di
Bila memakai songket bergelas
Di dalamnya ada tunjuk dan ajar
Bila berteman tulus dan ikhlas
Kemana pergi tak akan terlantar
 
Tenun Songket Melayu Pekanbaru merupakan kekayaan asli negeri bertuah, khasanah songket melayu Riau ini amatlah kaya dengan motif dan serat dengan makna dan falsafahnya, yang dahulu dimanfaatkan untuk mewariskan nilai-nilai asas adat dan budaya tempatan. Seorang pemakai songket tidak hanya sekedar memakai sebagai busana hiasan tetapi juga untuk memakai dengan simbol-simbol dan memudahkannya untuk mencerna dan menghayati falsafah yang terkandung di dalamnya. Kearifan itulah yang menyebabkan songket terus hidup dan berkembang, serta memberikan manfaat yang besar dalam kehidupan mereka sehari-hari.





Songket Melayu Pekanbaru pada dasarnya berasal dari (turunan) Songket Melayu Siak. Bila dilirik dari sejarah seni dan budaya melayu di Pekanbaru , bermula pada saat Kesultanan Siak memindahkan pusat pemerintahan sekaligus ibukota kerajaan dari mempura (Siak) ke Kampung Bukit, Senapelan (Pekanbaru) dan dari kawasan yang berada di tepian sungai Siak itulah bermula negeri yang bernama Pekanbaru. Pada awalnya daerah Pekanbarupun merupakan salah satu negeri bahagian dari "Negara" Kesultanan Siak ini. Dengan berpindahnya pusat Kesultanan, tentu saja semua pusat perangkat negeri dan pusat kebudayaan melayu Kerajaan Siak pun juga berpindah ke Pekanbaru, sehingga, seiring waktu bergulir, Kesenian dan kebudayaan melayu pun berkembang pesat di daerah ini. Termasuk juga seni kerajinan Songket melayu yang pada saat itu sebagai simbol busana resmi kerajaan. Seiring bergulirnya waktu pula, hingga sampai masa Riau bergabung dengan Indonesia merdeka, berkembangnya zaman dan kemajuan teknologi, seni dan budaya asli Pekanbarupun perlahan-lahan mulai hampir pudar dan terlupakan, khususnya kerajinan tenun songket melayu ini. Dan untuk mencegah pudarnya seni dan budaya melayu, maka pemerintah pada saat itu pun mulai kembali mengangkat dan mengembangkan nilai-nilai budaya melayu sebagai ciri khas dari daerah ini. Namun tidak begitu maksimal. Dan seiring berkembangnya era demokrasi Indonesia hingga pasca otonomi daerah yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengembangkan dan memajukan daerah termasuk dalam hal seni dan budaya lokal, maka dimulailah ide untuk kembali mengangkat batang yang terendam di Bumi melayu Lancang Kuning ini khususnya di kota bertuah Pekanbaru. 


 
Tenun songket Melayu Pekanbaru digagas “Puan Gemilang Songket Negeri” Hj Evi Meiroza Herman. Bahkan apresiasi dan prestasi beliau mendapat penghargaan khusus dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Muri menilai tenun songket Melayu memberikan inspirasi dan motivasi kaum perempuan. Tenun Songket Melayu Pekanbaru menimbulkan inspirasi kreatif yang dapat dikenakan kepada seluruh negara di . Mulai dari penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) songket terpanjang di Indonesia 2005. Selanjutnya 2008 kembali MURI memberikan penghargaan dengan panjang songket 45 meter. Sedangkan akhir 2009, dirinya mendapat Penghargaan Upakarti Jasa Pengabdian dari Kementrian Kebudayaan Indonesia. Jari-jari lembutnya memang tak begitu lihai menyusun benang demi benang menjadi tenunan songket yang bisa dipakai, tapi hati dan pikirannya terus bergerak, menyulam benang menjadi tenun yang lebih berani, lebih berarti, cerah dan indah dipandang mata. Pemikiran besar mulai muncul, kata Evie Mairoza, sejak 1999. Saat itu sempat membuat dirinya gundah sehingga harus mewujudkan menjadi kenyataan. Agar terwujudnya tenun songket terkemuka, dirinya terus belajar dan bertukar pikiran dengan siapapun juga. Tidak hanya dengan tokoh budaya, tapi juga dengan para penenun terdahulu. Tak ada maksud lain dari keinginan dan hasrat yang kuat tersebut, melainkan membangkitkan kembali warisan budaya Melayu di tengah masyarakat dengan niat meningkatkan perekonomian warga melalui tenung songket,


Motif songket menjadi andalannya, yaitu siku keluang, dengan artian kepribadian yang memiliki sikap dan tanggung jawab menjadi idaman setiap orang Melayu Riau. Selanjutnya motif siku awan, dengan artian budi pekerti, sopan santun dan kelembutan akhlak menjadi asas tamadun Melayu, pengayoman terhadap masyarakat dengan budi pekerti yang luhur. Selanjutnya pucuk rebung kaluk pakis bertingkat, melambangkan kemakmuran hidup lahiriyah dan batiniah. Sifat yang penting sesuai dengan ungkapan tahu diri dengan perintah, tahu duduk dan tegaknya, tahu alur dan patutnya. Kemudian motif pucuk rebung bertabur bunga cermai, dalam motif ini melambangkan nilai kasih sayang, hormat menghormati, lemah lembut dan bersih hati menjadi acuan dalam budaya Melayu Riau. Motif berikutnya yaitu siku tunggal, mencerminkan sikap atau perilaku orang Melayu yang amat mengutamakan persebatian iman atau perpaduan umat baik antar sesama Melayu atau pendatang. Sedangkan motif daun tunggal mata panah tabir bintang, mengandung arti nilai falsafah keluhuran dan kehalusan budi, keakraban dan kedamaian. Begitu juga dengan motif wajik sempurna melambangkan sifat Allah SWT yang maha pemurah. pucuk rebung bertali, yang melambangkan nilai budaya Melayu yang sangat dipengaruhi nilai-nilai Islam.




Sumber :
Photo : Sanggar Tari Mahratu
Narasi : Songket Melayu Riau Pekanbaru

0 komentar: