Sejarah Candi Muara Takus

Candi Muara Takus merupakan salah satu bukti peninggalan sejarah masa silam di Riau. Candi ini bernuansa dan berasitektur Budha, dan ini merupakan bukti bahwa Buddha pernah berkembang dan ada di Riau pada masa lalu. Namun  demikian hingga saat ini belum dapat diketahui secara pasti kapan Candi Muara Takus ini didirikan.

Mengenai penamaan Muara Takus, ada berbagai macam versi dan pendapat. Di sebuah literatur yang merupakan hasil penelitian candi Muara Takus pada tahun 1960 mengatakan bahwa penamaan Candi Muara Takus,
berasal dari nama sebuah anak sungai yang bermuara ke Batang Kampar Kanan. dan pendapat lain menyatakan bahwa , menurut Duta Besar Singapura yang pernah berkunjung ke Muara Takus pada tahun 1977 menyatakan bahwa Muara takus terdiri dari dua kata yaitu "Muara" dan "Takus", menurut pendapatnya "Muara" berarti tempat dimana sebuah sungai mengakhiri alirannya ke laut atau sungai yang lebih besar, sedangkan "Takus" berasal dari Bahasa China yang artinya : TA = besar, KU = Tua, SE = Candi. Jadi arti keseluruhannya  adalah Candi Tua yang besar yang terletak di Muara Sungai


Candi Muara Takus merupakan candi Buddha, terlihat dari adanya stupa, yang merupakan lambang Buddha Gautama. Ada pendapat yang mengatakan bahwa candi ini merupakan campuran dari bentuk candi Buddha dan Siwa. Pendapat tersebut didasarkan pada bentuk bentuk Candi Mahligai, salah satu bangunan di kompleks Candi Muara takus, yang menyerupai bentuk lingga (kelamin laki-laki) dan yoni (kelamin perempuan). Arsitektur candi ini juga memunyai kesamaan  dengan arsitektur candi-candi di Myanmar.


Sejarah Penemuan Candi Muara Takus


Desa Muara Takus terkenal baik didalam negeri maupun di luar negeri khususnya di Asia karena adanya Gugusan Candi Muara Takus. Menurut pengembara china I-Tsing  Candi Muara Takus tidak terlepas dari Sriwijaya dan ia menyebutkan bahwa ibukota Sriwijaya berada disuatu tempat dimana pada tengah hari tidak terlihat bayangan seseorang yang berdiri.
                                               


Candi Muara Takus ditemukan pada tahun 1860 oleh Cornet De Groot, hasil penemuannya dituangkan dalam sebuah tulisan yang berjudul "KOTO CANDI", tulisan tersebut dimuat dalam "Tijdschrift voor Indische Taal, Land en Volkenkunde".  Kemudian G DU RUY VAN BEST HOLLE menulis dengan judul "beschrijving Van de Hindoe,cudheden te Muara Takus" yang jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berarti Lukisan Bangunan Purbakala dari Zaman Hindu di Muara Takus, dan tulisan ini dipublikasikan dalam Tijdschrift oor Indische Taal Land en Volkenkunde, sehingga Candi Muara Takus mulai dikenal orang dan mulai saat itu banyak dilakukan penelitian dan ekspedisi untuk mencari Candi Muara Takus.                            
                                  Pada tahun 1880 seorang berkebangsaan Belanda yang bernama W.P. GRONEVELD mengadakan penelitian terhadap gugusan candi Muara Takus dan hasil penelitiannya mengatakan bahwa candi Muara Takus bangunan purbakala Budha  yang terdiri dari beberapa biara dan candi, dan hasil penelitian ini dijadikan rujukan dan referensi oleh R.D.M VERBEEK dan E.TH. VAN DELDEN untuk melakukan penelitian lebih lanjut, dan Pada tahun 1880 R.D.M VERBEEK dan E.TH. VAN DELDEN melakukan ekspedisi ke Muara Takus, dan ia mereka membuat jalan dari payakumbuh ke Muara Takus yang terletak disebelah barat Sungai Kampar Kanan, mereka menemukan sebuah tembok keliling yang mengelilingi Komplek Percandian Muara Takus dan pada tahun 1881 Verbeek dan Van Delden menulis pendapatnya tentang keberadaan Candi Muara Takus dengan judul " De Hindow Ruinen Bij Moeara Takoes aan De Kampar Rivier" dan dimuat dalam Verhandelingen van Hat bat Genootschap dan dalam tulisan tersebut juga ada sebuah gambar

                              

Pada tahun 1889 J.W. YZERMAN melakukan pengukuran dibantu oleh Ir. TH.A.F.Delprat dan Opziter (sinder) H.L Leijdie Melville yang bertugas sebagai juru photo. Ekspedisini ni mendapat bantuan dari Kontelir J. Van Zon yng berkedudukan di Payakumbuh untuk mengangkut beban sampai ke tempat tujuan. Namun demiian perjalanan ekspedisi J.W Yzerman tidak menempuh perjalanan seperti ekspedisi-ekspedisi sebelumnya yaitu dari Lubuk Limpatu melewati lembah batu karang harau, tetapi dari sari lamak terus ke lembah air putih yang memiliki pemandangn yang indah sampai ke Lubuk bangkuang. Dahulu perjalanan ke Muara Takus sangat sulit, dari Koto Baru ke Batu Bersurat dengan menaiki kuda beban. Menurut J.W. Yzerman di Bagian Hilir Batang Kampar terdapat bangunn purbakala diantaranya di Bangkinang,Muara Mahat dan di Durian Tinggi. Candi di Bangkinang diperkirakan berada di Lima Koto, sedangkan di Durian Tinggi berada di dekat Kapur Gadang tetapi hingga saat ini tidak dapat dijumpai lagi. J.W. YZERMAN dan Ir. TH.A.F.Delprat menulis dan mebuat kesimpulan sebagai berikut :

"Muara Takus terletak pada belokan Batang Kampar Kanan arealnya mencapai 1,25km2, dibagian tengah terdapat jalan setapak dari Muara Takus ke Tanjung, dekat jalan tersebut terdapat puni-puing bangunan lama. Gugusan Candi Muara Takus dilingkari oleh dinding tembok empat persegi berukuran 74 x 74meter yang terbuat dari batu pasir (tuff) yang tingginya 1 meter. Semula Yzerman menyangka terbuat dari tanah,tetapi setelah dikupas ternyata terbuat dari batu pasir putih yang disusun, Di tengah lapangan terdapat tumpukan  batu dan kayu bekas bangunan tempat biksu. Di Kompleks percandian Yzerman melihat : Stupa (Candi Mahligai), Teras Tinggi disebelah Timur Stupa (Candi Palangka), Candi Bungsu dengan teras yang mempunyai batas antara batu bata dan batu pasir, Candi Tua"



                     Pada tahun 1935 DR. F.M. SCHNITGER melakukan penggalian terhadap pintu gerbang didinding utara, pondasi bangunan Candi. Pada Bangunan Candi Bungsu ditemukan Batu bata yang berbentuk Lotus dan didalamnya terdapat abu dan lempengan emas yang bercampur tanah, dilempengan emas tersebut terdapat gambar trisula dan tulisan yang berbentuk huruf nagari. Menurut Schnitger teras Candi bungsu, Cani tua Bagian dalam berasal dari abad XI dan Candi mahligai dan Candi Tua bagian luar diperkirakan direkonstruksi pada abad XII. Di bagian puncak menara Candi mahligai dihiasi empat ekor arca singa pada tiap sudutnya, sedangkan pada teras Candi bungsu terdapat 20 buah stupa kecil dan wajra-wajra yang bertuliskan tiga hingga sembilan huruf.  Pada saat itu, ia sempat heran melihat kedatangan segerombolan gajah ke candi tersebut yang terjadi pada malam bulan purnama. Segerombolan gajah tersebut seperti hendak melakukan ziarah. Ada pihak-pihak yang menghubungkan kejadian ini dengan aspek mistik candi yang fenomenal ini. Namun sebenarnya, hal ini tak lebih dari fakta bahwa posisi dan letak dari Candi Muara Takus tersebut memang berada di daerah sekitar lintasan dan permainan gajah. 



Pada tahun 1973 Ben Bronson dan Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Jakarta melakukan penggalian pagar keliling gugusan candi muara takus, dari hasil penggalian tersebut ditemukan keramik yang umurnya lebih tua dari masa Dinasti Yuan Ming dan Ching yaitu antara abad XIII dan XIX. kemudian juga ditemukan fragmen yang terbuat dari perunggu dengan tulisan nagaru yang berasal dari abad VII dan XII yang dapat dihubungkan dengan Raja Karta nagara dengan ekpedisi Pamalayunya.

Hingga kini sejarah dan misteri candi muara Takus belum terpecahkan,walau sudah banyak dilakukan ekspedisi dan penelitian mengenai Candi Muara Takus. Namun keberadaan Candi Muara Takus selalu dihubungkan dengan keberadaan Kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Melayu. Dan hingga kini keberadaan Candi Muara Takus menjadi debat kusir para ahli sejarah dan peneliti, ada yang berpendapat bahwa Candi Muara Takus adalah pusat Kerajaan Sriwijaya dan bahkan beberapa ahli dan peneliti mengatakan keberatan jika Kedatuan Sriwijaya berada di Sumatera Selatan.  Namun tentunya ini semua masih memerlukan kajian dan penelitian yang lebih lanjut lagi untuk membuktikan sejarah,asal usul dan keberadaan Candi Muara Takus serta hubungannya dengan sejarah dan tugas kita saat ini adalah bagaimana caranya agar Candi Muara Takus awet dan tetap ada hingga mampu menjadi daya tarik Wisata Riau.

Sumber Photo :
http://www.kitlv.pictura-dp.nl. Didokumentasikan oleh Pigeaud, Th.G.Th pada 28 Februari 1939

2 komentar:

Kumpulan Sejarah mengatakan...

Namun sayang, sekarang candi muara takus udah gak ada yang mau merawat. udah banyak beberapa bagian dari candi yang sudah hilang.

Anonim mengatakan...

sejarah luar biasa tersembunyi di muara takus