Pakaian Tradisional Melayu Riau

Adat istiadat perkawinan Melayu di Riau berpangkal pada adat istiadat Melayu pada zaman kebesaran kerajaan-kerajaan Melayu Melaka, Johor, dan Riau, seperti Kerajaan Siak, Indragiri, Kerajaan Riau-Lingga, Kerajaan Pelalawan, Kerajaan Rambah, Kerajaan Gunung Sahilan, Kerajaan Rokan, dan Kerajaan Kampar. Namun di daerah perbatasan dengan Negeri Minangkabau dan Tapanuli Selatan terdapat akulturasi adat dan kebiasaan di kawasan tersebut.
Begitu pula dalam adat istiadat berpakaian. Mempunyai ketentuan sesuai dengan adat-istiadat wilayah setempat. Baik itu pakaian Melayu harian,  pakaian Melayu resmi, pakaian Melayu dalam menghadiri upacara nikah kawin, pakaian Melayu dalam upacara adat, pakaian-pakaian adat Melayu dalam prosesi nikah kawin, pakaian alim ulama dan pakaian upacara keagamaan.


A.   PAKAIAN HARIAN

Pakaian harian adalah pakaian yang dipakai setiap hari oleh orang melayu baik pada masa kanak-kanak, remaja (setengah baya), orang dewasa maupun orang tua-tua. Pakaian harian ini dipakai waktu melaksanakan kegiatan sehari-hari, baik untuk bermain, ke ladang, ke laut, di rumah, maupun kegiatan lainnya dalam kehidupan dimasyarakat. Berdasarkan kelompok pemakainya pakaian harian dapat kita bagi dalam beberapa kelompok yaitu :

1. Pakaian Anak-anak

Anak Laki Laki

Pakaian anak yang masih kecil dikenakan dengan pakaian baju monyet. Bila meningkat besar dikenakan baju kurung teluk belanga atau cekak musang. Kadang ada yang memakai celana setengah atau di bawah lutut dilengkapi dengan songkok atau kopiah dan tutup kepala dari kain segi empat yang dilipat

Anak Perempuan

Untuk anak perempuan yang belum akil baliq, mereka memakai baju kurung satu stel dengan bermotif bunga-bunga satu corak. Untuk anak perempuan yang sudah akil baliq mereka mengenakan pakaian sesuai menurut adat istiadat Melayu yang mempunyai tiga identitas yaitu : Beradat Istiadat Melayu, Beragama Islam, Berbahasa Melayu. Tiga identitas tersebut merupakan ciri khas  ang mendasari dasar marwah sebagai aak perempuan sejak kecil hingga dewasa telah dididik dan ditekankan adab sopan santun dan taat beragama menurut syariat islam  sehingga berpakaian  telah diatur secara adat dan agama.

2. Pakaian Dewasa (Akil Baliq)
Pakaian harian untuk anak lelaki yang sudah akil baliq adalah baju kurung cekak musang atau teluk belanga tulang belut. Sedangkan untuk perempuan mengenakan pakaian baju kurung laboh, baju kebaya pendek, dan baju kurung tulang belut. Stelan memakai baju kurung ini adalah kain batik, dan untuk tutup kepala berupa selendang atau kain tudung lingkup yang dipakai jika untuk keluar rumah.

3.   Pakaian Orang Tua-tua dan setengah baya
Pakaian orang tua-tua perempuan setengah baya adalah baju kurung yang disebut baju kurung tulang belut. Baju longgar dan lapang dipakai. Selain itu ada juga baju kurung, ada kebaya labuh panjangnya hingga ke bawah lutut dan agak longgar. Kedua bentuk baju ini memakai pesak dan kekek. Lalu ada juga baju kebaya pendek yang biasa dipakai untuk ke ladang maupun untuk di rumah.



B.   PAKAIAN RESMI

Pakaian resmi lelaki baju kurung cekak musang yang dilengkapi dengan kopiah. Kain samping yang terbuat dari kain tenun dari Siak, Indragiri, Daik, Terengganu, atau lainnya yang dibuat dan bermotifkan ciri khas budaya Melayu. Pakaian resmi ini digunakan diacara pertemuan resmi kerajaan , dan pada masa sekarang digunakan pada saat acara undangan pemerintahan, seperti undangan memperingati hari jadi Provinsi Riau , yang pada undangan  selalu ditulis berbusana melayu.

                          

Sedangkan untuk perempuan adalah baju kurung kebaya labuh dan baju kurung teluk belanga atau juga baju kurung cekak musang. Untuk kainnya menggunakan kain songket atau kain pilihan seperti tenunan siak, tenunan indragiri, trengganu dll. Untuk kepala rambutnya disiput jonget, lintang, lipat pandan. Pada siput dihiasi dengan bunga melur, bunga cinga atau diberi permata. Kepala ditutup dengan selendang, dibelitkan keleher. Rambut tak tampak, dada tertutup.

                       




C.   PAKAIAN MELAYU DALAM UPACARA ADAT


Adat istiadat yang tumbuh dan berkembang dalam satu kesatuan wilayah adat lambat laun akan berbagai ketentuan, aturan, dan tata cara adat, alat dan perlengkapan upacara, pakaian adat dll, sehingga menjadi ciri khas atau jati dirinya. 

Dalam hal pakaian adat , setiap wilayah kesatuan adat membakukan secara lengka pakaian adat wilayah kesatuan adatnya, dengan lambang-lambang dan makna yang terkandung di dalamnya.

Adat di Riau walaupun terdapat beberapa wilayah kesatuan adat,acuan dasarnya tetap sama seperti yang tercermin dalam ungkapan melayu “Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah”, ungkapan ini menyatakan kesamaan landasan adat istiadat dalam disetip wilayah kesatuan adat.  
Pakaian adat ini dipakai dalam upacara adat yang pada masa lalu dipakai di  kerajaan-kerajaan di kawasan Bumi Melayu, seperti untuk: upacara penobatan raja, pelantikan menteri, orang besar kerajaan dan datuk-datuk, upacara menjunjung duli, penyambutan tamu-tamu agung dan tamu-tamu dihormati, upacara adat menerima anugerah dan penerimaan persembahan dari rakyat dan negeri-negeri sahabat.

Tata berpakaian secara adat dalam upacara adat dapat dibedakan sebagai berikut. Pakaian adat dalam acara nikah dan perkawinan, pakaian upacara adat, pakaian Melayu sebagai mempelai pengantin, pakaian ulama dan upacara keagamaan.


D.   PAKAIAN DALAM UPACARA PERKAWINAN


Bentuk pakaian Melayu pesisir, kepulauan, dan daratan Riau tidaklah  berbeda terlalu jauh. Untuk upacara perkawinan ini pakaian yang dikenakan oleh pengantin lelaki dan perempuan daerah pesisir, kepulauan dan daratan ini ditentukan oleh prosesi pernikahan. Misalnya pakaian yang dikenakan untuk akad nikah berbeda dengan pakaian yang dikenakan pada malam berinai, pada hari besar, dan seterusnya.


                           

Umumnya untuk pakaian mempelai lelaki bentuk bajunya adalah baju cekak musang atau baju kurung teluk belanga. Kecuali daerah Lima Koto Kampar baju pengantin lelakinya berbentuk jubah.

Sedangkan untuk perempuan, pada acara malam berinai memakai kebaya labuh atau memakai baju kurung teluk belanga dari bahan tenunan, sutra, saten, atau borkat. Sedangkan kain yang dipakai tenunan dari Siak, Indragiri, Daik, atau Trengganu.


E.    PAKAIAN DALAM UPACARA KEAGAMAAN


Dalam upacara keagamaan bagi lelaki tua dan muda mengena kaian pakaian berbentuk cekak musang atau baju kurung teluk belanga, pakai songkok, kain samping dari kain pelekat atau kain tenunan. Sistem pemakaian baju ada dua macam, yaitu baju dagang dalam dan baju dagang luar.



Warna Pakaian Tradisional Melayu Riau

Warna yang sangat dominan dalam masyarakat Melayu Riau adalah kuning keemasan, hijau lumut dan merah darah burung, warna tersebut merupakan warna yang telah diturunkan secara turun temurun sejak nenek moyang orang melayu di Bumi Lancang Kuning ini. Ketiga warna tersebut terhampar pada tabir-tabir pelaminan melayu  Riau dalam suatu acara adat perkawinan ataupun adat kebesaran Budaya Melayu.

Warna Kuning Keemasan , melambangkan kebesaran dan kewibawaan dan kemegahan serta kekuasaan
Warna kuning keemasan pada zaman kerajaan Siak,Kerajaan Riau Lingga, Kerajaan Indragiri dan Kerajaan Pelalawan adalah warna larangan dn tabu bagi masyarakat biasa jika memakainya.  Yang memakai warna kuning keemasan adalah Sultan atau Raja suatu negeri dari kerajaan Melayu. Permaisuri Kerajaan atau istri Sultan memakai kuning keemasan pada upacara -upacara kerajaan. 

Warna Hijau Lumut, melambangkan kesuburan dan kesetiaan, taat serta patuh, terhadap ajaran agama.
Warna Pakaian Hijau Lumut dipakai oleh kaum-kaum bangsawan, Tengku, Encik, dan Wan.
                    
Warna Merah Darah Burung, melambangkan kepahlawanan dan keberanian, patuh dan setia terhadap raja dan rakyat. Warna Merah dari darah burung memancarkan  kecemerlangan.

Warna Hitam, melambangkan kesetiaan, ketabahan dan bertanggung jawab serta jujur. Baju warna Hitam dipakai oleh datuk dan orang besar kerajaan  dalam upacara adat kebesaran kerajaan
 
                                                      


oleh Drs.H. O.K. Nizami Jamil dkk, terbitan Lembaga Adat Melayu Riau/LPNU, 2005.

0 komentar: