Sebuah kerajaan Melayu Islam terbesar di Riau telah meninggalkan jejak yang cantik di bumi melayu dan nusantara, Istana Siak, itulah nama yang biasa disebut. Ini adalah kunjungan kesekian kalinya bagi saya,namun tidak pernah bosan untuk berkunjung kembali, kunjungan ini begitu spesial, karena kami membawa turis lokal berkunjung ke Istana Siak, ini adalah kunjungan pertama mereka, dan dikunjungan pertamanya turis tersebut mendokumentasikan Istana Siak dalam bentuk Liputan Video Dokumenter Singkat Ala Bertuah TV. Rasa penat menempuh perjalanan 3 Jam dari Pekanbaru hilang seketika ketika kami melewati sebuah jembatan Megah Jembatan Tengku Agung Sulthanah Latifah. Secara eksplisit jebatan ini menggambarkan masa keemasan dan Kejayaan Kerajaan Siak tempo dulu. Panorama hamparan kebun sawit berubah menjadi pemandangan nuansa melayu ketika kami melewati jembatan tersebut.
Istana Siak atau biasa disebut dengan ” Istana Matahari Timur ” atau
disebut juga Asserayah Hasyimiah ini dibangun oleh Sultan Syarif Hasyim
Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889 oleh arsitek berkebangsaan
Jerman. Arsitektur bangunan merupakan gabungan antara arsitektur Melayu,
Arab, Eropa. Bangunan ini terdiri dari dua lantai. Lantai bawah dibagi
menjadi enam ruangan sidang: Ruang tunggu para tamu, ruang tamu
kehormatan, ruang tamu laki-laki, ruang tamu untuk perempuan, satu
ruangan disamping kanan adalah ruang sidang kerajaan, juga digunakan
untuk ruang pesta. Lantai atas terbagi menjadi sembilan ruangan,
berfungsi untuk istirahat Sultan serta para tamu Istana. Di dalam istana
akan kita lihat berbagai koleksi yang bernilai tinggi seperti Kursi
Singgasana Sultan yang berbalut emas.

![]() |
Jembatan Tengku Agung Sulthanah Latifah |

Bangunan Istana Siak bersejarah tersebut selesai pada tahun 1893.
Pada dinding istana dihiasi dengan keramik khusus didatangkan buatan
Prancis. Beberapa koleksi benda antik Istana, kini disimpan Museum
Nasional Jakarta, Istananya sendiri menyimpan duplikat dari koleksi
tersebut.
Diantara koleksi benda antik Istana Siak adalah: Keramik dari Cina,
Eropa, Kursi-kursi kristal dibuat tahun 1896, Patung perunggu Ratu
Wihemina merupakan hadiah Kerajaan Belanda, patung pualam Sultan Syarim
Hasim I bermata berlian dibuat pada tahun 1889, perkakas seperti sendok,
piring, gelas-cangkir berlambangkan Kerajaan Siak masih terdapat dalam
Istana, komet , kapal kato (kapal raja siak).

BURUNG ELANG SIMBOL KEBERANIAN ISTANA SIAK |
KOMET |
Untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh Kerajaan Siak
di masa lalu dapat kita lihat melalui foto-foto berukuran besar yang
terletak di dalam Istana Siak. Terdapat juga sebuah cermin yang menjadi
milik oleh para permaisuri Sultan yang dapat membuat wajah semakin cerah
dan awet muda bila sering bercermin di sana. Cermin ini dinamakan
cermin Ratu Agung. Istana Siak adalah bukti sejarah kebesaran Kerajaan
Melayu Islam yang terbesar di daerah Riau. Masa kejayaan Kerajaan Siak
berawal dari abad ke-16 sampai abad ke-20, dan silsilah Sultan-sultan
Kerajaan Siak dimulai pada tahun 1723 M dengan 12 Sultan yang pernah
bertahta.
Dibagian luar Istana,kita dapat menjumpai kapal Kato milik sang raja, Kapal Kato adalah sebuah kapal besi dengan bahan bakar batu bara dimiliki oleh Sultan Siak, dan selalu digunakan pada saat berkunjung ke daerah-daerah kekuasaannya. Kapal ini berukuran panjang 12meter dengan berat 15 ton.
![]() |
KAPAL KATO |
Uniknya, dibalik keindahan benda-benda yang dipamerkan ada sebuah lemari besi besar yang kokoh dan tidak bisa dibuka. Lemari besi berukuran 0,5 x 1,2 meter tampak biasa saja. Di balik dinginnya lemari yang knopnya telah dibongkar dan berbobot sekitar 300 kilogram tersebut ternyata tidak pernah bisa dibuka. Kuncinya dibuang ke laut oleh Sultan Syarif Kasim II Siak yang terakhir, sewaktu beliau menjadi penasehat Presiden Soekarno pada tahun 1945-1950.

Setelah melihat Istana Siak dengan berbagai macam kekayaan peninggalannya, tidaklah lengkap jika kita tidak mengetahui bagaimana Sejarah dari Kerajaan Siak.
Sebelum berdirinya Kerajaan Siak II pada tahun 1723 oleh Sultan Abdul Jalil Rachmad Syah yang di Pertuan Raja Kecil yang pusat pemerintahannya di Kota Buantan, kawasan Siak sampai batas Minangkabau dan pantai Timur Pulau Sumatera dibawah kekuasaan Kerajaan Johor sebagai penerus imperium Melaka. Kerajaan Gasib merupakan Kerajaan Siak I yang berkedudukan di Sungai Gasib di Hulu Sungai Siak. Kerajaan ini adalah pecahan Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Muara Takus. Raja yang terakhir dari Kerajaan Gasib ini yang telah beragama islam adalah Sultan Hasan yang ditabalkan menjadi Raja oleh Sultan Johor. Kerajaan Siak I berakhir kekuasaannya pada tahun 1622 M.
Selama 100 tahun negeri ini tidak mempunyai raja, untuk mengawasi negeri ini ditunjuk seorang Syahbandar yang berkedudukan di Sabak Auh dikuala sungai siak dengan tugas memungut cukai hasil hutan, timah dan hasil laut di kawasan Kerajaan Johor.
Pada permulaan tahun 1622 Sultan Mahmud Syah , Sultan Johor Ayahanda Raja Kecil dibunuh oleh Megat Sri Rama sewaktu pulang dari Sholat Jum’at. Kerajaan Johor diambil alih oleh Datuk Bendahara Tun Hebab dan mengangkat dirinya sebagai raja Johor memakai gelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah (1699-1719). Keluarga Sultan Mahmud Syah II dikejar dan dibunuh, termasuk orang-orang besar Kerajaan, dayang-dayang serta pengikut setia, maksudnya untuk menghilangkan keturunan Sultan Mahmud Syah II.
Tindakan ini bukanlah menambah kewibawaan dan kekuasaan tetapi sebaliknya timbul kebencian serta kekacauan dimana-mana di Negeri Johor dan daerah taklukannya. Beberapa daerah taklukannya melepaskan diri seperti : Indragiri, Kampar, Kedah, Kelantan, Trenggano dan Petani. Orang Minangkabau, Bugis, yang hidup sebagai pengembara memusuhi Sultan termasuk orang-orang Melayu di Petani.
Encik Pung, Ibunda Raja Kecil dapat diselamatkan oleh Ayahandanya Datuk Laksemana Johor, maka Encik Pung melahirkan putra lelaki bernama Raja Kecil yang dipanggil Tuan Bujang dan dapat disembunyikan sampai Raja Kecil berumur 7 tahun. Karena pengejaran terus dilaksanakan oleh Sultan Abdul Jalil Riayat Syah terhadap Raja Kecil sebagai pewaris Kesultanan Johor, maka neneknya Datuk Laksemana Johor kemudian dibantu oleh Raja Negara di Singapura dan Datuk Temenggung Muar, maka Raja Kecil bersama ibunya Encik Pung dititipkan kepada saudagar orang Minangkabau yang bergelar Nakhoda Malim untuk dibawa ke Jambi dan kemudian terus ke Pagaruyung dan diserahkan kepada Raja Pagaruyung Yang Tuan Sakti untuk mendapatkan perlindungan.
Di
Pagaruyung Raja Kecil dididik dan dibesarkan sebagai anak Raja sehingga
mendapat pengetahuan menangani pemerintahan, agama, adat istiadat,
kemiliteran dan bela diri. Setelah
itu maka Raja Kecil tiada berhenti daripada menuntut ilmu dunia
akhirat, tiada meninggalkan sembahyang dan terdekat dengan guru agama
dan guru-guru dunia dan bercampur dengan orang besar yang bijaksana.
Raja Kecil menuntut bela atas kematian ayahandanya, merebut kembali
tahta Kerajaan Johor. Raja Kecil mempersiapkan kekuatan untuk menyerang
Johor dengan mendapat bantuan orang Batu Bara yang berasal dari Minang
kabau, Orang-orang Melayu Pesisir di Tanah Putih dan Kubu. DiBengkalis
Raja Kecil mengatur kekuatan dan mendapat bantuan dari orang-orang
Minang kabau yang ada disana serta orang Melayu yang setia dengan Sultan
Mahmud Syah II.
Pada
tanggal 21 Maret 1717, Tahta Kerajaan Johor jatuh ketangan Raja Kecil.
Sultan Abdul Jalil Riayat Syah turun tahta yang telah memerintah di
Kerajaan Johor pada tahun 1699-1717. Pemerintahan
Raja Kecil tidak bertahan lama di Kerajaan Johor, karena Daeng Parani
sangat marah dan dendam serta ditambah pula hasutan Tengku Tengan yang
semula bakal menjadi isteri Raja Kecil sebagai permaisuri Kerajaan Johor
gagal, karena Raja Kecil sangat senang dengan adiknya yaitu Tengku
Kamariyah. Akhirnya Tengku Kamariyah menjadi permaisuri Kerajaan Johor
isteri Raja Kecil. Daeng Parani, Tengku Sulaiman dan Tengku Tengah
bersepakat untuk merebut kembali kekuasaan Raja Kecil di Johor.
Terjadilah perang saudara anatar Raja Kecil sepihak dengan Tengku
Sulaiman, sedangkan Tengku Tengah dan Daeng Parani dengan pengikutnya
orang-orang Bugis membantu Sultan Sulaiman.
Serangan ke Bintan untuk membalas dendam dilanjutkan pada tahun 1723, Raja Kecil berhasil mengambil isteri Tengku Kamariyah beserta pembesar Kerajaan yang ditawan. Raja Kecil kembali ke Bengkalis dan mencari daerah yang aman dari serangan orang luar dan mendirikan Kerajaan baru yang terletak di Sungai Siak yaitu di Kota Buantan. Kerajaan ini diberi nama Kerajaan Siak. Raja Kecil dengan Kerajaan Siak ini menyusun kekuatan untuk menyerang Bintan. Serangan ini terus menerus dilaksanakan hingga tahun 1737.
Raja
Kecil kembali ke Siak mendirikan pusat Kerajaan dan membangun negeri
Buantan yang terletak dipinggir Sungai Siak yang dikenal dengan nama
Sungai Jantan. Dipusat Kerajaan Sultan Abdul Jalil Rachmat Syah
melakukan konsolidasi dalam bidang bidang pemerintahan, militer dan
perbaikan perekonomian negerinya. Setelah
wafatnya Tengku Kamariyah, isteri Raja Kecil yang tercinta yang sangat
setia kepada suaminya di Kota Buantan, Raja Kecil sering sakit dan
mendapatkan tekanan batin. Pada tahun 1746 Raja Kecil dengan gelar
Sultan Abdul Jalil Rachmat Syah mangkat, beliau disemayamkan di Kota
Buantan dan digelar MARHUM BUANTAN.
Pada penghujung tahun 1724 Raja Kecil memilih sebuah tempat untuk menjadi pusat kerajaan. Tempat itu diberi nama “ Kota Buantan “, disinilah Kerajaan Siak berpusat.Kerajaan Siak diwariskan kepada anak cucunya dengan garis keturunan berdasarkan Syariat Islam (keturunan ayah) sebagai berikut :
Pada penghujung tahun 1724 Raja Kecil memilih sebuah tempat untuk menjadi pusat kerajaan. Tempat itu diberi nama “ Kota Buantan “, disinilah Kerajaan Siak berpusat.Kerajaan Siak diwariskan kepada anak cucunya dengan garis keturunan berdasarkan Syariat Islam (keturunan ayah) sebagai berikut :
- Raja Kecik
Sultan
Abdul Jalil Rahmad Syah (1723-1746 M) dengan ibukota Kerajaan di
Buantan mangkat di Buantan yang disebut rakyat almarhum Buantan
- Tengku Buang Asmara
Memerintah
antara tahun 1746-1765 M yang merupakan Putra Bungsu Raja Kecik dengan
ibukota Kerajaan di Sungai Mempura yang disebut rakyat almarhum Mempura.
- Tengku Ismail
Sultan
Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah (1765-1766 M). Putra Tengku Buang
Asmara dengan Ibukota Kerajaan di Sungai Mempura Besar, disebut rakyat
almarhum mangkat di Balai atau terkenal juga Sultan Kudung karena tangan
almarhum sebelahnya Kudung, dalam perlawanannya menentang Belanda tahun
1766 M.
- Tengku Alam
Sultan
Abdul Jalil Alamuddin Syah (1766-1780 M). Putra sulung Raja Kecik
dengan Ibukota Kerajaan di Senapelan (Pekanbaru), mangkat di Senapelan
(dekat mesjid Raya Pekanbaru) disebut rakyat almarhum Bukit.
- Tengku Muhammad Ali Panglima Besar
Sultan
Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (1780-1782 M). Putra Tengku Alam dengan
Ibukota Kerajaan di Senapelan, mangkat di Senapelan dan disebut rakyat
almarhum Pekan (yang menghubungkan Kota Pekanbaru, Minangkabau dan
Indragiri).
- Tengku Yahya
Sultan
Yahya Abdul Jalil Muzzaffar Syah (1782-1784 M). Putra dari Sultan
Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah, dengan Ibukota Kerajaan di Sungai
Mempura, mangkat di Dungun (Malaka) disebut rakyat almarhum Dungun.
- Tengku Sayed Ali
Sultan
Assyaidis Sarif Ali Abdul Jalil Syarifuddin (1784-1810 M). Putra Tengku
Embung Badariah (Putri Tengku Alam) yang kawin dengan Sayed Syarief
Usman Syahbuddin (Arab). Ibukota Kerajaan di Kota Tinggi (Siak Sri
Indrapura), mangkat di Kota Tinggi disebut rakyat almarhum Kota Tinggi.
- Tengku Sayed Ibrahim
Sultan
Assyaidis Syarief Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin (1810-1815 M) karena
kesehatan Sultan terganggu, maka Pemerintahan dijalankan oleh wali
Sultan.
Pada tahun 1813, Sultan Ibrahim mangkat dan dimakamkan di Kota Tinggi yang disebut rakyat almarhum Pura Kecil.
- Tengku Sayed Ismail
Sultan
Assyaidis Syarief Ismail Abdul Jalil Syarifuddin (1815-1864 M). Pada
masa pemerintahan beliaulah adanya Tractat Siak-Belanda dimana Belanda
mengakui Siak. Dimakamkan di Kota Tinggi yang disebut almarhum
Indrapura.
- Tengku Panglima Besar Sayed Kasyim I
Tengku
Panglima Besar Sayed Kasyim I, Sultan Assyaidis Syarief Kasim I Abdul
Jalil Syarifuddin (1864-1889 M) putra dari Sultan Ismail. Dimakamkan di
Kota Tinggi dan disebut almarhum Mahkota.
- Tengku Ngah Sayed Hasyim
Sultan
Assyaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syarifuddin (1889-1908), putra
dari Sultan Kasyim I. Sultan Syarif Hasyim mendirikan Istana yang diberi
nama Istana Asserayah Hasyimiah. Mangkat di Singapura dan dimakamkan di
Kota Tinggi. Disebut rakyat almarhum Baginda.
- Tengku Putra Sayed Kasyim
Sultan
Assyaidis Syarief Kasyim Sani (II) Abdul Jalil Syarifuddin (3 Maret
1915-1946). Sultan Syarif Kasyim memiliki 2 orang permaisuri, yaitu :
- Permaisuri I
Tengku
Bin Syarifah Latifah digelar Tengku Agung, mangkat tahun 1927 di Siak
Sri Indrapura. Dimakamkan di samping Mesjid Syahbuddin Siak Sri
Indrapura.
- Permaisuri I
Syarifah
Fadlun dengan gelar Tengku Maharatu, bercerai hidup tahun 1950 di
Jakarta, mangkat di Jakarta tahun 1980 dimakamkan di Jakarta.
Beliau
merupakan Sultan yang terakhir dari Kerajaan Siak. Beliau mangkat di
Rumah Sakit Caltex Rumbai dan dimakamkan disamping Mesjid Syahbuddin
Siak Sri Indrapura pada tanggal 24 April 1968.
1 komentar:
Gambar dan tulisannya apik. Siak kebanggaan Riau dan Melayu
Posting Komentar