BEKUDO BONO DI SUNGAI KAMPAR

Melihat orang berselancar di pantai atau laut adalah suatu hal yang sudah biasa. Tetapi melihat orang berselancar di arus sungai adalah suatu hal yang luar biasa. Kegiatan berselancar di sungai hanya ada di beberapa tempat di dunia. Dan salah satu diantaranya terdapat di Muara Sungai Kampar, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau yang biasa di sebut dengan Ombak Bono Sungai Kampar. Selain di Muara Sungai Kampar Ombak Bono atau Tidal Bore juga terdapat di Sungai Gangga dan Brahmaputra (India dan Banglades), Sungai hindustan (Pakistan), Sungai Lupar (Malaysia) biasa disebut dengan benak batang Lupar, Australia, Inggris, Perancis yang biasa disebut dengan un mascaret, Inggris, Amerika, kanada, Mexico, Brazilia.




Ombak Bono Sungai Kampar menurut masyarakat tempatan di Teluk Meranti, Kuala Kampar, Pulau Muda tingginya mencapai 6-10meter, dari kejauhan suara deru bono sungai kampar sudah terdengar. Menurut cerita Melayu lama berjudul Sentadu Gunung Laut, setiap pendekar Melayu pesisir harus dapat menaklukkan ombak Bono untuk meningkatkan keahlian bertarung mereka, mereka biasa menyebut dengan "bekudo bono", dengan bekudo bono atau mengendarai bono para pendekar melayu dapat menjaga keseimbangan badan mereka.

                        
 
Bekudo bono memiliki nuansa mistis, sebelum dilakukan ritual bekudo bono terlebih dahulu dilakukakn upacara “semah” yang dilakukan pagi atau siang hari. Upacara dipimpin oleh bomo atau Datuk atau tetua kampung dengan maksud agar pengendara Bono selalu mendapat keselamatan dan dijauhkan dari segala marabahaya.


GELOMBANG BONO OMBAK TUJUH HANTU
Menurut cerita masyarakat Melayu lama, ombak Bono terjadi karena perwujudan 7 (tujuh) hantu yang sering menghancurkan sampan maupun kapal yang melintasi Kuala Kampar. Ombak besar ini sangat menakutkan bagi masyarakat sehingga untuk melewatinya harus diadakan upacara semah.

Ombak ini sangat mematikan ketika sampan atau kapal berhadapan dengannya. Tak jarang sampan hancur berkeping-keping di hantam ombak tersebut atau hancur karena menghantam tebing sungai. Tak sedikit kapal yang diputar balik dan tenggelam akibanya. Menurut cerita masyarakat, dahulunya gulungan ombak ini berjumlah 7 (tujuh) ombak besar dari 7 hantu.

Ketika pada masa penjajahan Belanda, kapal-kapal transportasi Belanda sangat mengalami kesulitan untuk memasuki Kuala Kampar akibat ombak ini. Salah seorang komandan pasukan Belanda memerintahkan untuk menembak dengan meriam ombak besar tersebut. Entah karena kebetulan atau karena hal lain, salah satu ombak besar yang kena tembak meriam Belanda tidak pernah muncul lagi sampai sekarang. Maka sekarang ini hanya terdapat 6 (enam) gulungan besar gelombang ombak Bono.
Tujuh Hantu adalah 7 ombak Bono dengan formasi 1 di depan dan diikuti dengan 6 gelombang di belakangnya. Karena 1 ombak terbesar telah dihancurkan Belanda sehingga ombak Bono besar hanya tersisa 6 ombak dengan formasi hampir sejajar memasuki Kuala Kampar. Mengenai kapal Belanda dan orang-orangnya tidak pernah diketemukan sampai sekarang.