Jaap
Kunst (1973) menyatakan bahwa gambus berasal dari perkataan arab yaitu
Qupus. Istilah Qupus mengalami perobahan menjadi Gabbus di Zanzibar dan
Filipina selatan. Dikepulauan istilah Qupus secara Linguistik berubah
menjadi Gambus. Gambus dikepulauan Nusantara bisa dijumpai di
semenanjung melayu, pesisir Sumatra dan Jawa. ( Dewan Budaya, 1980).
Kedatangan alat musik gambus di Nusantara menurut Anis Mohd N Md dibawa
oleh orang Arab seiring dengan pengislaman kawasan ini pada abad ke-15.
Sementara itu pendapat lain dikemukakan oleh C. Sachs bahwa orang Persia
dan Arab telah melakukan perdagangan di Kepulauan Nusantara pada abad
ke-9 dan instrument musik ini dibawa ke dalam kapal-kapal mereka untuk
hiburan pribadi pada saat perjalanan laut yang Panjang.
Menurut
Banoe gambus alat musik
tradisional arab yang banyak dikenal di Indonesia. Satuan musik yang
berinti alam musik gambus khususnya memainkan lagu- lagu arab dan
kasidah.
Gambus
adalah salah satu alat musik chordophone berdawai tujuh (bunyi yang
dihasilkan oleh dawai) yang dibunyikan dengan cara dipetik (dalam
istilah di Siak
dipeteng). gambus ini terbuat dari bahan kayu nangka dan cempedak.
Dalam khasanah musik melayu, pada umumnya orang mengenal 2 jenis gambus
yakni jenis yang pertama gambus Ud yang terdapat dalam musik timur
tengah, alat musik ini sudah dikenal sejak lama dan ditemukan pada
lukisan dinding peninggalan peradaban mesir kuno dan mesopotamia, dan jenis kedua gambus selodang. Gambus selodang bentuknya
mirip dengan Ud juga, dan muncul di alam melayu sebagai hasil dari
interaksi dengan budaya timur tengah yang disertai masuknya islam ke
nusantara.
Makna
gambus selodang dalam Berein dan Roza (2003, hlm. 20), bahwa gambus
menurut masyarakat Riau berasal dari percintaan masyarakat Melayu Riau.
Disebutkan bahwa gambus dikiaskan seperti betis wanita. Dalam legenda
tersebut bercerita bahwa di atas makam wanita kekasihnya yang meninggal
itu ditanam sebatang pohon. Ketika pohon tersebut telah tumbuh besar,
kemudian oleh sang pria kekasihnya dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan
instrumen gambus. Namun dalam sumber yang sama tersebut disebutkan pula
bahwa gambus menurut sejarahnya berakar dari Al-Ud yakni sejenis sitar dari India.
Pada
zaman dahulunya di desa-desa belum ada hiburan saat itu para pemuda dan
orang tua sering berkumpul bersama dengan memeting gambus di malam hari
terasa nyaman didengar di tengah gelapnya sebuah desa. Seiring dengan
adanya tarian zapin yang diiringi musik Gambus dan Marwas, saking
minimnya hiburan di saat itu pada acara pesta malam harinya
dipersembahkan tarian zapin yang diiringi dengan musik Gambus dan marwas sebagai sarana penghibur saat itu, dan bahkan di setiap acara adat lainnya.
Seiring
perjalanan waktu, gambus berkembang menjadi sarana hiburan. Tidak heran
pada 1940-an sampai 1960-an sebelum muncul musik melayu atau lebih
dikenal musik dangdut. Di
Riau gambus selodang semula dimainkan untuk mengiringi tari zapin di
Istana Siak dan di rumah-rumah orang terkemuka, kemudian berkembang
sebagai alat musik hiburan dan acara- acara sosial, seperti acara
perkawinan, syukuran, khitanan, dll.
Disebut gambus
selodang karena bentuk punggungnya berfungsi sebagai resonator
menyerupai selodang (seludang), pembungkus mayang kelapa atau pinang.
Ukuran punggung (resonator) gambus selodang agak kecil, tidak sebesar
dan sebuncit gambus Ud. Pemain
gambus selodang biasanya memetik dawai dengan tangan kanan, sedangkan
jari tangan kiri digunakan untuk menekan dawai sesuai nada yang
diinginkan pada leher gambus. Selain memetik gambus pemain gambus
selodang juga bernyanyi diiringi oleh beberapa orang penabuh gendang
kecil yang disebut dengan marwas. Pemain
Gambus Selodang Siak juga dilengkapi dengan beberapa marwas serta
nafiri sehingga lengkap dan dapat menampilkan musik dan tari zapin siak
yang selalu dihelat dalam acara-acara pesta pernikahan, khitanan dan
acara seni lainnya.
Gambus
selodang adalah salah satu instrumen alat musik tradisional yang
terdapat di kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak, gambus selodang
merupakan adopsi gambus Al-Ud (berasal dari Timur Tengah), sedangkan istilah selodang diambil dari bahasa Melayu Riau yang dalam Bahasa Indonesia disebut seludang.
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (2005, hlm 1023) disebutkan seludang
memiliki dua makna. Makna pertama adalah kulit pembalut mayang pinang
atau mayang kelapa. Makna kedua adalah sampan yang lancip ujungnya dan
rata pada buritannya. Selain itu selodang juga diartikan sepotong kayu
yang secara utuh tanpa sambungan dijadikan instrumen musik gambus. Pada
ornamen kepala gambus selodang memiliki makna filosofi tentang daerah
Siak seperti motif kepala naga melambangkan kejayaan kerajaan Siak Sri
Indrapura.Ada beberapa perbedaan antara gambus selodang Siak, gambus Kalimantan dan gambus Karimun Kepulauan Riau. Gambus selodang Siak mempunyai 7 dawai, bagian kepala ada 3 bentuk, yaitu motif kepala naga, burung serindit, dan kuda laut. Memiliki filosofi bahwa Siak dahulu terdapat banyak burung serindit. Ornamen kepala buah belimbing wuluh dan buah nipah pada pemutar dawai. Kepala naga melambangkan kekuatan dan kekuasaan dan juga melambangkan kejayaan kerajaan Siak di masa lalu. Pada mahkota raja siak terdapat hiasan bermotif dua ekor ular naga. Gambus kalimantan hampir sama namun ukuran pada body gambus terdapat perbedaan dan gambus Kalimantan memiliki 6 dawai. Demikian juga di Kepulauan Riau di Kecamatan Durai Kabupaten Karimun, body lebih besar, kayu sebagai resonator dan mempunyai 3 dawai ganda dan 1 dawai tunggal.
Gambus
selodang Siak yaitu gambus yang dibuat dari sepotong kayu yang utuh
dari perwujudan gambus itu sendiri, maksudnya tidak melakukan sambungan
dengan kayu lain, gambus itu utuh dari unsur ekor perut lengan dan
kepala. Adapun cara membuat gambus secara tradisional terbuat dari kayu
nangka. Berdasarkan struktur kayu nangka mempunyai serat yang halus,
liat dan mepunyai struktur yang padat serta warna yang cantik. Setelah
kayu diukur dengan panjang 110 cm maka ditentukan bagian-bagianya antara
lain 10 cm untuk bagian ekor, 40 cm untuk bagian perut, 30 cm untuk
bagian leher/lengan/tangan gambus, 30 cm untuk bagian kepala gambus.
Adapun cara membuatnya alat-alat yang digunakan yaitu kapak, gergaji
kayu, pahat, martil/palu, penggaris/rol. Bahan lainya yaitu kulit
kambing dan senar gitar. Setelah
unsur-unsur yang terdapat pada gambus diukur lalu langkah awal ialah
pembodian, yaitu melakukan penarahan bagian ekor. Setelah ekor terbentuk
dilanjutkan bagian perut membentuk separuh bulatan dengan model meniru
model kaki betis anak gadis, kemudian bagian lengan/tangan lalu bagian
kepala, pada bagian kepala ini di situlah letak motif yang ingin
dipakai, untuk gambus selodang Siak meniru dari usur alam seperti flora
dan fauna, ada meniru contoh dari ular naga/ular menganga, ada yang
mencontoh dari kepala bururng, yang sering dibuat sebagai ciri khas
gambus selodang Siak meniru bentuk ular naga.
Setelah
pembodian selesai dilanjutkan menebuk bagian perut gambus menggunakan
alat kapak, pahat, dan martil. Tebukan itu akan menyisakan tebal dinding
perut, sebaiknya tersisa 1 cm. Adapun fungsi perut gambus adalah untuk
menyimpan udara yang mana udara yang tesimpan dalam perut tersebut
terbungkus/dilem dengan kulit kambing. Dengan adanya getaran ketika
dipeting, suara yang dihasilkan memberi suara yang khusus/spesial bunyi
suara gambus, bagian kepala merupakan ciri khas dari gambus itu sendiri
yang menandai gambus tersebut berdasarkan dari bentuk dapat ditentukan
dari daerah mana gambus itu dibuat. Untuk gambus kabupaten Siak kepala
gambus itu diberi nama dengan kepala naga/ular menganga, yang merupakan
simbol kerajaan Siak adalah kepala ular naga. Di bagian kepala terdapat 7
lobang yang berfungsi sebagai alat pemutar senar yang disebut dengan
telinga gambus, adapun 7 telinga gambus itu 2 telinga gambus untuk dipasang dengan tali senar nomor 1, 2 telinga gambus untuk ukuran
tali senar nomor 2, 2 telinga gambus menggunakan tali senar nomor 3 dan
1 telinga gambus untuk tali senar nomor 4. Tahapan proses pembuatan
ekor perut lengan dan kepala memakan waktu 3 hari. Setelah semua
terbentuk, tahapan yang berikut ialah memasang kulit kambing. Sebaiknya
kulit kambing yang dipasang ialah kulit kambing betina, karna kulit
kambing betina sedikit lebih tipis dari kulit kambing jantan, untuk
suara yang lebih bagus, alat
yang digunakan untuk memasang kulit kambing ialah paku payung, lem kayu,
dan tang, supaya kulit kambing lebih tegang.Memasang
telinga gambus hendaklah dibentuk berupa ukiran buah belimbing/buah
nipah yaitu tumbuhan yang banyak di sekitaran pantai daerah Kabupaten
Siak. Tahapan terakhir adalah finishing yaitu melakukan
penghalusan menggunakan kertas pasir dan memberikan warna menggunakan
vernis yang dioles di seluruh badan gambus kecuali kulit kambing
Pada
Tahun 2020 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan telah menetapkan 153 karya budaya sebagai Warisan Budaya
Tak Benda Indonesia dan Gambus Selodang Siak menjadi salah satu dari Warisan BudayaTak Benda dengan Nomor Registrasi 202001107.
(sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=1845)