Masyarakat Inhu terlanjur meyakini 5 Januari merupakan hari jadi Kota
Rengat. Padahal hasil penelusuran anak jati Rengat, Susilowadi alias
Ilo ke Belanda, 5 Januari adalah hari pembantaian KNIL terhadap rakyat
sipil.
Almarhum Mandor Rasiman merupakan salah satu kerabat Kerajaan Indragiri, semasa kerajaan diperintah oleh Sultan Isa, ayahanda dari Sultan Mahmud. Dan Mandor Rasiman adalah salah satu korban pembantaian tentara Belanda di Skip Cipayung Rengat. Salah satu ahli waris atau cucu kandung Mandor Rasiman,Susilowadi, SE, SH, MH dikenal dengan sebutan Bang Illo, menegaskan bahwa pada tanggal 5 Januari 2012 bukan untuk diperingati sebagai “Hari Jadi Kota Rengat” tetapi untuk mengenang peristiwa 62 tahun yang lalu, yaitu jatuhnya Kota Rengat karena peristiwa pembantaian 2.600 orang oleh pasukan Belanda dan KNIL atau SPESIAL TROOPEN.
Almarhum Mandor Rasiman merupakan salah satu kerabat Kerajaan Indragiri, semasa kerajaan diperintah oleh Sultan Isa, ayahanda dari Sultan Mahmud. Dan Mandor Rasiman adalah salah satu korban pembantaian tentara Belanda di Skip Cipayung Rengat. Salah satu ahli waris atau cucu kandung Mandor Rasiman,Susilowadi, SE, SH, MH dikenal dengan sebutan Bang Illo, menegaskan bahwa pada tanggal 5 Januari 2012 bukan untuk diperingati sebagai “Hari Jadi Kota Rengat” tetapi untuk mengenang peristiwa 62 tahun yang lalu, yaitu jatuhnya Kota Rengat karena peristiwa pembantaian 2.600 orang oleh pasukan Belanda dan KNIL atau SPESIAL TROOPEN.
Bang Illo akan memperjuangkan dan akan tetap menolak, jika tanggal 5
Januari dijadikan sebagai Hari Jadi Kota Rengat, walaupun Pemerintah
Daerah dan DPRD Kabupaten Indragiri Hulu telah mem-Perdakan Hari Jadi
Kota Rengat pada 5 Januari dengan berperdoman pada peletakan batu
pertama pembangunan Masjid Raya Rengat pada 5 Januari 1815.
“Apabila Perda penetapan Hari Jadi Kota Rengat tidak direvisi, maka
akan tetap menimbulkan polemik yang berkepanjangan dan dipastikan akan
menghambat pembangunan Kabupaten Indragiri Hulu, sebab pada tanggal yang
sama, 5 Januari terjadi suatu peristiwa pembantaian dan jatuhnya Kota
Rengat,” tegas Bang Illo.
Fakta sejarah telah tertuang semua dalam buku yang berjudul “Tiga
Tungku Sejarangan” yang secara khusus telah mengupas tentang kejayaan
Kesultanan Indragiri hingga, sebelum, pada saat dan sesudah terjadinya
peristiwa 5 Januari 1949. Yang pada intinya “Jangan menodai peristiwa 5
Januari”.
Susilowadi sudah pernah menulis dan memberikan beberapa alternatif
untuk merevisi Perda Hari Jadi Kota Rengat. Alternatif pertama,secara
administratif Kabupaten Indragiri Hilir terpisah dari Kabupaten
Indragiri Hulu, namun secara historis Indragiri tetap satu. Ini terbukti
saat pertama kalinya Afdeeling Indragiri dibentuk pada 5 September
1892, dimana Indragiri Hilir dan Indragiri Hulu menjadi satu kesatuan
dengan Ibukota Rengat. Pada saat itu semua wilayah yang sekarang tergabung menjadi tiga
kabupaten, yaitu Inhu, Inhil, dan Kuansing, dulunya berada di bawah satu
payung pemerintahan. Alternatif kedua, kita semua harus merasa bangga,
bahwa Kota Rengat milik masyarakat Indragiri adalah mutiara terpendam,
baik hilir maupun hulu, karena secara historis Rengat pernah menjadi
pusat pemerintahan Karisedenan Riau yang mencakup Indragiri dan Lingga.
Ini diputuskan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 17 Desember
1878. Jadi kurang lebih dua bulan lagi akan kita peringati kejayaan Kota
Rengat. Tidak pernah kita bayangkan sama sekali bahwa Kota Rengat
ternyata menjadi mutiara terpendam dan ini tidak pernah terungkap, baik
dalam penulisan sejarah daerah Indragiri maupun sejarah seluruh wilayah
Riau pada umumnya. Semua itu tidak diperoleh dari hikayat atau mitos
ataupun kabar angin, tetapi diperoleh dari arsip hasil penelitian tim
kami di Belanda.
Keputusan-keputusan tersebut dimuat dalam Staatsblad atau lembaran
negara yang merupakan produk hukum tertinggi di zaman kolonial.
Alternatif ketiga, bukan hanya dua peristiwa penting tersebut. Kami
sebagai putra Indragiri yang telah berhasil mendapatkan data-data
tentang Hari Jadi Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir. Keduanya
pertamakali terpisah pada tahun 1912 atau tepatnya tanggal 20 Januari
1912 yang dimuat dalam Staatsblad tahun 1912 Nomor 133.
Pemekaran wilayah berikutnya dari Indragiri Hulu adalah
Kuantan Singingi yang terjadi pada tahun 1932 dan berstatus sebagai
Onderafdeeling. Semua ini merupakan hasil peningkatan dinamika
administratif pemerintahan. “Dengan demikian, semua mengenai tanggal
bersejarah baik yang menyangkut Kota Rengat, maupun wilayah
Indragiri,juga Kabupaten Indragiri Hilir, Hulu dan Kuansing, sudah kami
temukan. Semua ini, Insya Allah akan kami persembahkan kepada masyarakat
Indragiri dan masyarakat Riau. Hal ini juga dapat dijadikan sebagai
dasar dan bahan perimbangan, khususnya pemerintah daerah dan DPRD
Kabupaten Indragiri untuk merevisi kembali Perda Hari Jadi Kota Rengat
yang sudah ditetapkan, sehingga ke depan akan menjadi dasar untuk
penentuan hari jadi, baik Hari Jadi Kota Rengat maupun Hari Jadi
Kabupaten Indragiri. Tanpa ada lagi tuntutan dari ahli waris korban
dalam peristiwa Agresi Belanda pada tanggal 5 Januari 1949,” ungkapnya.
Penentuan Hari Jadi Sebagai seorang yang telah mendapatkan seluruh
dokumen sejarah Riau dan khususnya Indragiri dari arsip Belanda,
Susilowadi melihat bahwa tim yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah maupun
para anggota DPRD Indragiri Hulu belum memahami apa yang disebut
sebagai hari jadi. Padahal Bang Illo pernah memaparkan dokumen tersebut
di hadapan beberapa anggota Dewan yang pernah diundang ke Jakarta,
sebelum terbit dan disahkannya Perda Hari jadi Kota Rengat.
Penentuan hari jadi sebuah kota harus disesuaikan dengan fungsi kota
tersebut. Ketika kota ini berfungsi sebagai pusat pemerintahan, kriteria
yang harus digunakan adalah dari sudut pandang administratif. Jika kota
ini berfungsi sebagai pusat ziarah atau ibadah, kriterianya pasti
tempat pemujaan atau rumah ibadah sebagai masjid. Ketika kota ini
berfungsi sebagai pusat perdagangan, kriterianya adalah infrastruktur
ekonomi yang dibangun. Dalam penentuan hari jadi ini, sidang DPRD
Indragiri Hulu menggunakan kriteria masjid sebagai tolok ukur pusat
pemerintahan.
Pertanyaan muncul, apakah Indragiri merupakan suatu institusi agama?
Mengapa tidak melacak pembangunan kraton, tetapi justru masjid yang
diperdebatkan? Bukankah kraton Indragiri telah dibangun sejak sebelum
abad XIX? Hal ini bisa diketahui, apabila tim khusus hari jadi Indragiri
melihat Nederlandsch Indische lakaatboek atau Daghregister Gedhouden In
Het Kastijl Batavia.
Penentuan Hari Jadi Kota Rengat, dalam Sejarah Indragiri ternyata
Kampung Beseret dan Kampung Blumbo, telah mengukir sejarah dimana pada
bulan April 1869 telah melakukan pemberontakan terhadap Kerajaan
Indragiri dengan kekuatan seluruh penduduk kampung tersebut membuat Kota
Rengat pun menjadi terkepung, sehingga Sutan Said dan Kontrolir Belanda
J.A.M Van Cats Baon De Raet pada awal Mei 1869, dengan susah payah
berhasil meloloskan diri, berkat jasa dan usul Datuk Setia Hasan,
bangsawan Indragiri yang setia kepada Sutan.
Pusat pemerintahan Kerajaan Inderagiri untuk sementara dikembalikan
ke Japura (Koloniaal Verslag tahun 1870: halaman 39 ), namun mereka bisa
kembali ke Rengat pada tanggal 26 Mei 1969, setelah kondisi keamanan di
Rengat dapat dipulihkan, namun pusat Kerajaan Indragiri telah porak
poranda (Politic Verslag Van Residentie Riouw Over Het Over Jaar 1869:
Bundel Riau nomor59).
Memasuki abad ke-XVIII, situasi dan kondisi ekonomi Rengat sudah
memiliki potensi yang menarik minat VOC bagi kebijakan monopoli
perdagangannya. Untuk menanamkan jaringan perdagangan di Rengat, VOC
mengadakan perjanjian dengan penguasa Indragiri Sultan Jamaludin
Keramatsyah yang saat itu berkedudukan masih di Rajapura atau Japura.
Hasil dari kesepakatan ini adalah pembukaan Loji VOC pertamakali di
Pranap pada tahun 1615. (lihat Daghregister gehouden in het kastijl
Batavia, karya J. van der Chijs). Meskipun tujuh tahun kemudian loji ini
tutup pada tahun 1622 karena VOC kekurangan personel. Loji tersebut
buka kembali pada 27 Oktober 1664 setelah ada perjanjian baru dengan
VOC.
Dengan melihat usia dokumen tersebut, laporan Belanda pertama yang menyebut Rengat adalah tahun 1615 yang ditandai dengan pembukaan loji. Dan yang menarik untuk dianalisis di sini adalah bahwa “Rengat bukan merupakan pusat pemerintahan melainkan sebagai bandar perdagangan.“ Dengan demikian nilai Rengat pada saat itu adalah sebagai pusat aktivitas ekonomi. Rengat mulai memperoleh nilai politiknya dengan ditandai peletakan batu pertama pembangunan masjid oleh Sultan Ibrahim pada tanggal 5 Januari 1815.
Apabila ditinjau dari sudut pemerintahan, bahwa Rengat mulai menjadi
ibukota Afdeeling Inderagiri adalah tanggal 13 Maret 1902, bersamaan
dengan dijadikannya Indragiri sebagai suatu satuan wilayah di bawah
keresidenan dengan ibukota di Rengat, dimana pada saat itu Afdeeling
Indragiri sekaligus mencakup dua Onderafdeeling yaitu “INDERAGIRI dan
KUANTAN” ( Koloniaal Verslag tahun 1903 Hoofstuk C: halaman 68 ) dan
baru pada 1 April 1907, Kuantan diperintah sendiri oleh seorang
Kontrolir dengan berkedudukkan di Taluk yang tunduk kepada Asisten
Residen Inderagiri. Berarti tanggal 1 April 1907 (seuai dengan Buisleit dan Stanblaat)
tanggal tersebut dapat dijadikan sebagai referensi untuk menentukan Hari
Jadi Kota Taluk Kuantan. Pada tahun 1912, Raja Mahmud dinobatkan
menjadi Sutan Indragiri (yang terakhir karena sejak tanggal 29 Desember
1950, Kerajaan Indragiri sudah tidak berdaulat), Raja Mahmud pada saat
dinobatkan menjadi Sutan Indragiri, Raja Mahmud menandatangani sebuah
perjanjian (PLAKAT PENDEK dan atau KORTE VEKLARING).
2 komentar:
menarik infonya...makasih udah share ya
thanks infonya :)
Posting Komentar