Di Propinsi Riau terdapat 4 sungai yang
sumber
airnya berasal dari Bukit Barisan yang membentang
di sepanjang Pulau Sumatera dan bermuara di pantai timur Sumatra. Ke-4 sungai tersebut adalah Sungai
Rokan,
Sungai Siak, Sungai
Kampar, dan Sungai Indragiri. Dari
keempat sungai yang ada di Riau Daratan tersebut salah satunya memiliki potensi yang unik
yang bisa
dikembangkan
untuk kepentingan
Pengelolaan Sumber Daya Air dan ataupun
kepentingan penelitian, dimana peristiwa yang sering disebut orang setempat sebagai Bono, sering terjadi
di muara sungai Kampar dan telah menelan korban
jiwa dan harta benda akibat hempasan gelombang
Bono.
Bono merupakan fenomena alam yang karena kondisi di muara sungainya terjadi pendangkalan sehingga ketika air pasang datang dari laut, air pasang tidak dapat bergerak ke hulu dengan lancar namun tercegah oleh endapan dan bentuk muara sungai yang menguncup. Bono merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh gelombang pasang surut yang bertemu dengan arus Sungai Kampar. Kondisi muara yang berbentuk ’V’ memungkinkan pertemuan kedua macam arus tersebut, yaitu arus pasang dan arus sungai dari hulu, membangkitkan terbentuknya Bono. Gelombang Bono termasuk dalam kategori Tidal Bore, yaitu fenomena hidrodinamika yang terkait dengan pergerakan massa air dimana gelombang pasang menjalar menuju ke hulu dengan kekuatan yang bersifat merusak. Tidak semua muara sungai ataupun teluk bisa membangkitkan gelombang pasang semacam Bono. Catatan yang pernah ada sebagaimana dilaporkan TBRS (Tidal Bore Research Society), Bore yang terjadi di buy of Fundy Canada adalah tertinggi dari lebih seratus kejadian bono yang di pantau di 60 tempat di seluruh dunia. Beberapa fenomena yang pernah terjadi di negara lain Seperti di Batang Lumpar (Malaysia), Sungai Siene (Perancis), Sungai Shubenacadie dan Sungai Stewackie (Canada), Sungai Yang Tse-Kiang dan Sungai Hangzhou (Hangchow) di China, Bore di Sungai Amazon (pororoca) di Brazil, tidal bore di Sungai Seine (mascaret) di Perancis, dan Tidal Bore Hoogly di Sungai Gangga.
Pasang surut yang ada di Muara Sungai Kampar mempunyai tinggi gelombang sekitar 4 m (Deshidros, 2006). Pasang surut tersebut berupa pasang surut tipe Campuran Condong ke Harian Ganda, dimana dalam 1 hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi pasang surut yang pertama dan kedua berbeda. Periode gelombang pasang surut sekitar 12 jam 25 menit.
Di Sungai Kampar, muara sungai berbentuk seperti huruf "V", massa air masuk melalui mulut teluk yang lebar kemudian tertahan, hingga air laut pasang memenuhi kawasan muara. Massa air yang terkumpul kemudian terdorong kearah hulu yang menyebabkan semacam efek tekanan kuat ketika melewati areal yang menyempit dan dangkal secara konstan di mulut teluk. Keadaan ini memunculkan gelombang yang bervariasi di hulu teluk, dari hanya berupa gelombang-gelombang kecil hingga beberapa meter ketinggiannya.
![]() |
Skema terbentuknya Bore Bono di muara Sungai (Chanson, H, 2003) |
Di
muara Sungai Kampar, kecepatan gelombang dapat lebih rendah
dibandingkan kecepatan arus sungai yang berasal dari hulu sungai. Hal
ini berakibat pada terhambatnya gerakan gelombang pasang dari laut, yang
berakibat pada naiknya muka air dari muara, sehingga terbentuk Tidal
Bore ‘Bono’. Gelombang Bono bergerak ke hulu sampai ke Tanjung Pungai
yang berjarak sekitar 60 km dari muara.
Di Provinsi Riau, fenomena Bono dapat ditemukan di samping di muara Sungai Kampar, juga di Sungai Kubu, Kabupaten Rokan Hilir. Menurut masyarakat ditepi Sungai Rokan dan Sungai Kampar bagian muara, tinggi Bono di sungai ini bisa mencapai 4‑6 meter. Kejadian bono ini merupakan gelombang pasang yang amat kencang dan secara mendadak meningkatkan permukaan air sungai.
Munculnya gelombang Bono menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap system estuary/muara Sungai Kampar. Pengaruh fenomena alam yang terjadi di sepanjang Sungai Kampar dan perairan sekitar muara Sungai Kampar, telah menimbulkan angkutan pasir yang cukup besar dan terjadi pengendapan di sekitar Pulau Muda, dan pulau Mendol. Endapan pasir yang terjadi dibeberapa tempat di Sungai Kampar dan perairan sekitar muaranya merupakan potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan, akan tetapi perlu dikaji lebih jauh pemanfaatan Pasir tersebut terhadap lingkungan dan keberadaan Bono. Erosi dasar dan gerusan local terjadi di bawah Bono. Material hasil gerusan ini dibawa oleh Gelombang Bono ke hulu, dan didepositkan saat kondisi kecepatan melemah akibat bertemunya arus pasang dangan arus sungai. Bono merupakan Tidal Bore yang menjalar dari muara menuju ke hulu. Gambar dibawah menunjukkan skema interaksi antara gelombang pasang dari laut dan arus sungai, membentuk Tidal Bore. Sungai mempunyai kecepatan aliran sebesar V1 dengan kedalaman d1, setelah bertemu arus pasang kedalaman aliran berubah menjadi d2 dan kecepatan aliran mengecil menjadi V2.
Di Provinsi Riau, fenomena Bono dapat ditemukan di samping di muara Sungai Kampar, juga di Sungai Kubu, Kabupaten Rokan Hilir. Menurut masyarakat ditepi Sungai Rokan dan Sungai Kampar bagian muara, tinggi Bono di sungai ini bisa mencapai 4‑6 meter. Kejadian bono ini merupakan gelombang pasang yang amat kencang dan secara mendadak meningkatkan permukaan air sungai.
Munculnya gelombang Bono menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap system estuary/muara Sungai Kampar. Pengaruh fenomena alam yang terjadi di sepanjang Sungai Kampar dan perairan sekitar muara Sungai Kampar, telah menimbulkan angkutan pasir yang cukup besar dan terjadi pengendapan di sekitar Pulau Muda, dan pulau Mendol. Endapan pasir yang terjadi dibeberapa tempat di Sungai Kampar dan perairan sekitar muaranya merupakan potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan, akan tetapi perlu dikaji lebih jauh pemanfaatan Pasir tersebut terhadap lingkungan dan keberadaan Bono. Erosi dasar dan gerusan local terjadi di bawah Bono. Material hasil gerusan ini dibawa oleh Gelombang Bono ke hulu, dan didepositkan saat kondisi kecepatan melemah akibat bertemunya arus pasang dangan arus sungai. Bono merupakan Tidal Bore yang menjalar dari muara menuju ke hulu. Gambar dibawah menunjukkan skema interaksi antara gelombang pasang dari laut dan arus sungai, membentuk Tidal Bore. Sungai mempunyai kecepatan aliran sebesar V1 dengan kedalaman d1, setelah bertemu arus pasang kedalaman aliran berubah menjadi d2 dan kecepatan aliran mengecil menjadi V2.
Karakteristik Tidal Bore yang bersifat tidak permanen (unsteady flow), disimplifikasi menjadi kondisi permanen dengan kondisi aliran diberikan pada skema sebelah kiri dari Gambar Simplifikasi Bore pada kondisi Aliran Permanen.
![]() |
Skema interaksi Arus Pasang dengan Arus Sungai |
Jika kecepatan penjalaran Bore sebesar Cs, dan kajian dilakukan relatif terhadap penjalaran Bore, maka skema bagian kanan dari Gambar Simplifikasi Bore pada kondisi Aliran Permanen dapat dipakai sebagai acuan.
![]() |
Simplifikasi Bore pada kondisi Aliran Permanen |
![]() |
Skema Penelitian di Laboratorium (C.DONNELLY and H.CHANSON, 2005) |
![]() |
Lokasi terjadinya Bono
Peta Rupa Bumi (Bakosurtanal) yang merupakan interpretasi foto udara pada Tahun 1999.
Peta Rupa Bumi (Bakosurtanal) yang merupakan interpretasi foto udara pada Tahun 1999.
Bono
yang menjalar menuju ke hulu melewati alur sungai yang semakin
menyempit. Saat melewati Pulau Muda, gelombang pasang ini terpisah
menjadi dua, sebagian lewat alur di sebelah kiri, dan sebagian lagi
lewat alur sebelah kanan Pulau Muda. Di
Tanjung Perbilahan Bono yang terpisah tersebut saling bertemu,
menghasilkan momentum yang mengakibatkan Gelombang Bono semakin besar.
Penduduk setempat menyebut peristiwa ini sebagai ‘Bono yang bertepuk’.
Di Tanjung Perbilahan, Gelombang Bono terjadi paling besar.

Gambar berikut menunjukkan kejadian Bono yang diambil di Tanjung Perbilahan, pada Tanggal 12 Oktober 2006 ( 19 Ramadhan) yang bukan merupakan bulan purnama ataupun bulan mati, sehingga Bono yang terekam tidak mempunyai ukuran besar. Bono terbesar terjadi pada saat bulan purnama atau bulan mati (Tanggal 15 dan tanggal 1 pada sistem Kalender Komariah), terutama pada bulan November dan Desember, yaitu saat debit air Sungai Kampar besar.

Gambar berikut menunjukkan kejadian Bono yang diambil di Tanjung Perbilahan, pada Tanggal 12 Oktober 2006 ( 19 Ramadhan) yang bukan merupakan bulan purnama ataupun bulan mati, sehingga Bono yang terekam tidak mempunyai ukuran besar. Bono terbesar terjadi pada saat bulan purnama atau bulan mati (Tanggal 15 dan tanggal 1 pada sistem Kalender Komariah), terutama pada bulan November dan Desember, yaitu saat debit air Sungai Kampar besar.
![]() |
Kondisi Bono pada tanggal 12 Oktober 2006 (19 Ramadhan) |
Gelombang
Bono tersebut menjalar ke hulu dengan kecepatan sekitar 40 – 50 km/jam,
sehingga akan sampai di Tanjung Perbilahan, yang berjarak sekitar 42 km
dari muara, 1 jam setelah waktu pada saat puncak pasang tertinggi di
muara. Dari Tanjung Perbilahan, Bono menjalar terus ke hulu sampai ke
Teluk Meranti. Kondisi alur sungai di Teluk Meranti membelok ke utara,
yang berakibat Bono yang sampai ke Teluk Meranti sebagian dibelokkan ke
utara, sebagian lagi menerjang pantai Teluk Meranti. Bono yang membelok
ke utara akan semakin mengecil sampai di Tanjung Pungai. Sedangkan Bono
yang menerjang Pantai Teluk Meranti, sebagian air melimpas menggenangi
daratan Teluk Meranti, sebagian lagi dipantulkan kembali ke hilir. Bono
hasil pantulan ini sering menelan korban perahu motor/kapal, karena
pengemudi perahu tidak menduga ada gelombang Bono yang berasal dari
hulu.
Fenomena
penggerusan seperti dijelaskan di atas dapat menjelaskan bahwa
menjalarnya Bono ke hulu Sungai Kampar akan mengangkut sedimen dasar
dari muara ke hulu. Sedimen tersebut akan terendapkan di daerah dimana
Gelombang Bono sudah mengecil. Kondisi ini ditunjukkan dengan banyak
terbentuknya pulau‑pulau besar dan kecil di tengah Sungai Kampar mulai
dari hulu sungai (sebelum Desa Teluk Meranti) sampai mendekati muara.
Diperkirakan pulau‑pulau yang ada ini terbentuk karena adanya endapan
pasir dan lumpur yang dibawa oleh gelombang "bono" dari laut masuk ke
perairan Sungai Kampar. Kondisi Sungai Kampar bagian hilir sangat dipengaruhi oleh fenomena Bono, disamping arus air Sungai Kampar yang relatif deras. Untuk
mendapatkan data perubahan garis tepi sungai, dilakukan inventarisasi
permasalahan fisik yang ada di lapangan. Inventarisasi ini dilakukan
dengan peninjauan lapangan, wawancara dengan masyarakat dan instansi
terkait, dan dari laporan studi terdahulu. Pada umumnya jenis
permasalahan fisik muara sungai dapat dikelompokkan sebagai berikut ini.
1. Permukiman
yang terlalu dekat dengan garis sungai, berada pada sempadan sungai,
terutama di Teluk Meranti yang berada di belokan sungai. Pada saat
Gelombang Bono menghantam perumahan di Teluk Meranti, air sungai
disamping menghantam perairan juga air masuk ke perumahan sampai
mencapai 1 m dari muka tanah.
2. Erosi dari arus sungai yang mengikis tebing sungai, maupun pulau-pulau yang berada di tengah sungai.
3. Intrusi air laut (gangguan terhadap sumur penduduk).
4. Kerusakan mangrove
5. Proses sedimentasi akan menyebabkan agradasi yang tidak menguntungkan, disatu sisi, di sisi lain hal ini akan dapat diambil manfaatnya.
Beberapa kerusakan/perubahan garis sungai secara lebih detail dijelaskan sebagai berikut ini.
a. Lokasi di sekitar Pulau Muda
Gambar berikut menunjukkan detail kondisi perubahan alur sungai di sekitar Pulau Muda.
![]() |
Perubahan Garis Pinggir Sungai Kampar di Pulau Muda |
Dari gambar tersebut diperlihatkan adanya perubahan tebing sungai maupun tebing Pulau Muda. Background
gambar tersebut merupakan kondisi alur sungai yang diambil dari peta
rupa bumi berdasarkan foto udara Tahun 1999. Sedangkan garis putus-putus
menunjukkan garis tebing sungai pada saat pengukuran bathimetri (Tahun
2006). Diperlihatkan pada gambar tersebut terjadinya deposisi di Pulau
Muda bagian utara yang berakibat bergesernya garis batas pulau ke utara,
sedangkan tebing sungai terkikis sehingga garis batas sungai bergeser
ke utara.
Alur sungai yang menyempit dan terbelah oleh Pulau muda mengakibatkan kecepatan aliran yang lewat alur sebelah kiri (utara) maupun alur sebelah kanan (selatan) lebih besar dibandingkan kecepatan aliran di hulu Pulau Muda. Hal ini berakibat proses erosi tebing sungai berlangsung sangat intensif. Disamping itu arus pasang, pada sebagian waktu membangkitkan Bono, membawa banyak sedimen dari laut yang masuk ke muara yang berakibat proses deposisi.
Alur sungai yang menyempit dan terbelah oleh Pulau muda mengakibatkan kecepatan aliran yang lewat alur sebelah kiri (utara) maupun alur sebelah kanan (selatan) lebih besar dibandingkan kecepatan aliran di hulu Pulau Muda. Hal ini berakibat proses erosi tebing sungai berlangsung sangat intensif. Disamping itu arus pasang, pada sebagian waktu membangkitkan Bono, membawa banyak sedimen dari laut yang masuk ke muara yang berakibat proses deposisi.
b. Lokasi di sekitar Muara Anak Sungai Serkap
Gambar
berikut merupakan kondisi alur sungai di sekitar muara Anak Sungai
Serkap. Diperlihatkan pada gambar tersebut, terjadi abrasi/gerusan di
sisi kanan tebing sungai Kampar (diperlihatkan dengan garis putus-putus)
![]() |
Kondisi Alur Sungai Disekitar muara Anak Sungai |
Untuk
melihat lebih detail pengaruh pasang surut terhadap salinitas di
sepanjang muara Sungai Kampar, dilakukan analisa hidraulika dengan
bantuan Model Hec RAS. Data salinitas selama 15 hari di Pulau Muda, Sei
serkap, dan di Tanjung Rengas, diambil dari data sekunder yang diperoleh
dari Badan Penelitian dan Pengembangan PemProv Riau pada Tahun 2005.
Simulasi hidraulis dengan Hec RAS dilakukan pada tanggal dan jam yang
sama dengan data salinitas, dimana hasil simulasi numerik tersebut
ditampilkan pada gambar yang sama dengan data pasang surut di Muara
Sungai Kampar, seperti diberikan pada Gambar 12 – Gambar 14. Pada
gambar tersebut ditampilkan untuk sebagian data pada saat elevasi pasang
tinggi dan arus sungai dari hulu rendah.
![]() |
Pengaruh Hidraulika Gelombang Pasang terhadap Salinitas di Sekitar Pulau Muda |
![]() |
Pengaruh Hidraulika Gelombang Pasang terhadap Salinitas di Sekitar Sei Serkap |
Dari hasil kajian fenomena Bono di Muara Sungai Kampar dapat diperoleh beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut ini.
1. Bono
merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh gelombang pasang surut
yang bertemu dengan arus Sungai (S. Kampar). Kondisi muara yang
berbentuk ’V’ (corong) memungkinkan pertemuan kedua macam arus tersebut
membangkitkan terbentuknya Bono. Gelombang Bono termasuk dalam kategori Tidal Bore, yang menjalar menuju ke hulu sampai di Tanjung Pungai (sekitar 60 km dari muara).
2. Bono
mulai terbentuk dan membesar di kanan kiri Pulau Muda, akibat
penyempitan alur sungai karena adanya pulau (P. Muda) di tengah-tengah
alur sungai. Bono terbesar terjadi di Tanjung Perbilahan, yang terbentuk
karena bertemunya Bono yang sudah terbentuk di kanan-kiri Pulau Muda.
3. Fenomena
Bono dapat dianalogikan dengan loncat air tipe undular pada kondisi
stasioner. Dari literatur disimpulkan bahwa terjadi kenaikan tegangan
geser di bawah gelombang yang paling depan, sehingga Bono berpotensi
mengangkut sedimen ke hulu.
4. Akibat
transpor sedimen yang besar oleh Gelombang Bono, berakibat pada
perubahan morfologi sungai, berupa pendangkalan di beberapa lokasi di
alur sungai dan perubahan garis pinggir sungai di sekitar Pulau Muda dan
di sekitar Muara Anak Sungai Serkap.
5. Dari kajian data salinitas, diperlihatkan
meningkatnya salinitas di sekitar Pulau Muda dan di Sei Serkap beberapa
saat setelah pasang tinggi (terbentuknya Bono).
sumber : http://bambangyulistiyanto.blogspot.com/
sumber : http://bambangyulistiyanto.blogspot.com/
0 komentar:
Posting Komentar