Tampilkan postingan dengan label BENGKALIS. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BENGKALIS. Tampilkan semua postingan
Rumah ini merupakan salah satu  Peninggalan Belanda yang ada di Bengkalis dan  kini menjadi Rumah Dinas Kapolsek Bengkalis.  Terletak  di  depan  atau  berseberangan dengan  Tugu  Kemerdekaan.  Keadaan   bangunan   saat    ini  kurang   terawat ,hal    ini karena    Kapolsek yang  bertugas  pada  kenyataannya  tidak berdomisili  dirumah ini dan rumah  ini  hanya  ditinggali  oleh  seorang penjaga.




Arsitektur  rumah   ini bertipe  rumah  panggung,  dengan bagian  bawah   (kaki terbuat   dari  struktur    semen   dan   bata merah), sedangkan  bagian atas   (rumah)  terbuat   dari kayu. Pada rumah  ini  terdapat  dua    buah    jenjang  yang  berfungsi   sebagai  jalan masuk    yang  terbuat   dari    semen.    Pada    bagian    belakang rumah    terdapat   1    buah    sumur     tua    dan    2    buah    bak penampungan    air.  Pada  bagian  samping  kiri  bangunan  terdapat garasi, gudang dan dapur.









Rumah ini telah ditetapkan Sebagai Cagar Budaya oleh BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU dengan Nomor Inventaris Cagar Budaya 12/BCB-TB/B/06/2007



Sumber : 
BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU
Rumah  ini merupakan  rumah  tradisional Melayu yang oleh Pemda  Kabupaten  Bengkalis dipertahankan sebagai ikon RumahAdat Melayu. 

Bangunan yang ada sekarang  sudah ditambah dengan bangunan baru yang berfungsi sebagai dapur yang berada dibagian belakang dan menyatu dengan bangunan induk yang berada di bagian depan.

Luas  bangunan   asli  adalah   153  m2.   Jika  ditambah dengan   bangunan   baru,   maka   luasnya   menjadi   270  m2. Bangunan  ini merupakan  tipe rumah  panggung  yang di bagian bawah   (kaki) terdiri  dari  struktur   semen   dan  bata   merah, sedangkan   struktur   di atasnya   (tubuh)  merupakan   bangunan kayu. Bangunan  ini  mempunyai  beranda   depan  yang  diapit (kanan dan kiri) oleh dua buah tangga/jenjang yang merupakan jalan masuk  utama.  Jenjang  tersebut masing-masing  terbuat dari struktur semen  dan bata merah.
 

Bangunan ini terbagi ke dalam beberapa ruangan yang berada  di lajur kanan dan kiri. Antara kedua lajur ini dibatasi  oleh  sebuah   lorong  yang  berada   di  tengah-tengah sebagai  pemisah  sekaligus  sebagai jalan utama  keluar-masuk rumah.  Pemilik   rumah   ini,  almarhum  H. Nawawi, merupakan pengusaha sukses di Jakarta.  Sekarang rumah ini ditempati oleh salah seorang  kerabat H. Nawawi.


Bangunan ini telah ditetapkan Sebagai Cagar Budaya oleh BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU dengan Nomor Inventaris Cagar Budaya  09/BCB-TB/B/06/2007



Sumber : 
BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU

Tengku Bagus Syaid Thoha masih merupakan kerabat dari dari Sultan Syarif Kasim. Dia merupakan salah satu tokoh dibidang agama islam di Bengkalis. Tengku Bagus Syaid Thoha ini diperkirakan hidup tahun1800-an masehi.

 

 

 

Makam ini terletak satu kompleks dengan pemakaman  umum. Jirat makam ini berundak-undak dari keramik warna hijau. Nisan makam ini dua buah yaitu bagian kepala dan kaki yang terbuat dari batu andesit berbentuk gada. Di sebelah timur laut makam Tengku Bagus Syaid Thoha terdapat makam istri abang Syarif Kasim. Makam ini dilengkapi dengan dengan cungkup dan pagarkeliling. Makam Tengku Bagus Syed Thoha berukuran 2,30 x 1,5m dan tinggi 0,5m. 







Makam ini telah ditetapkan Sebagai Cagar Budaya oleh BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU dengan Nomor Inventaris Cagar Budaya 03/BCB-TB/B/06/2007



Sumber : 
BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU

Cagar budaya adalah daerah yang kelestarian hidup masyarakat dan peri kehidupannya dilindungi oleh undang-undang dari bahaya kepunahan. Menurut UU no. 11 tahun 2010, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan melalui proses penetapan.

Ada Lima Kategori Cagar Budaya yaitu sebagai berikut :
Benda
Benda cagar budaya adalah benda alami atau buatan manusia, baik bergerak atau tidak, yang punya hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Benda cagar budaya tidak hanya penting bagi disiplin ilmu arkeologi, tetapi terdapat berbagai disiplin yang dapat melakukan analisis terhadapnya. Antropologi misalnya dapat melihat kaitan antara benda cagar budaya dengan kebudayaan sekarang. 
Bangunan
Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding, tidak berdinding dan atau beratap. 
Struktur
Struktur Cagar Budaya adalah suatu susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia. 
Situs
Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. 
Kawasan
Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.


Kabupaten Bengkalis  memiliki Banyak Cagar Budaya  , namun sayangnya Cagar Budaya tersebut tidak terawat dengan baik dan Cagar Budaya tersebut telah di tetapkan sebagai Cagar Budaya oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat , berikut kami rangkum Cagar Budaya yang ada di Kabupaten Bengkalis :

Menurut keterangan keluarga pemilik rumah ini, bangunan ini dibangun pada tahun 1818. Pada tahun tersebut Bengkalis masih merupakan wilayah Kerajaan Siak Sri Indrapura pada masa pemerintahan Sultan Tengku Syed Ibrahim. Menurut keterangan Kasi Kebudayaan Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Kab. Bengkalis, Rumah kapiten ini adalah milik dari Orang Cina pertama yang mendiami Bengkalis dan ikut berperan dalam pengembangan kota Bengkalis. Kapiten terakhir orang Cina di Bengkalis adalah Oei Tek Gie.

 

Arsitektur bangunan rumah  berbentuk rumah panggung, yang dipengaruhi oleh gaya kolonial dengan ciri tembok yang tebal, dinding tinggi,  pintu dan jendela berukuran tinggi dan berkisi-kisi. Bangunan tersebut temboknya dicat dengan cat kuning gading. Pintu depannya sudah diganti dengan pintu yang terbuat dari besi yang bercat biru. Atap bangunan berupa genteng tanah berbentuk kecil-kecil yang disusun timbal balik. Ragam hias yang terdapat pada bangunan tersebut bercorak khas melayu yaitu berbentuk untaian daun melingkar di bagian atas  dinding luar serta di bawah atap. Pilasternya terdapat hiasan sulur-suluran. Tangga naik di depan rumah dilapisi tegel warna hijau bermotif daun dengan susunan simetris.  

 


Rumah ini telah ditetapkan Sebagai Cagar Budaya oleh BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU dengan Nomor Inventaris Cagar Budaya 04/BCB-TB/B/06/2007



Sumber : 
BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU

 

Menurut Catatan Sejarah Panglima Minal Meninggal Sekitar Tahun 1700 M, Pada Masa Pemerintahan Sultan Siak Jalil Rahmad Syah. Panglima Minal ini merupakan salah sorang panglima Kerajaan Siak yang bertugas menjaga keamanan di Selat
Bengkalis. 


 

Makam Panglima minal terletak di kompleks pemakaman keluarga yang di sekitarnya terdapat ladang yang ditumbuhi oleh pohon durian. Lokasinya bejarak kurang lebih 150 meter dari jalan raya Panglima Minal dan berjarak 3 km dari pasar Bengkalis. Makam Panglima Minal dan istrinya terletak dalam satu jirat.


Nisan pada makam tersebut berjumlah empat buah (dua Pasang) ,Nisan pada makam ini terdiri dari dua bentuk. Nisan pertama berbentuk bulat untuk pria dan nisan yang kedua berbentuk pipih untuk wanita Ukurran tinggi nisan adalah 0,65 m. Jirat makam  terbuat dari bahan porselin berwarna biru muda. Menurut masyarakat setempat  makam Panglima minal selalu dikunjungi para pesiarah dari berbagai daerah untuk meminta berkah pada hari-hari tertentu.



Makam ini telah ditetapkan Sebagai Cagar Budaya oleh BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU dengan Nomor Inventaris Cagar Budaya 01/BCB-TB/B/06/2007



Sumber : 
BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU

Sang Nawaluh Damanik merupakan salah satu tokoh masyarakat  Bengkalis yang berasal dari Tapanuli Sumatera Utara yang diperkirakan hidup pada tahun 1800-an

 

Makam Sang Nawaluh Damanik terletak persis di tepi jalan Senggoro Bantan yang berjarak kira-kira 2 km dari pasar Bengkalis. Jirat  makam terbuat dari beton yang dilapisi dengan poselin berwarna  putih. Tinggi jirat 0,70 m dan lebar 0,90 m , sedangkan nisan  berukuran tinggi 0,65 m . Makam ini telah diberi cungkup  pelindung dengan ukuran 3 x 2 meter.  

 


Makam ini telah ditetapkan Sebagai Cagar Budaya oleh BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU dengan Nomor Inventaris Cagar Budaya 02/BCB-TB/B/06/2007




Sumber : 
BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SUMATERA BARAT WILAYAH KERJA PROVINSI SUMATERA BARAT, RIAU DAN KEPULAUAN RIAU

 

Tari Gendong telah ada sejak abad ke-16 sebelum masuknya Kerajaan Siak. Kesenian tari tradisional ini lahir, tumbuh, dan berkembang di tengah masyarakat yang dikenal sebagai Suku Asli Anak Rawa tepatnya berada di Kampung Penyengat Kecamatan Sungai Apit, yang diiringi alat musik gendang, gong, dan biola. Fungsi tari ini adalah sebagai sarana upacara tolak bala dan sebagai sarana hiburan masyarakat suku Anak Rawa. Penari terdiri dari enak orang wanita yang saling bergantian bernyanyi. Tari Gendong yang penuh suka cita ini dapat dilihat dari cara berjoget dan bernyanyi semua penari maupun penonton yang larut dan ikut dalam suasana kegembiraan. Tarian ini dahulunya ditampilkan pada malam hari saat masyarakat sedang istirahat, sehingga tarian ini dijadikan sebagai hiburan bagi masyarakat yang mana saat siang hari lelah dengan pekerjaan dan pada malam harinya mereka menghibur diri dengan menyaksikan maupun ikut menari dengan para penari Gendong. Tari ini memiliki unsur magis, seperti menyediakan sesajen di dalam pertunjukannya, penari melantunkan sebuah lagu terlebih dahulu sebagai tanda akan dimulainya Tarian Gendong, kemudian barulah penonton boleh menari dengan penari. Penonton yang ingin menari dengan penari harus memiliki lagu dan membayar Rp 10.000. Kemudian, barulah diperbolehkan menari. Di sini dapat dilihat interaksi sesama masyarakat sangat baik dengan 152ditampilkannya Tari Gong ini dapat menjalin silaturahmi serta kekeluargaan yang sangat baik antar masyarakat.

Pada Tahun 2018 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 225 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Tari Gendong menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201800646.

 

(Sumber : Buku Warisan Budaya Tak Benda Hasil Penetapan Kemendikbud 2013 - 2018 Provinsi Kepulauan Riau dan Riau/ Halaman 151)  

Suku Sakai merupakan salah satu masyarakat adat yang ada di Provinsi Riau, kini wilayah penyebaran mereka terletak di Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak. Salah satu kesenian yang hidup dan berkembang pada masyarakat suku Sakai ini adalah Tari Poang yang diyakini sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka dahulu.

Masyarakat adat atau suku asli asli di Riau yang salah satunya ialah Sakai memiliki tradisi yang berupa pertunjukan yaitu tari Poang. Tradisi Poang ini sudah begitu lekat pada suku sakai yang berada dan bermukim di beberapa tempat yang ada. Tradisi ini sangat unik, meskipun merupakan praktek berperang, namun hanya disimbolkan saja. Dan hal ini telah ada sejak sakai menyadari bahwa hidup dan cara mereka bertahan harus memiliki kemampuan untuk berperang, baik lahiriah maupun batiniah.


Keberadaan Tari tradisi Poang yang menjadi bagian dari masyarakat suku Sakai di desa Kesumbo Ampai Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka. Tari Poang ini dipertunjukkan pada saat acara penyambutan kepala suku adat ketika datang meninjau desa Kesumbo Ampai. Pelaku dari Tari Poang seperti yang terdapat di Desa Kesumbo Ampai, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis Riau misalnya dimainkan oleh pelaku-pelaku yang memiliki usia dia atas lima puluhan tahun. Salah seorang pelaku tersebut adalah Ridwan yang diakuinya didasarkan secara turun temurun.


Kemudian pada masyarakat suku Sakai yang juga terdapat di desa mandiangin Kabupaten Siak, Tari Poang berfungsi untuk bela diri dan dilakukan untuk menghadapi/melawan musuh berupa manusia, hewan, dan makhluk gaib yang tidak tampak. Pelaksanaannya dapat seiring dengan dikei atau badewo saat mengobati orang sakit.

Tarian ini adalah simbolik dari orang Sakai menyelamatkan diri dari marabahaya: antara manusia dengan manusia, manusia dengan hewan. Tari poang bisa menggunakan senjata maupun tanpa senjata, adapun senjata (properti) yang digunakan adalah:

1.    Kujo
2.    Keris
3.    Panah
4.    Pedang
5.    Sumpit
6.    Tameng/perisai
7.    Tombak

Poang ini ditarikan oleh 6 orang laki-laki atau lebih di tanah lapang atau halaman. Adapun pakaian, gerak, musik, dan panggungnya adalah sebagai berikut:

a.      Rias busana

Tari Poang merupakan salah satu seni tradisional masyarakat adat suku Sakai yang tidak memiliki kebakuan dalam rias. Sementara busana dari penampilan Tari Poang ini menggunakan baju Teluk Belange warna hitam, putih dan merah serta menggunakan ikat kepala yang terbuat dari kain sesuai dengan warna kostum yang digunakan.

b.     Tata gerak

Tata gerak dalam Tari Poang terdiri dari enam ragam, yakni ragam hentak-hentak kaki, berputar di tempat, berputar pindah posisi, memberi salam, menjaga kekompakkan, dan menyerang. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a.      Ragam hentak-hentak kaki

Pada raga mini penari melakukan gerak hentak-hentak kaki maju ke depan berbaris dua berbanjar sambil kedua tangan mereka diturunnaikkan ke atas dan ke bawah serta memegang keris pada tangan sebelah kanan. Pada gerak ini penari sudah berada di panggung.

b.     Berputar di tempat

Pada ragam ini penari melakukan gerak berputar di tempat, dimana penari yang berada di sebelah kanan berputar ke arah kanan belakang.

c.      Berputar pindah

Pada raga mini penari melakukan gerak berputar pindah posisi dimana penari yang berada di sebelah kiri pindah ke kanan dan yang kanan pindah ke kiri.

d.     Memberi salam

Pada raga mini penari melakukan gerak memberi salam sambil bertepuk tangan dan memegang keris yang mereka bawa.

e.      Menjaga kekompakkan

Pada ragam ini penari melakukan gerakkan menjaga kekompakkan antara penari satu dengan penari yang lainnya dalam mempersiapkan menyerang. Dalam gerakkan ini penari juga menggerakkan keris yang mereka bawa ke samping kiri dan ke kanan.

f.      Menyerang

Pada ragam ini penari melakukan gerak menyerang dengan melakukan gerakkan hentak-hentak kaki ke depan yang lebih cepat. 

c.      Iringan musik

Iringan musik Tari Poang menggunakan alat musik Gondang Bebano, yakni alat musik perkusi yang terbuat dari kayu dan kulit sapi. Alat musik Gondang Bebano dimainkan dengan cara dipukul menggunakan kedua tangan. Alat musik lainnya yang digunakan adalah Celempong Kayu Tembaga. ALat musik ini memiliki suara nada yang berbeda yang tersusun menjadi enam bagian. Jika Gendang Bebano sebagai pengiring tempo, Celempong Kayu Tembaga digunakan untuk ragam tingkah nada. 

d.     Panggung

Panggung yang digunakan dalam pertunjukan Tari Poang bukanlah kebakuan panggung pertunjukan. Dikarenakan keberadaan Tari Poang untuk menyambut kedatangan tamu, tari ini dilakukan di laman terbuka dengan penonton dapat melihat dari sudut pandang mana saja.

 

Pada Tahun 2020 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 153 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Tari Poang menjadi salah satu dari Warisan BudayaTak Benda dengan Nomor Registrasi 202001115.

 Seperti Apa Tari Poang dari Suku Sakai ini ? Jawabannya ada pada video berikut

 

 

Sumber :  (https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=2025)


Zapin Meskom merupakan Tari Zapin yang berada di kampung zapin yang terletak di Desa Meskom, Bengkalis. Tarian ini sudah mendapat pengakuan mata budaya Indonesia, yakni dengan meraih sertifikat Warisan Budaya Tak Benda Indonesia pada 2017 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Nomor Registrasi 201700477.


Sedangkan sebutan Kampung Zapin sendiri diberikan oleh Dinas Penanaman Modal Provinsi Riau dan   kemudian dibangunlah Tugu Selamat Datang di Dusun Simpang Merpati, Desa Meskom sebagai penanda keberadaan Kampung Zapin . Di Desa Meskom terdapat beberapa Sanggar Tari yang hingga kini masih melestarikan Zapin dan Sanggar inilah yang menjadi Nadi Kelestarian Zapin.


Sastrawan Riau Jefri Al Malay menyebut dulu zapin hanya dimainkan di ceruk-ceruk kampung. Di bawah pohon rambai dan halaman rumah-rumah penduduk Kampung Meskom, Kabupaten Bengkalis. Saat itu, zapin belum menjadi karya yang ramai dibicarakan, di serata negeri. Lalu, siapa yang menyangka, hari ini, Zapin Meskom kerap ditampilkan diberbagai perhelatan seni. Bahkan telah pula dipelajari banyak pihak, baik komunitas seni, maupun kampus seni.


Zapin adalah khazanah tarian rumpun Melayu yang menghibur sekaligus sarat pesan agama dan pendidikan. Tari ini memiliki kaidah dan aturan yang tidak boleh diubah namun dari masa ke masa namun keindahannya tak lekang begitu saja. Nikmati dendang musik dan syairnya yang legit.



Tari zapin dikembangkan berdasarkan unsur sosial masyarakat dengan ungkapan ekspresi dan wajah batiniahnya. Tarian ini lahir di lingkungan masyarakat Melayu Riau yang sarat dengan berbagai tata nilai. Tarian indah dengan kekayaan ragam gerak ini awalnya lahir dari bentuk permainan menggunakan kaki yang dimainkan laki-laki bangsa Arab dan Persia. Dalam bahasa Arab, zapin disebut sebagai al raqh wal zafn. Tari Zapin berkembang di Nusantara bersamaan dengan penyebaran agama Islam yang dibawa pedagang Arab dari Hadramaut. 


Zapin mempertontonkan gerak kaki cepat mengikuti hentakan pukulan pada gendang kecil yang disebut marwas. Harmoni ritmik instrumennya semakin merdu dengan alat musik petik gambus. Karena mendapat pengaruh dari Arab, tarian ini memang terasa bersifat edukatif tanpa menghilangkan sisi hiburan. Ada sisipan pesan agama dalam syair lagunya. Biasanya dalam tariannya dikisahkan keseharian hidup masyarakat melayu seperti gerak meniti batang, pinang kotai, pusar belanak dan lainnya. Anda akan melihat gerak pembuka tariannya berupa gerak membentuk huruf alif (huruf bahasa Arab) yang melambangkan keagungan Tuhan.
Di Bengkalis dikembangkan lebih lanjut oleh Abdullah Noer asal Deli Medan sekitar tahun 1930-an yang sekaligus merupakan guru dari Muhammad Yazid bin Tomel asal Desa Meskom, Bengkalis sehingga Zapin ini lebih dikenal sebagai Zapin Meskom. Muhammad Yazid sebagai tokoh Zapin Meskom tak henti-hentinya terus berkarya dengan Zapin Meskom. Desa Meskom kini dijuluki Desa Zapin.

Yazid pandai berzapin dari ayahnya, Tomel dan dilanjutkan dengan berguru kepada Abdullah Noer, Ares dan Cik Muhammad sekitar pertengahan tahun 1930-an. Belajar secara sembunyi-sembunyi karena Belanda melarang masyarakat untuk berkumpul atau berkerumun yang dicurigai akan memicu perlawanan terhadap Belanda. Yazid berkumpul dengan gurunya di kebun untuk belajar menari Zapin satu atau dua ragam gerak tari.

Sekitar 1950-an, Yazid makin dikenal di Bengkalis bersama penari lainnya seperti Hasan, Harun, M. Yusuf, Hasan Matero dan M. Ali. Mereka keluar masuk kampung menari Zapin untuk meramaikan berbagai hajatan rakyat. Untuk mengembangkan Zapin Meskom, maka Yazid pada tahun 1998 mendirikan Sanggar Yarnubih yang merupakan singkatan dari nama Yazid, Nur dan Ebih. Melalui sanggar ini Yazid telah berzapin di Riau, Medan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Johor serta Melaka.


Sumber :
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/tari-zapin-meskom-bengkalis-yang-makin-mendunia
https://www.indonesia.travel 
Tari Zapin : Khazanah Tarian Rumpun Melayu

Pulau Rupat yang berada di Kabupaten Bengkalis menjadi surga tersembunyi Riau, pasir putih sepanjang 13km menjadi pesona tersendiri, berikut kami tampilkan keindahan pulau rupat melalui media photo.

















Perjalanan panjang Pekanbaru ke Rupat membuat kami cukup kelelahan, setiba di Penginapan kami melepas lelah dengan beristirahat. Baru saja akan beristirahat muncullah sosok yang antusias dan semangat, seraya ia berkata ayo kita akan Berangkat ke Makam Putri Sembilan dan ia juga berkata yang ke makam tidak boleh menggunakan Celana Pendek. Ternyata sosok tersebut merupakan Bapak Eduar Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bengkalis,

Timbul pertanyaan bagi kami, Makam Putri Sembilan ? Pasti makamnya ada 9 dan yang dimakamkan pasti putri yang cantik ? Putri Sembilan merupakan cerita yang melegenda di Nusantara, di beberapa daerah menceritakan  putri sembilan merupakan Putri bungsu yang cantik bila dibandingkan 8 (delapan) saudaranya yang lain.

Di Rupat juga terdapat kisah Putri Sembilan, dan tidak hanya menjadi kisah turun temurun ataupun legenda pengantar tidur. Makam Putri Sembilan  dapat kita temui di Desa Kadur. Di makam tersebut terdapat makam kedua orang tua Putri Sembilan serta makam kakek dan neneknya.

Laksamana raja di laut
Bersemayam di Bukitbatu
Ahai hati siapa
Ahai tak terpaut
Mendengar lagu zapin Melayu..

Petikan atas adalah lirik lagu Laksamana Raja di Laut yang dinyanyikan dan dipopulerkan oleh Iyeth Bustami. Laksmana Raja di Laut bukanlah sekedar lagu. Datuk Laksamana Raja Dilaut menjadi legenda seorang penguasa laut yang terkenal. Kabarnya ditangann beliau segala bentuk kejahatan laut takluk padanya. Seperti banyaknya Lanun, yang merompak hasil bumi dan perdagangan di laut. Begitu juga dengan penyerangan-penyerangan dari negeri luar.
Mengutip dari Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan,  Beting Aceh merupakan salah satu Pulau terluar Indonesia, hanya berjarak 48 km ke Port Dickson dan 62 km ke Melaka.

Secara administratif Pulau Beting Aceh berada di Kecamatan Rupat Utara Kabupaten Bengkalis. Akses yang paling mudah untuk menuju Beting Aceh adalah melalui Dumai, melalui Pelabuhan TPI Dumai kita menyebrang melalui Kapal Roro menuju Pulau Rupat dengan lama penyeberangan lebih kurang 50menit, kemudian dilanjutkan perjalanan darat lebih kurang 2jam atau bahkan lebih, tidaklah sulit untuk menuju Beting Aceh ini, kita cukup berjalan mengikuti jalan utama atau biasa disebut jalan poros.

Ada sebuah alasan tertentu sehingga Pulau ini dinamakan Beting Aceh, "Beting" berarti tumpukan atau gundukan pasir, dan dulunya cukup banyak saudara kita dari Aceh yang hendak ke Malaysia dan terdampar dipulau ini, demikianlah asal muasal penamaan Beting Aceh. 


Rupat Utara menyimpan kearifan lokal yang unik yang keberadaannya kian tergerus zaman yaitu Zapin Api. Zapin bukanlah hal yang asing bagi kita semua, zapin begitu melekat dengan melayu, namum zapin api adalah sesuatu yang berbeda, zapin ai dimainkan dengan mantra-mantra yang dibacakan oleh seorang khalifah diiringi dengan lantunan musik gambus, marwas dan kompang.

Seorang lelaki tua yang bernama Abdullah bin Husein didaulat menjadi khalifah, diusia senja kakek yang lahir 7hari setelah kemerdekaan RI berupaya menjaga kelestarian zapin api. Awalnya upaya yang dilakukan oleh kakek yang mempunyai 27 cucu dan 3 cicit ini ditentang oleh anakna,  kini Umar (40), Azhar (36) dan Montel (33) mendukung upaya yang dilakukan oleh ayah mereka, khusus Umar dan Montel bahkan sudah dikaderkan untuk menjadi penerus dan khalifah dan saat ini mereka bertugas menjadi pengawas api ketika Zapin Api dilakukan.

Keberadaaan zapin api sempat menghilang sekitar 40tahun, dahulunya zapi api adalah hiburan favorit di acara pernikahan, kini keberadaan zapin api kian tersingkirkan dengan hadirnya organ tunggal, band serta orkestra lainnya.  Sosok Bapak Edward Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bengkalis yang membuat keberadaan zapin api ini mulai muncul kembali. Edward memberi Khalifah kompang dan memberi spirit agar budaya ini terus dilestarikan, hingga akhirnya di Tahun 2013 zapin api kembali dipertontonkan.



 


Iringan kompang dan gambus serta komando dari Khalifah mengawali Zapin Api. Lima orang laki-laki yang merupakan keponakan dari Khalifah Abdullah berjongkok mengelilingi kemenyan sambilmenutup telinga dan berkomat kamit dan khalifah menghampiri mereka satu persatu sambil membisikkan mantradan doa, dan kelima lelaki tersebut menghayati lantunan mantra yang dibacakan khalifah dan mereka akan kehilangan kesadaran lalu menari dengan  mengikuti irama dan seketika mereka bersemangat dan berliuk liuk di bara api.

Sebelum Zapin Api dimulai, khalifah Abdullah memberitahu kepada penonton, selama zapin api berlangsung dilarang untuk merokok ataupun memantik api seperti mancis dan korek api, api dari benda-benda tersebut akan membuat penari zapin api mengarah kesumber api , selain itu kepada penonton yang mengenali pemain zapin api dilarang memanggil atau menyapa mereka.

Khalifah Abdullah sang Komando Zapin Api

Khalifah abdullah merupakan salah satu khalifah Zapin api, khalifah lainnya bernama M. Nur, M.Nur sudah cukup sepuh dan kemungkinan berusia 100tahun lebih, karena M. Nur merupakan teman dari Ayah Abdullah. Ayah dari Khalifah Abdullah merupakan khalifah yang cukup piawai dan cukup dikenal di Bengkalis, dan dari ayahnyalah Abdullah mengenal Zapin Api.


Menutup pembicaraan kami dengan Khalifah Abdullah ia berharap besar kepada Pemerintah untuk dapat membantu menyumbangkan alat musik yang lebih baik lagi terutama dari kualitas suara, maklum saja alat musik yang ia miliki sudah cukup tua.



Pada Tahun 2017 Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah  menetapkan 150 karya budaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dan Zapin Api menjadi salah satu dari Warisan Budaya Tak Benda dengan Nomor Registrasi 201700476.



Suku Sakai adalah komunitas asli/pedalaman yang hidup di daratan Riau. Mereka selama ini sering dicirikan sebagai kelompok terasing yang hidup berpindah-pindah di hutan. 



Banyak cerita dan versi mengenai asal usul Suku Sakai, diantaranya sebagai berikut :

  • Sakai merupakan percampuran antara orang-orang Wedoid dengan orang-orang Melayu Tua. Catatan sejarah mengatakan bahwa pada zaman dahulu penduduk asli yang menghuni Nusantara adalah orang-orang Wedoid dan Austroloid, kelompok ras yang memiliki postur tubuh kekar dan berkulit hitam. Mereka bertahan hidup dengan berburu dan berpindah-pindah tempat. Sampai suatu masa, kira-kira 2.500-1.500 tahun sebelum Masehi, datanglah kelompok ras baru yang disebut dengan orang-orang Melayu Tua atau Proto-Melayu. Gelombang migrasi pertama ini kemudian disusul dengan gelombang migrasi yang kedua, yang terjadi sekitar 400-300 tahun sebelum Masehi. Kelompok ini lazim disebut sebagai orang-orang Melayu Muda atau Deutro-Melayu. Akibat penguasaan teknologi bertahan hidup yang lebih baik, orang-orang Melayu Muda ini berhasil mendesak kelompok Melayu Tua untuk menyingkir ke wilayah pedalaman. Di pedalaman, orang-orang Melayu Tua yang tersisih ini kemudian bertemu dengan orang-orang dari ras Wedoid dan Austroloid. Hasil kimpoi campur antara keduanya inilah yang kemudian melahirkan nenek moyang orang-orang Sakai.