Tampilkan postingan dengan label INDRAGIRI HULU. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label INDRAGIRI HULU. Tampilkan semua postingan
Danau Menduyan
Danau Menduyan merupakan salah satu objek wisata yang menarik dikunjungi untuk bersantai dan piknik bersama keluarga, karena keindahan panorama alamnya. Lokasi danau ini masih dalam satu kawasan dengan Situs Cagar Budaya, Kompleks Makam Raja-raja Indragiri, tepatnya di daerah Koto Lama, yang berjarak 17 km dari Kota Rengat.




 Menduyan Lake
Menduyan Lake . It is one of interesting tourism objects visited to relax and for picnic with families, by reason of its natural scenery beauty. This location of this lake is still in one area with the Cultural Preservation Site, Indragiri Kings Graveyard Compound, to be exact in Koto Lama area, situated 17 km from Rengat city.

Sumber : Riau Tourism Board
                                    
Taman Putri Junjung Buih, terletak di kota Rengat. Lokasinya sangat mudah dijangkau karena berada persis di pinggiran jalan besar di salah satu sudut Kota Rengat. Di taman ini pengunjung dapat bersantai menikmati panorama alam yang indah, sedangkan anak-anak dapat bermain sepuasnya di taman yang tertata rapi, bersih dan asri.




Putri Junjung Buih Park . It is situated in Rengat city. Its location is easily reaced because it exactly situated on the side of highway in one of the corners in Rengat city. In this park visitors can relax enjoying the beautiful natural scenery, while the kids can play as much as they can in the park neatly structured, clean and artistic.

Photo : Rilham (Forum Skycrapercity Riau)
Teks : Riau Tourism Board
WISATA RIAU
Komunitas Suku Talang Mamak di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, masih kental dengan beragam upacara adat yang telah mereka lakukan secara turun temurun. salah satunya adalah upacara pernikahan (gawai), upacara adat ini dilakukan dengan ritual-ritual khusus yang sangat menarik untuk disimak.

Sebelum melakukan resepsi pernikahan Suku Talang Mamak  mengadakan sabung ayam. Sabung ayam ini adalah sebagai hiburan dalam rangkaian upacara adat Talang Mamak. Apabila sabung ayam ini ditiadakan maka upacara adat terasa tidak akan lengkap. Selain itu sabung ayam ini berguna untuk menambah lauk yang akan di masak pada pesta pernikahan. Jadi, ayam yang kalah akan di potong dan di jadikan hidangan pesta.
Sabung ayam ini juga tergolong unik, ayam-ayamnya tidak dibiarkan bertarung secara alami, tapi oleh pemiliknya ayam-ayam yang akan bertarung dipasangkan pisau pada tajinya Tak ketinggalan mereka juga bertaruh dalam sabung ayam ini. Yang kalah berkewajiban membayar taruhan dan yang menang berhak menerima uang taruhan. Maka yang kalah menyerahkan uang sejumlah Rp 80.000 sebagai uang taruhan dan Rp 40.000 sebagai uang beli ayam.
RITUAL SABUNG AYAM SUKU TALANG MAMAK



Setelah dilakukan Ritual Sabung Ayam, kemudian dilakukan acara penyerahan alat-alat yang akan dimasak atau yang biasa dikatakan lemukut sepatah rebung sepucuk pakis sekalo selemak semanis. Yaitu, satu nampan besar yang berisi garam, gula, minyak, kelapa, bumbu dapur, dan sebagainya. Selain itu juga ada sepiring sirih. Selanjutnya Kepala Adat membuka kata untuk memberikan seserahan alat dapur ini. Kemudian menyerahkannya kepada istri Kepala Dusun. Seserahan diterima dan ia juga memakan sirih yang diberikan. Selanjutnya seserahan ini diserahkan kembali oleh Istri Kadus kepada orang yang akan memasak agar segera mulai memasak hidangan pesta nanti malam.

Setelah acara penyerahan alat dapur, berikutnya adalah mandi belimau. Mandi belimau ini kedua calon pengantin dimandikan dengan air jeruk nipis. Hal ini bertujuan untuk membersihkan diri sebelum upacara pernikahan berlangsung.

Acara nikahannya berlangsung malam hari sekitar pukul 20.00. Inilah adat pernikahan Orang Talang Mamak. Tarek tando surung tando: Ahli waris bertimpal pihak naik ke RT dari RT naik ke Kadus dari Kadus ke Pegawai Adat/Imam yang menikahkan). Acara diawali dengan penyerahan piring dan keris. Keluarga laki-laki yang menyerahkan piring yang berisi sirih dan keris (keris ini nantinya akan di simpan oleh waris, hal ini dimaksudkan, jika dikemudian hari dalam rumahtangga pengantin ini ada masalah, maka warislah yang akan bertanggung jawab dan membantu mencarikan jalan keluar) serta 24 piring kepada pihak perempuan. Piring ini berjumlah 24 karena calon pengantin pria adalah anak sulung. Sesuai dengan adat Orang Talang Mamak, apabila pengantin pria anak sulung maka ia harus memberikan 24 piring kepada keluarga calon pengantin perempuan, jika pengantin pria anak kedua maka ia harus memberikan 18 piring kepada keluarga calon pengantin perempuan, jika pengantin pria anak tengah maka ia harus memberikan 16 piring kepada keluarga calon pengantin perempuan, jika pengantin pria anak bungsu maka ia harus memberikan 24 piring kepada keluarga calon pengantin perempuan, sama seperti anak sulung.
PENYERAHAN PIRING DAN KERIS


Setelah waris (keluarga) perempuan menerima piring, maka waris perempuan memberikan piring berisi sirih dan keris kepada Ketua RT dan berunding agar anak mereka segera dinikahkan. Setelah berunding waris perempuan memberikan uang Rp 50.000 sebagai upah nikah yang nantinya akan diberikan kepada pegawai yang menikahkan kedua mempelai. Selanjutnya, Ketua RT memberikan piring berisi sirih dan keris kepada Kepala Dusun. Ketua RT menyalami Kadus, Kadus pun menerima piring dan memakan sirih yang diberikan, selanjutnya Ketua RT menjelaskan maksud kedatangannya adalah ada dua orang yang datang kepadanya dan minta dinikahkan. Kepala Dusun menjawab, “Jika memang keduanya sudah sepakat, maka nikahkanlah tetapi saya pun tidak bisa menikahkan mereka karena ada Pegawai Adat/Imam yang akan menikahkan mereka.” Maka Kadus menunjuk satu orang pegawai adat yang akan menikahkan kedua mempelai. Selanjutnya Kadus memberikan piring berisi sirih dan keris kepada pegawai yang telah ditunjuk.
BERPOTO DI RUMAH PANGGUNG SUKU TALANG MAMAK
Setelah disepakati pegawai yang akan menikahkan, waris dari calon pengantin perempuan menyiapkan sebuah kayu panjang yang telah dibersihkan kulitnya (kayu kubak) sebagai tanda pernikahan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya kayu kubak tersebut dilintangkan di tengah-tengah ruangan tepatnya sebelum diatas dek rumah namun bisa dijangkau. Kedua pengantinpun bergabung dengan tetamu yang sudah hadir. Kedua mempelai telah tampil dengan pakaian pengantin ala Talang Mamak. Pengantin pria mengenakan baju kemeja putih dan celana jeans yang sedikit lusuh. Untuk menandakan dia sebagai pengantin dengan para hadirin lainnya hanyalah mahkota yang terdapat dikepalanya. Mahkotanya sederhana saja, kopiah hitam yang diberi hiasan manik-manik dan bendana. Sedangkan pengantin wanita mengenakan kebaya dengan bawahan sarung. Dibadannya juga dibalutkan dengan kain bermotif batik. Pengantin wanita juga mengenakan mahkota yang sedikit lebih ramai dari pengantin pria.
Setelah calon pengantin pria dan wanitanya memasuki ruangan maka mereka berputar tiga kali di bawah kayu kubak tersebut. Kemudian kedua mempelai beradu cepat untuk duduk, siapa yang cepat maka dialah yang akan menang dan kali ini yang menang adalah calon pengantin wanitanya. Setelah kedua mempelai duduk berhadapan di bawah kayu kubak, calon pengantin pria dan wanita saling bertukar rokok, kemudian keduanya sama-sama memakan sirih, dan selanjutnya kedua mempelai saling menyuapi nasi yang diletakkan ditelapak tangan masing-masing sebagai tanda sehidup semati. 
PENGANTIN PRIA DAN PENGANTIN WANITA SALING BERTUKAR ROKOK

PENGANTIN TALANG MAMAK SALING MENYUAPKAN

Selanjutnya, hadirin yang berada di ruangan tersebut saling berbalas pantun. Baik tua maupun muda berhak memberikan pantun dan kemudian dibalas oleh yang lainnya. Setelah berpantun, pegawai adat yang akan menikahkan kedua mempelai berdiri di bawah ujung kayu kubak memberikan nasihat perkimpoian. Selanjutnya pegawai mengeluarkan keris dan menancapkan keris pada kayu kubak sambil membaca mantra dan selanjutnya menempelkan keris di dada kedua mempelai secara bergantian. Selanjutnya pengantin kembali beradu cepat untuk duduk dan kali ini pemenangnya adalah pengantin pria. Dengan duduknya kedua mempelai maka pernikahan itu dinyatakan sah. Pegawai adat pun menyatakan kedua mempelai telah sah sebagai suami istri. Mereka tersenyum. Acara dilanjutkan dengan bersalaman, diawali kepada orang tua keluarga, beberapa orang yang dituakan dan dihormatai di lingkungan mereka dan seluruh hadirin yang memenuhi ruangan tersebut sebagai tanda mereka telah sah menjadi sepasang suami istri dan memohon doa agar kebahagiaan selalu menyertai keluarga mereka kelak. Upacara pernikahan adat Talang Mamak ini diakhiri dengan acara bersantap bersama.

BACA JUGA : 


Sejarah

Suku Talang Mamak tergolong Melayu Tua (Proto Melayu) merupakan suku asli Indragiri, mereka juga menyebut dirinya "Suku Tuha".  Sebutan tersebut bermakna suku pertama datang dan lebih berhak terhadap sumber daya di Indragiri Hulu.  Menurut mitos Suku Talang Mamak merupakan keturunan Adam ketiga yang berasal dari kayangan turun ke bumi, tepatnya di Sungai Limau dan menetap di Sungai Tunu (Durian Cacar, tempat Pati). Hal ini terlihat dari ungkapan "Kandal Tanah Makkah, Merapung di Sungai Limau, menjeram di Sungai Tunu". Itulah manusia pertama di Indragiri nan bernama Patih. 



Penyebaran

Suku Talang Mamak tersebar di empat kecamatan yaitu : Kecamatan Batang Gangsal, Cenaku, Kelayang dan Rengat Barat Kabupaten Indragiri Hulu Riau. Dan satu kelompok berada di Dusun Semarantihan Desa Suo-suo Kecamatan Sumai Kabupaten Tebo Jambi. Pada tahun 2000 populasi Talang Mamak diperkirakan ±1341 kepala keluarga atau ±6418 jiwa.

PETA PENYEBARAN SUKU TALANG MAMAK


Budaya

Kepercayaan Talang Mamak masih animisme dan sebagian kecil Katolik sinkritis khusunsya penduduk Siambul dan Talang Lakat. Mereka menyebut dirinya sendiri sebagai orang "Langkah Lama", yang artinya orang adat. Mereka membedakan diri dengan Suku Melayu berdasarkan agama. Jika seorang Talang Mamak telah memeluk Islam, identitasnya berubah jadi Melayu. Orang Talang Mamak menunjukkan identitas secara jelas sebagai orang adat langkah lama. Mereka masih mewarisi tradisi leluhur seperti ada yang berambut panjang, pakai sorban/songkok dan gigi bergarang (hitam karena menginang). Dalam selingkaran hidup (life cycle) mereka masih melakukan upacara-upacara adat mulai dari melahirkan bantuan dukun bayi, timbang bayi, sunat, upacara perkawinan (gawai), berobat dan berdukun, beranggul (tradisi menghibur orang yang kemalangan) dan upacara batambak (menghormati roh yang meninggal dan memperbaiki kuburannya untuk peningkatan status sosial).

Kebanggaan terhadap kesukuan tersebut tidak lepas dari sejarah kepemimpinan Talang Mamak dan Melayu di sekitar Sungai Kuantan, Cenaku dan Gangsal. Kepemimpinan Talang Mamak tercermin dari pepatah "Sembilan Batang Gangsal, Sepuluh Jan Denalah, Denalah Pasak Melintang; Sembilan Batin Cenaku, Sepuluh Jan Anak Talang, Anak Talang Tagas Binting Aduan; beserta ranting cawang, berinduk ke tiga balai, beribu ke Pagaruyung, berbapa ke Indragiri, beraja ke Sultan Rengat". Ini menunjukkan bahwa Talang Mamak mempunyai peranan yang penting dalam struktur Kerajaan Indragiri yang secara politis juga ingin mendapatkan legitimasi dan dukungan dari Kerajaan Pagaruyung.

PESTA PERNIKAHAN SUKU TALANG MAMAK

 Hingga sekarang sebagian besar kelompok Talang Mamak masih melakukan tradisi "mengilir/menyembah raja/datok di Rengat pada bulan Haji dan hari raya" sebuah tradisi yang berkaitan dengan warisan sistem Kerajaan Indragiri. Bagi kelompok ini ada anggapan jika tradisi tersebut dilanggar akan dimakan sumpah yaitu "ke atas ndak bepucuk, ke bawah ndak beurat, di tengah dilarik kumbang" yang artinya tidak berguna dan sia-sia. 
Mereka memiliki berbagai kesenian yang dipertunjukkan pada pesta/gawai dan dilakukan pada saat upacara seperti pencak silat yang diiringi dengan gendang, main gambus, tari balai terbang, tari bulian dan main ketebung. Berbagai penyakit dapat disembuhkan dengan upacara-upacara tradisional yang selalu dihubungkan dengan alam gaib dengan bantuan dukun.

Prinsip memegang adat sangat kuat bagi mereka dan cenderung menolak budaya luar, tercermin dari pepatah "biar mati anak asal jangan mati adat". Kekukuhan memegang adat masih kuat bagi kelompok Tigabalai dan di dalam taman nasional, kecuali di lintas timur karena sudah banyaknya pengaruh dari luar.

Dengan berlakunya UU Pemerintah Desa No. 5 tahun 1979, mengakibatkan berubahnya struktur pemerintahan desa yang sentralistik dan kurang mengakui kepemimpinan informal. Akhirnya kepemimpinan Talang Mamak terpecah-pecah, untuk posisi patih diduduki 3 orang yang mempunyai pendukung yang fanatis, demikian juga konflik terhadap perebutan sumber daya. Walaupun otonomi daerah berjalan, konflik kepemimpinan Talang Mamak sulit diresolusi,




Pendidikan

Sebagian besar penduduk Talang Mamak buta huruf yang disebabkan oleh berbagai faktor dan kendala. Di dalam taman nasional, wilayahnya tidak terjangkau, sarana prasarana tidak memungkinkan. Di luar taman seperti di Lintas Timur, sekolah baru ada akhir-akhir ini dan kurang diminati sebab pendidikan dirasa tidak dapat memecahkan masalah mereka di samping ekonomi yang subsistem. Di wilayah Tigabalai sebagian besar menolak pendidikan, karena anak-anak mereka yang bersekolah dan mengecap pendidikan akhirnya keluar dari kelompoknya.

KELUARGA SUKU TALANG MAMAK


Lingkungan dan Ekonomi 

Tanah dan hutan bagi Suku Talang Mamak merupakan bagian dari kehidupan yang tidak dapat dipisahkan. Sejak beratus-ratus tahun mereka hidup damai dan menyatu dengan alam. Mereka hidup dari mengumpulkan hasil hutan dan melakukan perladangan berpindah. Dari dulu mereka berperan dalam penyediaan permintaan pasar dunia. Sejak awal abad ke-19 pencarian hasil hutan meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan dunia terhadap hasil hutan seperti jernang, jelutung, balam merah/putih, gaharu, rotan. Tetapi abad ke-20 hasil hutan di pasaran lesu atau tidak menentu, namun ada alternatif ekonomi lain yaitu mengadaptasikan perladangan berpindah dengan penanaman karet. Penanaman karet tentunya menjadikan mereka lebih menetap dan sekaligus sebagai alat untuk mempertahankan lahan dan hutannya. 
BERPOTO DI RUMAH PANGGUNG SUKU TALANG MAMAK
Mereka mulai terusik dan diporakporandakan oleh kehadiran HPH, penempatan transmigrasi, pembabatan hutan oleh perusahaan dan sisanya dikuasai oleh migran. Kini sebagian besar hutan alam mereka tinggal hamparan kelapa sawit yang merupakan milik pihak lain. Penyempitan lingkungan Talang Mamak berdampak pada sulitnya melakukan sistem perladangan beringsut dengan baik dan benar dan harus beradaptasi, bagi yang tidak mampu beradaptasi kehidupannya akan terancam. Oleh sebab itu, sekelompok suku Talang Mamak yang di Tigabalai di bawah kepemimpinan Patih Laman gigih mempertahankan hutannya.
Demi memperjuangkan hutan adat, ia menentang dan menolak segala pembangunan dan perusahaan serta rela mati mempertahankan hutan. Kegigihan dan perjuangan "orang tua si buta huruf ini" diusulkan menjadi nominasi dan memenangkan penghargaan International "WWF International Award for Conservation Merit 1999" dari tingkat grass root. Beliau juga mengharumkan nama Riau dan Indonesia di bidang konservasi yang diterimanya di Kinabalu Malaysia bersama dua pemenang lainnya dari Malaysia dan India. Pada tahun 2003, Patih Laman mendapatkan penghargaan KALPATARU dari Presiden Republik Indonesia.


Terima Kasih kepada Kawan-kawan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh
Peranap adalah salah satu kecamatan di Indragiri Hulu, Riau, Indonesia. Kecamatan ini juga terkenal dengan sebutan Luhak Tiga Lorong. Disebut demikian, karena pada masa kerajaan Indragiri yang berkedudukan di Pekan Tua, Raja Indragiri yang ke-16, Raja Hasan bergelar Sultan Salehuddin Keramatsyah (1735-1765 M.), mengangkat tiga orang bersaudara menjadi Penghulu di tiga wilayah di Indragiri Hulu. Ketiga orang bersaudara tersebut diangkat menjadi Penghulu, karena mereka berhasil menumpas kesewenang-wenangan Datuk Dobalang yang berkuasa di negeri Sibuai Tinggi yang masih wilayah Kerajaan Indragiri. Untuk mengetahui kisah bagaimana Tiga Bersaudara tersebut mengalahkan Datuk Dobalang, ikuti kisahnya dalam Penghulu Tiga Lorong.

Pada zaman dahulu, ketika ibukota Kerajaan Indragiri berada di Pekan Tua, tersebutlah tiga orang bersaudara bernama Tiala, Sabila Jati, dan Jo Mahkota. Ketiganya pandai, gagah perkasa dan menguasai ilmu bela diri. Mereka mahir menggunakan senjata, lincah mengelak serangan lawan, gesit menyerang, dan cerdik pula berkelit. Mereka hidup rukun dan saling membantu dalam segala hal di suatu tempat bernama Batu Jangko.

Pada suatu hari, mereka pergi untuk mencari tempat yang lebih baik, yang tanahnya subur, airnya jernih, ikannya jinak, dan udaranya segar. Dari satu tempat ke tempat lain, Tiga Bersaudara ini akhirnya tiba di Koto Siambul dan memutuskan untuk menetap di tempat tersebut.

Sementara itu, di istana, Raja Indragiri sangat resah, karena Datuk Dobalang yang berkuasa di Negeri Sibuai Tinggi bertindak semena-mena. Dia suka berjudi, menyabung ayam, bermabuk-mabukan, dan memperlakukan rakyatnya dengan kejam. Raja Indragiri sudah muak dengan tingkah laku Datuk Dobalang. Sang Raja kemudian memerintahkan Duli Yang Dipertuan Besar Indragiri untuk memanggil Tiga Bersaudara yang dikabarkan berada di Koto Siambul. Sang Raja sudah mengetahui tentang kehebatan Tiga Bersaudara tersebut.

Duli Yang Dipertuan Besar Indragiri segera melaksanakan perintah Raja. Dia memudiki sungai, hingga akhirnya tiba di Koto Siambul dan bertemu dengan Tiga Bersaudara yatiu Tiala, Sabila, Jati, dan Jo Mahkota. “Wahai anak muda, Baginda Raja meminta kalian menghadap ke istana di Pekan Tua,” sapa sang Duli kepada Tiga Bersaudara. Karena permintaan Raja, mereka tidak bisa menolak. Mereka pun berangkat ke istana menghadap sang Raja.

Sesampai di hadapan Raja, mereka pun memberi hormat, “Ampun, Baginda! Apa gerangan Baginda Raja memanggil kami,” tanya ketiga bersaudara serentak. Sang Raja menjawab, “Begini saudara-saudara, kami bermaksud meminta bantuan kalian untuk menaklukkan Datuk Dobalang yang telah bertindak semena-mena di Negeri Sibuai Tinggi.” Mendengar jawaban sang Raja, mereka pun menyanggupi permintaan sang Raja.

Sebagai bekal, masing-masing mengajukan perlengkapan yang diperlukan. Tiala meminta seekor ayam sabung betina dan dua buah keris bersarung emas buatan Majapahit.
Sabila Jati meminta pedang Jawi yang hulunya bertatahkan intan dengan tulisan “Muhammad”. Jo Mahkota meminta lembing dengan sarung emas dan suasa.

Setelah Raja memenuhi semua perlengkapan yang diminta, berangkatlah ketiga bersaudara tersebut ke Sibuai Tinggi dengan sebuah perahu yang dikayuh oleh 12 orang. Setiba di Sibuai Tinggi, mereka langsung ditemui oleh Datuk Dobalang dan ditantang untuk bersabung ayam. Ketiga bersaudara pun bertanya kepada Datuk Dobalang, “Maaf, Datuk! Apa pantang larangnya? Datuk Dobalang menjawab, “Ada empat pantang larang yang harus dipatuhi dalam pertandingan, yaitu:, dilarang bersorak dan bertepuk tangan. Kedua, dilarang memekik dan menghentak tanah. Ketiga, dilarang menyingsingkan lengan baju. Keempat, dilarang memutar keris ke depan.

“Siapa yang melanggar peraturan tersebut dianggap kalah,” tegas Datuk Dobalang dengan pongahnya.

Kemudian ketiga bersaudara bertanya lagi, “Berapa taruhannya Datuk?” Datuk Dobalang menjawab, “Tanah Inuman di kiri Sungai Indragiri, yang lebar dan panjangnya sejauh mata memandang dari gelanggang Sibuai Tinggi.” Mendengar begitu luasnya tanah yang dipertaruhkan Datuk Dobalang, ketiga bersaudara diam sejenak. Mereka berpikir bagaimana cara mengimbangi besarnya taruhan yang ditetapkan oleh Datuk Dobalang. Karena kecerdikan mereka, dengan percaya diri mereka pun berujar serentak, “Kami memberikan taruhan tanah Koto Siambul di kiri Sungai Indragiri, lebar dan panjangnya sehabis mata memandang dari gelanggang Sibuai Tinggi,” Sesungguhnya mereka tidak mempertaruhkan apa-apa, sebab Koto Siambul tidak dapat dilihat dari Sibuai Tinggi. Namun, Datuk Dobalang menerima taruhan itu tanpa menyadari kebodohannya.

Setelah kedua belah pihak menetapkan taruhan, saatnya menentukan hari pelaksanaan pertandingan sabung ayam. “Hai anak muda, kapan kita laksanakan pertandingan itu,” tanya Datuk Dobalang. “Terserah tuanku,” jawab ketiga bersaudara serentak. “Kalau begitu, kita laksanakan tiga hari lagi, sebab kami harus mengumpulkan para penduduk di gelanggang,” ujar Datuk Dobalang.

Saat yang dinanti-nanti pun tiba. Pada hari ketiga, pertandingan Sabung ayam itu pun segera dilaksanakan. Semua penduduk berkumpul di gelanggang Sibuai Tinggi untuk menyaksikan pertarungan itu. Sesaat sebelum pertandingan dimulai, suasana gelanggang menjadi hening. Datuk Dubalang melepas ayam jagonya, sedangkan tiga bersaudara melepas ayam betinanya. Beradulah kedua ayam tersebut dengan seru. Baru beberapa saat pertandingan berlangsung, tiba-tiba ayam betina Tiga Bersaudara terkena kelepau (serangan) hingga sayapnya patah. Datuk Dobalang sangat gembira hingga bersorak, bahkan memekik dan menghentak tanah. Tanpa ia sadari, semua aturan yang dibuatnya, dilanggarnya sendiri.

Berkali-kali Tiga Bersaudara mengingatkan Datuk Dobalang bahwa dia telah melanggar peraturan, dan siapa pun yang melanggar peraturan harus dianggap kalah. Namun, Datuk Dobalang tidak peduli. Kesabaran itu ada batasnya. Tiga bersaudara tidak tahan lagi melihat tingkah si Datuk angkuh itu, sehingga kesabaran mereka pun habis. Sambil bersiap mengantisipasi serangan Dato Dobalang, mereka melantunkan sebuah gurindam: Penat mau bergalah coba-coba mengalas Penat hendak mengalah dicoba membalas

Ternyata benar. Baru saja gurindam itu lepas dari mulut Tiga Bersaudara, tiba-tiba Datu Dobalang menyerang mereka dengan kerisnya. Tiga Bersaudara sudah siap, sehingga dengan mudah mereka mengelak dan balas menyerang Datuk Dobalang. Serang-menyerang berlangsung dengan seru. Pekikan dan bentakan bersahut-sahutan. Berkali-kali Datuk Dobalang mengayunkan kerisnya ke arah Tiga Bersaudara, berkali-kali pula Datuk Dobalang memekik geram karena serangannya dapat dielakkan oleh Tiga Bersaudara.

Suasana di gelanggan semakin gaduh. Penduduk yang ada digelanggan itu hanya terperangah menyaksikan sengitnya perkelahian antara Datuk Dobalang dengan Tiga Bersaudara. Mereka menyaksikan sendiri Tiga Bersaudara berkali-kali berkelit mengelakkan tikaman Datuk Dobalang. Melihat serangannya selalu dipatahkan oleh Tiga Bersaudara, dengan menggeram macam singa lapar, Datuk Dobalang menyerang Tiga Bersaudara. Karena ia dalam keadaan emosi, ia tidak dapat mengendalikan serangannya dengan baik, sehingga tampak serangannya membabi buta. Tentu saja kelengahan itu tidak disia-siakan oleh Tiga Bersaudara. Dengan secepat kilat, Ketiga Bersaudara tersebut mengeluarkan senjata masing-masing yang mereka minta dari Raja Indragiri. Akhirnya, pusaka-pusaka sakti tersebut membuat Datu Dobalang tewas jatuh tersungkur ke tanah.

Penduduk yang hadir di gelanggang itu segera mengerumuni mayat yang tergeletak itu. Mereka ingin memastikan apakah Datuk Dobalang benar-benar sudah mati. Dari kerumanan itu, sesekali terdengar decak kagum atau geleng kepala takjub akan keberhasilan Tiga Bersaudara mengalahkan orang yang paling ditakuti di Negeri Sibuai Tinggi. Penduduk Sibuai Tinggi bergembira ria, sebab mereka sudah bisa mencari nafkah sehari-hari tanpa dihantui rasa takut.

Selanjutnya, Tiga Bersaudara memasukkan jasad Datuk Dobalang ke dalam peti dan segera membawanya ke hadapan Raja Indragiri. Sang Raja sangat gembira melihat keberhasilan Tiga Bersaudara mengalahkan Datuk Dobalang. Atas jasa-jasanya itu, sang Raja meminta kepada Tiga Bersaudara menyebutkan hadiah yang mereka inginkan. “Wahai pahlawanku, hadiah apa yang kalian inginkan?” seru sang Raja menawarkan. Tiga bersaudara tidak mengharapkan uang, emas, ataupun harta benda yang lain. “Kami hanya meminta sesuatu yang tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk karena hujan seumur hidup,” kata Tiala mewakili saudara-saudaranya.

Sang Raja tidak mengerti apa maksud perkataan Tiala itu. Sang Raja pun mengumpulkan para menteri dan orang-orang tua yang bijak untuk mengadakan rapat tentang permintaan Tiga Bersaudara tersebut. Selama delapan hari mereka berpikir keras untuk mencari tahu apa yang dimaksud oleh Tiga Bersaudara tersebut. Atas petunjuk Tuhan, akhirnya mereka menyimpulkan bahwa yang diinginkan Tiga Bersaudara adalah pangkat.

Ketiga Bersaudara tersebut kemudian diangkat menjadi Penghulu Tiga Lorong. Tiala diangkat menjadi Lelo Diraja, Penghulu Baturijal Hilir lawan Sungai Indragiri dengan bendera berwarna putih. Sabila Jati diangkat menjadi Dana Lelo Penghulu Pematang lawan Batanghari, dengan bendera berwarna hitam. Adapun Jo Mahkota diangkat menjadi Penghulu Baturijal Hulu dengan anugerah dua bendera, yaitu bendera merah dari Raja Indragiri dan bendera hitam dari Raja Kuantan.

Atas anugerah pangkat yang mereka terima, Penghulu Tiga Lorong bersumpah, Tiada boleh akal buruk, Budi merangkak,Menggunting dalam lipatan,Memakan darah di dalam,Makan sumpah 1000 siang 1000 malam.Ke atas dak bapucuk,Ke bawah dak baurat,Dikutuk kitab Al-Qur‘an 30 juz.

Tiga Bersaudara selanjutnya menerima hadiah tanah Tiga Lorong yang tanahnya subur, udaranya sejuk, airnya jernih, rumputnya segar, serta ikannya jinak. Mereka membangun wilayah Tiga Lorong sehingga hasil pertaniannya berlimpah, jalan-jalan dan bangunannya tertata rapi, perniagaannya maju, serta keseniannya berkembang pesat. Rakyat yang terdiri dari berbagai suku hidup rukun, saling menghargai, serta menjalankan syariat agama dengan taat.

Sejak peristiwa di atas, ketiga orang bersaudara tersebut berusaha memajukan rakyat Tiga Lorong (sekarang dikenal Kecamatan Peranap). Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Isjoni Ishak dan Mira Dewi Minrasih, ada beberapa usaha yang telah mereka lakukan dalam memajukan masyarakat Baturijal khususnya, dan Tiga Lorong umumnya, antara lain: Menyatukan rakyat yang bermacam-macam suku bangsa melalui pendekatan social Meningkatkan perekonomian rakyat melalui bidang pertanian, perkebunan dan perikanan. Menanamkan sifat solidaritas kepada masyarakat Tiga Lorong. Dalam hal ini, mereka tidak mau ikut campur dalam pelaksanaan adat-istiadat masyarakat yang berlainan tersebut. Menanamkan nilai-nilai ajaran agama Islam yang berpedoman kepada Alquran bagi masyarakat Tiga Lorong. Usaha-usaha yang telah mereka lakukan tersebut memberikan dampak positif bagi masyarakat desa Tiga Lorong. Hal ini terbukti dengan meningkatnya ekonomi masyarakat. Selain itu, masyarakat Tiga Lorong sangat taat terhadap ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan Alquran dan Sunnah Rasulullah.

Cerita Penghulu Tiga Lorong ini kiranya dapat dijadikan sebagai suri tauladan untuk menciptakan negara yang damai, sejahtera dan makmur. Penguasa yang zalim terhadap rakyat harus dilenyapkan dari muka bumi.

Disadur dari Cerita Rakyat Indragiri Hulu : Mahligai keloyang dan Cerita  lainnya : Elmustian Rahman, Drs. Fakhri, Unri Press
Suku Talang Mamak tersebar di empat kecamatan yaitu Batang Gansal, Cenaku, Kelayang dan Rengat Barat, Kabupaten Indragiri Hulu dan di Dusun Semarantihan, Desa Suo-Suo, Kecamatan Sumai, Kabupaten Tebo, Jambi. Salah satu versi asal usul suku Talang Mamak yang sangat terkenal diceritakan dalam cerita rakyat tentang Putri Pinang Masak. Konon, di Indragiri hidup tujuh pasang putra-putri yang dilahirkan secara kembar. Ketujuh putra tersebut menjadi pemuda yang gagah berani, sedangkan ketujuh putri tumbuh menjadi gadis cantik jelita. Dari ketujuh putri tersebut, salah seorang di antaranya yang termolek, Putri Pisang Masak namanya. Berikut kisahnya menurut ceritarakyatnusantara.com.

Alkisah, pada zaman dahulu, tersebutlah sebuah kisah di Negeri Simbul, Siberida, Indragiri, Riau. Di negeri itu hidup tujuh pasang putra-putri yang dilahirkan secara kembar siam. Marudum Sakti lahir kembar dengan Putri Pinang Masak (sulung), Buyung Selamat dengan Putri Mayang Mengurai, Sampurago dengan Subang Bagelan, Tonggak de Tonang dengan Putri Pandan Bajelo, Sapu Jagat dengan Putri Loyang Bunga Emas, Roger dan Putri Setanggi, dan yang bungsu Tuntun dengan Putri Bungsu.

Ketujuh putra tersebut tumbuh menjadi pemuda yang gagah berani, sedangkan ketujuh kembarannya tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita. Dari ketujuh putra tersebut, Roger adalah yang paling gagah dan pemberani. Sementara, dari ketujuh putri, Putri Pinang Masak adalah yang termolek.

Pada suatu hari, seluruh warga heboh, karena tiba-tiba Putri Pinang Masak hilang. Ketujuh saudara laki-lakinya sibuk mencarinya ke sana kemari, namun tak juga mereka temukan. Roger yang gagah dan pemberani kemudian pergi menyusuri berbagai tempat hingga bertemu dengan Datuk Motah. Dari Datuk itulah ia memperoleh kabar bahwa kakaknya, Putri Pinang Masak, dibawa lari dan dikawinkan dengan Raja Dewa Sikaraba Daik oleh Paduka Raja Telni Telanai dari Jambi.

Setelah mendengar kabar keberadaan kakaknya, Roger segera melaporkan kabar itu kepada saudara-saudaranya. Mereka kemudian berkumpul untuk mengadakan musyawarah. “Wahai, Adikku Roger! Kita semua sudah tahu, bahwa di antara kita bersaudara engkaulah yang paling gagah dan pemberani. Maka sepantasnyalah engkau yang harus menjemput Putri Pisang Masak ke Jambi,” kata Marudum Sakti kepada adiknya. “Benar, Abang! Kami setuju dengan pendapat Abang Marudum Sakti,” tambah Tuntun, adik Bungsunya. “Ya, kami juga sepakat,” sahut saudara-saudaranya yang lain serentak. Akhirnya, diputuskan Roger diutus ke Jambi untuk membawa pulang Putri Pinang Masak dengan damai.

Keesokan harinya, Roger berangkat ke Jambi seorang diri. Negeri Jambi dijaga ketat, karena terjadi pertentangan antara Raja Telni Telanai dengan Belanda. Setelah melakukan perundingan dengan para pengawal istana, Roger pun diizinkan untuk menemui Raja Telni Telanai.

“Hai, Orang Muda! Kamu siapa dan dari mana asalmu?” tanya Raja Telni.
“Ampun, Baginda! Hamba Roger. Hamba berasal dari Indragiri,” jawab Roger, tanpa memberitahukan sang Raja kalau dirinya adalah adik kandung Putri Pinang Masak.

“Apa gerangan yang membawamu kemari, Roger?” Raja Telni kembali bertanya.

“Ampun, Baginda! Jika Baginda berkenan, izinkahlah hamba ikut membantu mengusir Belanda dari negeri ini,” Roger memohon kepada Raja Telni.

Raja Telni menyambutnya dengan gembira, seraya berkata, “Baiklah, Roger! Kamu boleh tinggal di istana ini.”

Sejak itulah, Roger tinggal di istana Kerajaan Jambi. Putri Pinang Masak telah mengetahui keberadaan adiknya itu, namun ia tidak pernah bercerita kepada siapa pun tentang hubungan mereka.

Untuk menguji keperkasaan Roger, berkali-kali Raja Telni mengutusnya untuk menumpas para perampok yang berkeliaran di perairan Jambi. Oleh karena kesaktiannya, Roger selalu berhasil, sehingga ia diangkat menjadi dubalang negeri. Tak lama kemudian, Roger pun diperkenankan untuk ikut berperang melawan Belanda.

Pada malam sebelum berangkat ke medan perang, diam-diam Putri Pinang Masak menemui adiknya dan memberinya selendang cindai sebagai pusaka. Berbekal cindai dan kesaktiannya, Roger pun berhasil memukul mundur pasukan Belanda. Segenap raja Jambi menyambutnya sebagai pahlawan. Oleh karena jasa-jasanya terhadap kerajaan, Raja Telni Telanai menganugerahkan gelar “Datuk” dan mengukuhkan Roger sebagai “Dubalang Utama”. Maka lengkaplah gelar Roger sebagai ”Datuk Dubalang Utama Roger”.

Waktu terus berjalan. Raja Telni Telanai mulai sakit-sakitan. Akhirnya, ia pun menyerahkan tampuk kekuasaannya kepada putranya, Raja Dewa Sikaraba Daik. Namun sejak pemerintahan dipegang oleh Raja Dewa Sikaraba Daik, kerajaan menjadi lemah. Banyak pengkhianat muncul di lingkungan istana. Kesempantan itu kemudian dimanfaatkan oleh Belanda untuk menekan raja muda itu.

Setelah terus dibujuk dan didesak oleh para hulubalang yang menjadi mata-mata Belanda, akhirnya Raja Dewa Sikaraba Daik yang lemah itu mau menandatangani perjanjian perdamaian dengan Belanda. Datuk Roger pun ditangkap. Dengan tangan diikat, Datuk Roger dibawa ke kapal untuk ditenggelamkan di tengah-tengah samudera.

Namun, sewaktu akan menaiki kapal, tiba-tiba terjadi peristiwa gaib. Dengan izin Allah, Roger tiba-tiba menghilang tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Lama Roger tidak muncul, sehingga orang-orang Belanda menganggapnya telah mati.

Sepeninggal Datuk Roger, Belanda kemudian menyerang Kerajaan Jambi. Banyak pasukan Raja Dewa Sikaraba Daik yang gugur. Mereka pun semakin terdesak oleh Belanda. Pada saat yang kritis itu, tiba-tiba Datuk Roger muncul. Kemudian ia memohon izin kepada Raja Sikaraba Daik untuk melawan Belanda. Dengan keperkasaannya, Roger dan pasukannya berhasil memukul mundur pasukan Belanda. Para pengkhianat kerajaan kemudian ditangkap dan dihukum mati. Kerajaan Jambi kembali aman dan damai. Raja Dewa Sikaraba Daik pun memimpin rakyat Jambi dengan arif dan bijaksana.

Melihat kondisi sudah kembali aman, Datuk Roger pun bermaksud kembali ke Indragiri. Ia pun segera menghadap Raja Dewa Sikaraba Daik, “Ampun, Baginda! Kini saatnya hamba harus pulang. Jika Baginda memerlukan Hamba, panggillah hamba di Desa Siambul, di Hulu Batang Gangsal, Siberida, Indragiri,” kata Datuk Roger.

Mengetahui adiknya akan kembali ke Indragiri, Putri Pinang Masak segera bersimpuh di hadapan suaminya, Raja Dewa Sikaraba Daik, ”Maafkan Dinda, Kanda! Sebenarnya Dinda adalah kakak kandung Datuk Roger. Izinkanlah Dinda pulang ke Indragiri bersamanya. Dinda akan segera kembali ke istana ini untuk melahirkan putra kita.” Raja Dewa Sikaraba Daik terkejut mendengar perkataan Putri Pinang Masak. “Benarkah itu, Datuk Roger?” tanya sang Raja penasaran. “Benar, Baginda Raja!” jawab Roger singkat.

Akhirnya, Raja Dewa Sikaraba Daik mengetahui hubungan persaudaran mereka yang selama ini dirahasiakan. Namun, mengingat Datuk Roger telah berjasa kepada kerajaan Jambi, sang Raja pun memakluminya. Dengan berat hati, Raja Dewa Sikaraba Daik mengizinkan Putri Pinang Masak pulang ke Indragiri bersama adiknya.

Keesokan harinya, sebelum kakak beradik itu berangkat, Raja Dewa Sikaraba Daik menyerahkan Plakat Kerajaan yang berisi maklumat bahwa hutan di daerah Jambi diserahkan kepada anak cucunya melalui keturunan dari Putri Pinang Masak.

Setelah menempuh perjalanan jauh, sampailah Roger dan Putri Pinang Masak di Indragiri. Mereka disambut oleh masyarakat Siambul dengan suka-cita dan haru. Untuk meluapkan perasaan gembira tersebut, masyarakat desa mengadakan upacara gawai atau selamatan. Dalam suasana gembira tersebut, Datuk Marudum Sakti berkata, “Keluarga kita sudah utuh kembali. Peristiwa ini hendaknya kita jadikan pelajaran berharga agar selalu membela dan melindungi saudara-saudara kita.”

Sesuai dengan Plakat Kerajaan yang diberikan oleh Raja Dewa Sikaraba Daik, selanjutnya anak keturunan Putri Pinang Masak berkembang menjadi Suku Kubu dan Talang Mamak yang menguasai hutan Jambi. Hingga kini, kedua suku tersebut masih dapat ditemukan di daerah-daerah pedalaman di Indragiri Hulu dan Jambi.


Disadur dari Cerita Rakyat Indragiri Hulu Mahligai keloyang dan Cerita  lainnya : Elmustian Rahman, Drs. Fakhri, Unri Press
Buah bidaro adalah sejenis lengkeng kecil yang hanya terdapat di Peranap dan sekitarnya, yakni dari muara Batang Peranap hingga perbatasan bagian hilir Kecamatan Kelayang dan Rakit Kulim. Pernah dicoba ditanam ditempat lain seperti Rengat dan Pekanbaru, tetapi hanya tumbuh, tidak mau berbuah.  Daging buahnya sangat tipis. Dan bijinya sangat hitam dengan kulit bijinya mengkilat. Persis seperti mata kucing. Karenanya, banyak para pendatang di daerah ini menyebutnya buah mata kucing.

Buah bidaro ini menurut dongeng merupakan buah istimewa karena datang dari khayangan.

Alkisah pada masa lalu di wilayah Indragiri terdapat sebuah kerajaan yang wilayahnya meliputi Peranap hingga ke Kelayang. Raja memerintah dengan sangat adil dan negerinya pun makmur sentosa. Tapi ada satu yang membuat masygul dan sedih raja dan rakyat negeri itu. Setelah sekian lama, tidak ada tanda-tanda permaisuri akan hamil.

Akhirnya disarankanlah agar baginda mau mengajukan permohonan ke khayangan. Singkat cerita, penguasa negeri khayangan mengabulkan dan menurunkan putri khayangan sebagai anak dari raja negeri tersebut. Hari berganti hari, putri itu tumbuh menjadi putri yang cantik jelita. Oleh karenanya, silih berganti putra-putra bangsawan yang mengajukan pinangan.

Menyadari kecantikan putri, raja kemudian menginginkan menantu yang istimewa. Menantu tersebut bukan hanya gagah, tetapi juga harus sakti mandraguna. Untuk memilih menantu pilihan tersebut, diadakanlah sebuah sayembara yang sebenarnya sangat tidak masuk akal, yakni memindahkan aliran air sungai yang menurut kebiasaan dari hulu ke hilir menjadi dari hilir ke hulu.

Tentu saja tidak ada yang berhasil memenangkan sayembara tersebut. Dan tidak ada seorang pangeran pun yang berjodoh dengan sang putri.  Putri menangis mengenang nasib perjodohannya yang sangat buruk. Putri demikian sedihnya dan memutuskan untuk kembali ke khayangan. Sebelum pergi, Putri berkata, "Aku sangat menyayangi rakyatku. Oleh karenanya, sebelum aku pergi aku akan meninggalkan sesuatu yang akan sangat berarti bagi rakyatku semua. "

Setelah mengucapkan tersebut, terjadilah keajaiban. Dari air mata sang putri, terjelma satu buah yang belum pernah ada sebelumnya. Saat buah dicoba, buah tersebut sangatlah manis seperti manisnya wajah dan hati sang putri. Dalam panggilan masyarakat negeri itu, putri disebut dara. Oleh karenanya buah tersebut disebut "buah dara" yang untuk kemudahan lidah disebut "badara /badaro" yang berarti buah yang diberikan oleh dara (putri).


Pada zaman dahulu, nenek moyang Peranap tiba di Peranap menjumpai tanah rawa yang sulit dihuni oleh manusia. Oleh karenanya, mereka berdoa kepada dewata agar rawa tersebut dikeringkan. Ternyata, doa mereka dikabulkan.

Atas berkah yang diterima tersebut, mereka ingin mengadakan syukuran. Namun karena mereka baru mau menetap, mereka tidak memiliki apa pun untuk dipakai dalam kenduri. Bahkan, mereka pun tidak mempunyai piring untuk tempat makanan. Sementara itu, di tanah yang baru, belum ada tumbuh pohon apa pun yang bisa dijadikan untuk makanan, kecuali buah pauh, yang umumnya di mana-mana agak sedikit masam. Lalu bermohonlah sekali lagi mereka kepada Tuhan. Dan lagi-lagi Tuhan mengabulkan. Buah pauh yang umumnya masam berubah menjadi cita rasa yang cukup enak dimakan. Buah tersebut lebat dan besar-besar dan kulitnya dapat dijadikan piring.

Saat itu mereka dipimpin oleh Rajo Kuek Kuaso yang sakti mandraguna. Dengan sekali kayuh, sampai ke batas hilir Kecamatan Kelayang / Kecamatan Rakit Kulim. Di tempat itu, Rajo Kuek Kuaso memasang sawar untuk menangkap ikan. Ikan yang diambil cukup untuk kenduri. Sawar bekas Rajo Kuek Kuaso tadi sekarang telah menjadi batu dan kampungnya kemudian diberi nama Batu Sawar.

Rajo Kuek Kuaso mengayuh ke hulu, sekali kayuh sampailah dia di muara Batang Peranap tempat pertemuan Batang Peranap dan Batang Kuantan di Sungai Indragiri. Datuk Kuek Kuaso mengambil buah pauh yang ranap-ranap tadi yang mana daging buahnya cukup banyak untuk dicampur dengan ikan yang didapat untuk bahan kenduri sementara kulitnya cukup untuk menjadi piring. Karena pauhnya ranap-ranap, maka disebutlah Pauh Ranap yang saat ini menjadi nama salah satu desa di Kecamatan Peranap. Lama-lama Pauhranap berubah menjadi Peranap.

Setelah mengumpulkan buah pauh sebagai makanan, ikan sebagai lauk, dan kulit pauh sebagai piringnya, Rajo Kuek Kuaso mengayuh sekali lagi dan sampailah ia di hulu Batang Peranap. Di sana, Rajo Kuek Kuaso membuka tudung saji dan menyajikan semua hidangannya. Dengan demikianlah terlaksanalah kenduri yang dihajatkan mereka. Tempat membuka tudung saji dan menyajikan hidang tersebut sekarang dinamakan Pesajian, salah satu desa di Kecamatan Batang Peranap yang berbatasan langsung dengan Propinsi Jambi dan Propinsi Sumatera Barat, berbatasan dengan Pucuk Rantau Kabupaten Kuantan Singingi.

Sumber : 
-->
http://peranap.riaucoding.com
 BANDARA JAPURA RENGAT


Bandara Japura ini berada di Kecamatan Lirik Kabupaten Indragiri Hulu, bandara ini diresmikan 1 September 1954, bandara ini dulunya milik STANVAC (Perusahaan Minyak). Bandara Japura ini lebih kurang 20 tahun tidak aktif melayani rute penerbangan dan tepatnya Kamis tanggal 17 Maret 2011, Bandara Japura kembali aktif melayani penerbangan.


SUMBER : BANDARA UDARA DI PROVINSI RIAU
RM. Bunga Tanjung
Jl. Yos Sudarso no. 45 Rengat, tel. +62-769-21491

RM. Karya Baru
Jl. Bupati Tulus no.  Rengat, tel. +62-769-22314

RM. Jembatan Indah
Jl. Jend. Sudirman no. 2 Rengat

RM. Bunga Raya
Jl. Veteran no. 68 Rengat

RM. Simpang Raya
Jl. Veteran no. 44 Rengat

RM. Tunas Karya
Pematang Reba Kec. Rengat Barat   

RM. Cimpago
Jl. Bukit Selasi - Rengat tel. +62-769-341516

RM. Irma Bunda
Jl. Lintas Timur Pematang Reba
Kec. Rengat Barat     

RM. Umega
Jl. Lintas Timur Kota Lama Kec. Rengat Barat

RM. Awan Dalu
Jl. Lintas Timur, Japura Kec. Lirik    
 
RM. Simpang Raya
Jl. Lintas Timur  Japura, Kec. Lirik
 
RM. Mutiara
Jl. Jend. Sudirman Air Molek
Pasir Penyu,   

RM. Ampera Nasi Kapau
Jl. Jend. Sudirman Air Molek
Pasir Penyu    

RM. Roda Baru
Jl. Jend. Sudirman Air Molek
Pasir Penyu    

RM. Simpang Raya
Jl. Jend. Sudirman Pasar Air Molek,
Kec. Pasir Penyu  
      
RM. Ampera
Jl. Jend. Sudirman no. 172 Air Molek,
Kec. Pasir Penyu


RM. Karya Baru
Jl. Jend. Sudirman Air Molek
Pasir Penyu, tel. +62-769-41012


RM. Rimba Raya
Jl. Raya Rengat - Taluk Kuantan 122
Batang Deras, Jati Rejo
Kec. Pasir Penyu    
    

Kafe Sisca
Jl. Mayor Fadillah no. 02
Kembang Harum, Kec. Paris Penyu


RM. Karya Mulya
Jl. Raya Rengat – Teluk Kuantan
Bongkal Malang Kec. Kelayang        


RM. Ombilin Raya
Jl. Raya Rengat – Teluk Kuantan
Kec. Peranap, 


RM. Ombilin Bersaudara
Jl. Raya Rengat – Teluk Kuantan
Simpang Tugu Kec. Peranap  


RM. Riau Permai
Jl. Raya Rengat – Teluk Kuantan, Simpang Tugu                  
Kec. Peranap  


RM. Sungai Kunyit
Jl. Raya Rengat–Teluk Kuantan, Sungai Kunyit                  
Kec. Peranap, 25

RM. Indragiri Jaya, Pasar Peranap, Kec. Peranap


BELILAS


WISMA BUNDA
Jl. Lintas Timur, tel : +62-769-323778
tarif : 50.000 - 150.000



AIR MOLEK

 HOTEL PARAMA
Jl. Jend. Sudirman 27
tel: +62-769-41168
tarif: 50.000 - 125.000

LOSMEN KITA
Jl. Jend. Sudirman 188

PENGINAPAN ANUGRAH
Jl. Jend. Sudirman 4 

PENGINAPAN STAMINA
Jl. Jend. Sudirman 228
tel: +62-769-41055
tarif: 95.000 - 200.000

WISMA OLLY
Jl. Jend. Sudirman 131
tel: +62-769-41035 
 tarif: 85.000 - 180.000


RENGAT

 HOTEL BINTANG TUJUH
Jl. M. Boya 3
tel: +62-769-21338
tarif: 50.000 - 200.000

HOTEL DANAU RAJA
Jl. SMA Km. 4
tel : +62-769-21601
tarif: 285.000 - 390.000

HOTEL FIRMAN
Jl. Veteran 78-79
tel: +62-769-21341
tarif: 50.000 - 170.000

HOTEL SARI BUNDA
Jl. Yos Sudarso 7
tel: +62-769-21620
tarif: 145.000 - 180.000

HOTEL SRIKANDI
Jl. Bupati Tulus 11
tel: +62-769-21342
tarif: 75.000 - 150.000

PENGINAPAN SINAR SIBUMBUN
Komp. Pasar Rengat 4 
tel: +62-769-21148
tarif: 40.000

WISMA EMBUN BUNGA
Jl. Ahmad Yani 6
tel: +62-769-21349
 tarif: 250.000



Mengarak Tabak is a tradition in Indragiri Hulu, Tabak is a container so designed and decorated, and inside there are the traditional foods of Indragiri Hulu. Tabak was paraded around the village, Tabak tradition is usually done at weddings and circumcision in Indragiri Hulu district.